Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Normal Kalau Orang Tua Tak Izinkan Anaknya ke Sekolah meski Ada Protokol New Normal

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
30 Mei 2020
A A
Normal Kalau Orang Tua Tak Izinkan Anaknya ke Sekolah meski Ada Protokol New Normal

Normal Kalau Orang Tua Tak Izinkan Anaknya ke Sekolah meski Ada Protokol New Normal

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tahun ajaran baru sudah bakal dibuka Juli 2020. Problem atau solusi baru yang akan muncul dari penerapan new normal di sekolah?

Cukup bisa dipahami betapa banyak orang tua merasa gelisah dengan rencana “new normal” sekolah anaknya pada 15 Juni 2020 nanti. Saya sendiri, sebagai orang tua, juga punya pandangan yang sama. Saya khawatir kalau diharuskan melepas anak ke sekolah di tengah-tengah situasi pandemi.

Ada banyak kekhawatiran saya sebagai orang tua, seperti kurva penyebaran COVID-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan signifikan, infrastruktur sekolah yang tak merata di seluruh daerah Indonesia, belum dengan anggapan bahwa program “new normal” saat ini lebih mirip seperti program putus asa Pemerintah.

Buat apa lagi marah-marah sama keteledoran pemerintah pada awal tahun ini? Ketela sudah jadi timus. Tahun ajaran baru sudah bakal dibuka Juli 2020 ini, problem baru akan muncul. Lebih baik kita konsen ke sana dulu.

Pemprov Jawa Barat, Pemprov DKI Jakarta, Kota Tangerang adalah sedikit pemerintah daerah yang sudah bersiap menerapkan new normal di sekolah.

Ada beberapa hal yang cukup menjanjikan seperti pengurangan jumlah siswa yang hadir di sekolah (dengan skema yang masih digodok). Jadi kalau normalnya ada 30-an anak di dalam kelas, lantas nanti hanya belasan anak saja yang boleh masuk kelas proses belajar mengajar bersamaan.

Pun dengan tenaga pengajar yang akan dibatasi dan dikarantina lebih dahulu untuk memastikan bukan carier COVID-19. Bahkan di Tangerang bakal dilakukan satu meja untuk satu siswa selama proses belajar mengajar.

Nah, tentu dari rencana-rencana itu, bakal muncul pertanyaan-pertanyaan simpel dari orang tua. Lah, terus anak saya kalau nggak dapat giliran masuk kelas, ke mana dong? Dijemur di lapangan? Di ruang UKS? Tetep belajar di rumah? Atau bijimana?

Plis, jangan tanya ke saya. Sebagai orang tua, itu juga pertanyaan saya. Meski menurut Kang Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, pertanyaan-pertanyaan kayak tadi masih dicarikan solusinya. Cuma untuk daerah Jabar doang tapi yha itu~

Ya wajar sih, repot juga kalau sekolah pakai sistem puasa daud, selang-seling, setengah siswa hari ini masuk sisanya di rumah. Yang bakal repot adalah gurunya: kerjanya jadi dua kali lipat. Belum dengan sekolah yang berada di lingkup pondok pesantren. Emang bisa diawasi di sekolah, lah kalau udah masuk kamar di pondok? Siapa yang ngawasi?

Di sisi lain, kekhawatiran new normal di sekolah itu bukan berarti orang tua tidak ingin anaknya bisa segera ke sekolah. Jujur saja, saya yakin banyak orang tua yang udah kebelet mengantar anaknya ke sekolah. Ngurus anak 24 jam sehari itu luar biasa melelahkan.

Ini belum dengan anak-anak yang sudah merasakan kebosanan luar biasa belajar di rumah. Udah keburu kangen sama teman-temannya, kangen sama rasa es lilin kantin sekolahnya, dan—ya mungkin aja ada—yang kangen sama pelajarannya.

Meski begitu, satu hal yang bisa kita baca dari kekhawatiran orang tua soal new normal di sekolah sebenarnya merupakan gambaran betapa rendahnya kepercayaan banyak orang tua di Indonesia terhadap kebijakan pemerintah dalam beberapa bulan ini. Ada rasa waswas, ada rasa tak yakin.

Benarkah pemerintah memerhatikan sekolah ini hanya demi pendidikan anak bangsa? Bukan hanya untuk memancing pemulihan ekonomi negara saja agar kegiatan warganya berjalan dengan new normal?

