Merayakan Ketidak-Maudy-Ayunda-an Kita Semua

MOJOK.CO Hidup itu soal pilihan: kanan atau kiri, beli atau nggak, makan atau lapar. Tapi, gara-gara Maudy Ayunda, semua kegelisahan itu seakan tak ada apa-apanya.

Maudy Ayunda bikin heboh lini masa. Pasalnya, ia mengabarkan kepada khalayak ramai bahwa dirinya tengah dilanda dilema. Jangan pikir kebingungannya hanya sebatas dia mau pakai baju yang motifnya polkadot atau garis-garis—ia tengah kebingungan karena dirinya diterima di dua kampus ternama sekaligus untuk melanjutkan pendidikan S-2: Harvard dan Stanford.

Silaunya nama dua kampus tadi seolah ingin mengingatkan kita betapa Maudy telah menyelesaikan pendidikan S-1 di kampus yang namanya pun bakal bikin kita ternganga-nganga: Oxford University.

Agar lebih menghayati tulisan ini, saya menghujani telinga saya dengan sesuatu yang paling saya suka sejak beberapa tahun belakangan: suara Maudy saat menyanyikan lagu-lagunya. Tapi, karena lagu yang paling atas adalah lagu yang berjudul Tahu Diri, saya sempat mengumpat dalam hati dan langsung nyeri sampai-sampai tidak ingin melanjutkan tulisan ini, tapi, yah…

…mau makan apa saya nanti kalau nggak nulis, ya kan???

Baiklah, mari kita lanjutkan. Ehem.

Keberhasilan Maudy Ayunda untuk menginspirasi manusia-manusia di Indonesia sepertinya justru menjadi titik balik yang tepat bagi sebagian orang untuk menertawakan diri sendiri. Pasalnya, sejak kemarin, netizen-netizen di lini masa ramai-ramai menghujat diri masing-masing.

Ya gimana nggak: selagi kita-kita semua (hah, kita???) sibuk menggalau-galaukan diri karena kisah cinta yang hancur berantakan, Maudy malah diam-diam sibuk mempersiapkan diri demi sebuah surat LoA (Letter of Acceptance) dari kampus kelas dunia. Selagi kita sok-sokan sibuk nggak punya waktu dan menolak undangan bersosialisasi dengan alasan sakit perut dan masuk angin, Maudy malah dengan semangatnya menjadi brand ambassador beberapa produk. Bahkan, sabun cuci muka yang saya pakai tadi pagi aja ada tulisan ekslusifnya: “with Maudy Ayunda”.

Ya ampun, segitu “menghantuinya” Maudy di lini kehidupan kita semua!

Yang terakhir lebih fenomenal: selagi kita sibuk mau mikirin makan di mana sama pacar (“Terserah, lah!”), level galaunya Maudy sudah meroket langsung ke langit tingkat paling atas: harus memilih satu di antara dua universitas incaran banyak orang di dunia.

Bahkan kayaknya, kalau Maudy rela menurunkan targetnya dan memilih untuk mendaftar di UGM, dia pasti bakal langsung keterima, lantas bikin keki anak-anak UNY yang kebanyakan menjadi mahasiswa UNY karena ditolak masuk UGM. Hahahaha kayak saya. Hahahaha.

Tapi, ah, masa sih kita harus memandang diri kita seremeh itu hanya karena Maudy Ayunda bisa mengunggah surat penerimaan dari Harvard dan Stanford??? Apakah apa yang kita alami di hidup ini lantas nggak ada apa-apanya karena Maudy jauh lebih “apa-apa” dari kita semua???

Saya pernah galau setengah mati karena bingung malam-malam mau makan atau nggak. Kalau makan, bisa dipastikan berat badan saya bakal bertambah, tapi kalau nggak makan, bisa-bisa saya tidur nggak nyenyak. Saya nggak tahu Maudy pernah galau karena hal yang sama atau nggak, tapi saya rasa kegalauan saya tetap bermanfaat-bermanfaat aja, kok, buat kehidupan saya, persis sebagaimana Maudy yakin bahwa dilema yang dihadapinya bakal membawanya ke tempat yang benar.

Malam itu akhirnya saya pesan makanan: ayam geprek, tepat jam 1 dini hari. Enak? Ya enak, lah, tapi paginya saya langsung diare dan terpaksa nggak masuk kantor.

Sedih, sih, tapi nggak papa. Toh, saya jadi belajar satu hal: biar nggak diare, saya nggak boleh makan ayam geprek yang pedesnya kelewatan.

Kebingungan “receh” lainnya yang sangat “tidak-Maudy-Ayunda” juga saya rasa patut-patut saja dirayakan. Coba kamu ingat-ingat waktu lagi belanja bulanan: berapa kali kamu muter-muter lewat rak yang sama cuma karena kamu kesusahan memutuskan mau beli Indomie rasa ayam geprek atau nggak??? Berapa lama kamu memandang dress yang digantung di toko baju hanya untuk memutuskan kamu akan membawanya ke kasir atau nggak???

Oh, jangan jauh-jauh soal belanja: untuk memutuskan bakal mengunggah foto yang mana di feed Instagram aja kita suka bingung sendiri dan menghabiskan waktu berjam-jam. Untuk memutuskan datang ke rumah pacar pas lagi berantem, apalagi! Pokoknya, hidup kita rasa-rasanya adalah soal pilihan: ya atau tidak, kanan atau kiri, beli atau nggak, pakai atau buang, makan atau lapar, dan lain-lain.

Tapi kini, gara-gara Maudy Ayunda, semua kegelisahan itu seakan tak ada apa-apanya.

Ya, ya, ya, kita (hah, kita???) malah dengan bangganya menggeleng-gelengkan kepala menertawakan diri sendiri berkat sesuatu yang “receh” ini, setidaknya jika dibandingkan dengan LoA yang dimiliki Maudy. Padahal, nih, ya, saya kasih tahu: sekarang saya lagi dengerin lagu “Alasan untuk Bahagia”-nya Maudy. Ada liriknya yang berbunyi: “Percayalah semua inginmu akan tiba tepat pada waktunya.”

Artinya, apa, Mbak, Mas?

Tidak ada sesuatu yang benar-benar terlalu receh kalau itu menyangkut keinginan dan kebutuhan diri sendiri. Siapa tahu, kebingungan kita untuk memilih antara makan Indomie goreng pakai telur atau nggak itu memang penting untuk keadaan perut kita—bakal kekenyangan atau nggak—persis dengan dilema Maudy untuk memilih Harvard yang menawarkan Master of Education atau Stanford dengan MBA Program-nya.

Lagian, bukankah semua orang punya prioritasnya sendiri-sendiri? Jadi, yaaa, kenapa kita nggak merayakan saja ketida-Maudy-Ayunda-an kita semua?

Akhir kata, selamat melanjutkan hidup yang penuh kebingungan, mylov~

Exit mobile version