Partai Ummat Memang Lucu dan Menggelikan, Namun Mereka Layak untuk Didukung

MOJOK.COPartai Ummat, selucu apa pun, tetap layak untuk mendapatkan dukungan, setidaknya didukung untuk melawan partai-partai besar yang sudah terbukti korup. 

Mari kita akui, banyak dari kita yang menertawakan kehadiran Partai Ummat besutan Amien Rais yang baru dideklarasikan beberapa waktu yang lalu itu. Partai anyar yang masih gress dan kinyis-kinyis itu (bahkan mungkin masih ada bubble wrap-nya), memang kerap menjadi guyonan belaka. Dari soal sosok Amien Rais-nya yang dianggap sudah terlalu tua, atau struktur kepemimpinannya yang banyak diisi oleh anggota keluarga sehingga grup WhatsApp partainya mungkin nggak jauh beda dengan grup WhatsApp keluarga, sampai soal logonya yang mirip sama logo klub bola Botafogo (Padahal Amien Rais cocoknya di Dynamo Kiev, AC Milan atau Chelsea, sebab beliau serupa jelmaan Shevchenko).

Kenapa saya bisa bilang begitu? Ya karena saya menjadi salah satu pelakunya. Saat berhenti di lampu merah Jakal Kentungan dua hari lalu saja, saya langsung tertawa begitu melihat banner partai tersebut. Dan sialnya, saya nggak tahu kenapa.

Bayangkan, melihat bannernya saja saya sudah tertawa, apalagi kalau sampai saya melihat langsung acara deklarasinya, pastilah saya urat tertawa saya sudah putus karena saking seringnya saya tertawa.

Namun, tak bisa tidak, saya menghormati dan amat sangat mengapresiasi langkah seorang Amen Rais membikin partai baru ini. Walau tetap saja, di mata saya, kehadirannya masih bikin saya tersenyum geli.

Saya selalu percaya, bahwa partai-partai yang bercokol di senayan, selalu butuh penantang agar politik menjadi dinamis. Agar tidak sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri. Agar mereka sadar bahwa ada banyak partai yang siap menggantikan mereka saat mereka tidak lagi mendapatkan simpati dari masyarakat.

Partai-partai yang terlalu berkuasa memang harus selalu punya ancaman agar mereka tak terlalu dominan. Itu pula yang membuat saya agak merasa bahagia saat tahu Partai Demokrat yang di Pemilu 2009 mendapatkan 20,40% kursi menjadi hanya mendapatkan 10,19% kursi pada pemilu setelahnya.

Dan tak bisa disangkal, ancaman dan tantangan yang muncul untuk mengalahkan partai-partai besar itu salah satunya adalah dengan munculnya partai-partai baru, salah satunya ya Partai Ummat itu.

Bagi saya, semakin banyak partai, semakin banyak kepentingan yang bisa diperjuangkan. Kehadiran partai-partai baru ini memunculkan harapan agar perjuangan untuk menurunkan ambang batas parlemen semakin menguat.

Hal tersebut kemungkinan besar juga akan sangat berpengaruh pada perjuangan menurunkan presidential threshold. Jika presidential threshold bisa diturunkan, misal dari 20 persen ke 10 persen, atau bahkan 1 persen, maka nantinya akan ada banyak calon presiden yang bisa bertarung. Bukan hanya dua seperti yang sudah-sudah. Imbasnya, polaritas politik yang selama ini terasa betul memisahkan masyarakat menjadi dua akan semakin berkurang porsinya.

Itulah kenapa di Pileg beberapa waktu yang lalu, kalau saya tak punya jago sendiri, maka saya hampir selalu memilih caleg dari partai yang kecil. Ya PSI, ya Garuda, ya PBB. Nggak peduli saya nggak kenal sama mereka.

Apakah Partai Ummat nantinya akan menjadi partai yang baik? Tentu tak ada yang menjamin. Toh selama ini, kita tahu, partai-partai besar yang kadernya banyak yang korup itu mulanya adalah juga partai yang bersih dan oleh banyak orang diharapkan akan tetap menjadi partai yang bersih.

Saya sendiri selalu menganggap, partai apa pun, adalah partai yang baik, sampai terbukti sebaliknya.

Kita boleh saja sekarang mengolok-olok kehadiran Partai Ummat, atau partai-partai baru lainnya, namun perlu kita ingat, bahwa di parlemen sana, ada banyak partai yang saat ini statusnya jauh lebih pantas untuk diolok-olok karena alasan yang jauh lebih masuk akal: korup.

Dan disukai atau tidak, Partai Ummat adalah salah satu ancaman bagi partai yang korup itu. Entah sebagai lawan, atau sebagai giliran.

BACA JUGA 4 Sosok yang Sebaiknya Direkrut oleh Amien Rais Menjadi Kader Partai Ummat dan artikel AGUS MULYADI lainnya. 

Exit mobile version