Iklan

Kompleksnya situasi ini belum memasukkan betapa pelik problem pemerataan infrastruktur sekolah untuk mendukung protokol kesehatan untuk new normal sekolah di Indonesia.

Untuk urusan teknis kebersihan macam menyediakan sabun cuci di depan ruang kelas, murid dan guru yang selalu di cek suhu tubuhnya, maupun ketersediaan masker itu bukan masalah besar, saya yakin banyak sekolah yang bisa menyediakannya, namun bagaimana dengan pemerataannya?

Benarkah semua sekolah di Indonesia mampu menyediakan fasilitas itu?

Ya coba aja situ bayangin, untuk orang tua yang sekolahnya di kota-kota besar, program new normal di sekolah aja sudah memunculkan kekhawatiran, apalagi kalau kita bicara di sekolah-sekolah pelosok Indonesia?

Jangankan berharap disediakan tempat cuci tangan, kadang-kadang ada ruang sekolah yang atapnya bolong, kamar mandi nggak ada, sampai jumlah gurunya lebih sedikit dari jumlah kelasnya, atau muridnya harus berjalan menyusuri lembah untuk sekolah.

Udah deh, jangankan bicara new normal, sekolah normal aja mereka kesulitan og. Problem laten yang tak segera dibereskan sejak dulu, yang akhirnya bikin makin ruwet ketika kondisinya kayak gini. Sama persis kayak kasus penjara penuh yang akhirnya ada program asimilasi.

Lebih ngenes lagi, 34 provinsi di Indonesia itu nggak ada sama sekali yang masuk zona hijau (alias nol kasus), semua ada yang kena. Ini artinya untuk urusan pemerataan fasilitas pendidikan, pemerintah kita perlu belajar dari kesuksesan “pemerataan” kasus positif COVID-19 yang sempet “didanai” diskon wisata.

Terakhir, jangan buru-buru menyalahkan kalau nanti ada banyak anak yang tidak mendapat izin untuk berangkat ke sekolah dari orang tuanya. Negara boleh main coba-coba sama rakyatnya pakai diskon wisata, pembukaan bandara, kampanye berkedok sebar bantuan, sampai imbauan bersahabat dengan corona, tapi—maaf—buat anak…

…tak ada yang namanya coba-coba.

BACA JUGA Buat Apa ‘New Normal’ Kalau Keambyaran Ini Emang Udah Normal? atau tulisan soal New Normal lainnya.

Terakhir diperbarui pada 30 Mei 2020 oleh

Tags: new normalridwan kamilsekolah
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Guru tak pernah benar-benar pulang. Raga di rumah tapi pikiran dan hati tertinggal di sekolah MOJOK.CO
Ragam

Guru Tak Pernah Benar-benar Merasa Pulang, Raga di Rumah tapi Pikiran dan Hati Tertinggal di Sekolah

8 November 2025
Ide Bodoh Ridwan Kamil untuk Atasi Kemacetan Jakarta MOJOK.CO
Esai

Ide Nggak Masuk Akal Ridwan Kamil: Datangkan Psikolog dan Ustaz Keliling untuk Atasi Kemacetan Jakarta

3 September 2024
Homeschooling Sering Diremehkan, Padahal Bisa Bikin Anak Berpikir Kritis dan Mendapatkan "Kemewahan" yang Tak Diberikan Sekolah Formal.MOJOK.CO
Ragam

Homeschooling Sering Diremehkan, Padahal Bisa Bikin Anak Berpikir Kritis dan Mendapatkan “Kemewahan” yang Tak Diberikan Sekolah Formal

12 Mei 2024
Guru di Aceh dan Murid di Jawa Barat Mempertanyakan Kurikulum Merdeka yang Membuat Mereka Terjajah MOJOK.CO
Ragam

Guru di Aceh dan Murid di Jawa Barat Merasa Terjajah oleh Kurikulum Merdeka

26 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja yang Tak Banyak Orang Tahu MOJOK.CO

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

24 Desember 2025
Jogja Macet Dosa Pemerintah, tapi Mari Salahkan Wisatawan Saja MOJOK.CO

Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah

23 Desember 2025
Wisata Pantai Bama di Taman Nasional Baluran, Situbondo: Indah tapi waswas gangguan monyet MOJOK.CO

Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

25 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

22 Desember 2025
Atlet panahan asal Semarang bertanding di Kota Kudus saat hujan. MOJOK.CO

Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

19 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

25 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.