MOJOK.CO – SiCepat Ekspres resmi melaporkan pelaku pengancam kurir SiCepat dengan menodongkan pedang samurai.
Aneka kisah kurir apes yang mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan dari pembeli barang online dengan sistem COD alias Cash on Delivery kian hari semakin akrab saja di telinga kita.
Belum kering ingatan kita dengan insiden kurir dimaki-maki oleh emak-emak, eh, muncul lagi kasus kurir yang disemprot pakai cairan cabai. Belum kering ingatan kita soal kurir disemprot pakai cairan cabai, eh, muncul lagi kasus kurir SiCepat yang diancam pembeli pakai pedang samurai. Belum kering… dan belum kering belum kering lainnya yang tentu akan terus berlanjut.
Tak bisa dimungkiri, dengan pengetahuan masyarakat yang masih amat minim tentang konsep COD, kasus-kasus kurir ekspedisi yang kemudian menjadi sasaran kemarahan pembeli karena ketidakcocokan barang yang ia beli memang menjadi sebuah keniscayaan.
Masyarakat tampaknya masih tidak bisa membedakan konsep COD yang dipakai dalam konteks forum jual beli online dan konsep COD yang dipakai di marketplace.
Dalam forum-forum jual beli online yang banyak tersebar di Facebook, COD diartikan sebagai konsep penjual dan pembeli bertemu di suatu tempat di mana si penjual membawa barang dagangannya dan si pembeli memeriksa barang tersebut. Kalau sudah sepakat dan oke, barulah terjadi transaksi. Konsep ini memang cocok dipakai oleh para pelapak dan pembeli di forum jual beli online sebab barang yang dijual kebanyakan adalah barang yang butuh dicek secara langsung, misal ponsel second, tanaman hias, onderdil sepeda motor, sampai burung dan ikan peliharaan.
Nah, sedangkan konsep COD dalam pengertian marketplace adalah kurir mengantarkan barang dan pembeli membayar secara langsung kepada kurir. Sehingga status kurir hanyalah pengantar dan perantara pembayaran. Perkara barangnya sesuai atau tidak, itu sudah bukan ranah kurir.
Berbagai platform marketplace pun sudah membuat aturan yang mewajibkan pembeli yang memilih metode COD untuk melakukan pembayaran ke kurir sebelum menerima/membuka paket.
Perbedaan pengartian konsep COD inilah yang saya duga melahirkan banyaknya kasus perlakuan buruk terhadap kurir. Pembeli merasa punya hak untuk mengecek barang langsung di depan kurir dan berhak untuk menolak membayarnya. Padahal, kurir seharusnya tak punya andil dalam kesalahan penjual utamanya terkait barang yang ia antarkan.
Kalau sudah begini, kurirlah yang kemudian dirugikan. Kalau cuma masalah nggak mau bayar, itu mungkin masih belum seberapa. Yang jadi masalah serius adalah ketika si kurir kadang kerap dimaki, bahkan diancam dengan ancaman kekerasan fisik. Kasus pengancaman kurir yang ditodong dengan pedang samurai itu contohnya.
Pada titik inilah, saya merasa harus mengapresiasi langkah PT SiCepat Ekspres Indonesia yang memutuskan untuk menindak pembeli yang mengancam salah satu kurirnya menggunakan pedang samurai.
Kasus kurir SiCepat yang ditodong pedang samurai oleh pembeli yang merasa barangnya tidak sesuai dengan pesanan memang menjadi viral beberapa waktu terakhir. Kasus yang terjadi di Ciputat ini menjadi perhatian banyak orang seiring dengan makin banyaknya kasus-kasus serupa.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap kurirnya, SiCepat Ekspres pun langsung melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.
Pelaku yang belakangan diketahui berinisial MDS diancam dengan pidana pemerasan dengan pengancaman yang diatur dalam Pasal 368 KUHP jo Pasal 2 Ayat 1 UU 2012 tentang Undang-Undang Darurat
“Kami telah buat laporan kepolisian di Polsek Ciputat Timur dengan nomor LP 280/V/2021 tertanggal 26 Mei 2021 jam 01.00 pagi. Itu yang diduga sebagai terlapor atas nama MDS,” terang perwakilan tim pengacara SiCepat, Wardaniman Larosa kepada wartawan seperti dikutip dari Kompas.
Polsek Ciputat Timur menyatakan bahwa pelaku pengancaman kurir SiCepat menggunakan pedang samurai itu sudah diamankan oleh tim Buser Polsek Ciputat Timur. sementara itu, pihak SiCepat Ekspres pun menyatakan akan mengawal dengan serius kasus ini. Mereka bahkan sudah menyatakan menolak jalur mediasi.
SiCepat Ekspres juga mendorong pihak kepolisian untuk mengusut kasus penipuan ini, termasuk menindak penjual yang memang nakal yang tidak mengirimkan barang sesuai dengan spesifikasi yang mereka promosikan.
Setelah dilakukan penyelidikan, pihak kepolisian akhirnya menetapkan MDS sebagai tersangka dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun.
Langkah yang diambil oleh SiCepat ini tentu sangat layak menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan ekspedisi lainnya. Hal tersebut bisa menjadi bentuk keseriusan pihak ekspedisi utamanya dalam melindungi para kurir yang memang punya potensi menjadi korban ujaran buruk dan ancaman kekerasan dari para pembeli yang menggunakan sistem COD.
Tak bisa dimungkiri, di tengah iklim COD belakangan ini, kurir bakal banyak dirugikan, utamanya jika transaksi pengirimannya melibatkan penjual yang licik dan pembeli yang bodoh lagi emosional.
Sengkarut masalah COD ini memang tak ubahnya seperti mata rantai panjang yang perbaikannya membutuhkan kerjasama banyak pihak. Ya penjualnya, ya pembelinya, ya marketplacenya, ya ekspedisinya.
Jalan untuk mencapai kesadaran masyarakat yang tinggi dan bisa melahirkan transaksi COD yang aman dan nyaman tentu masih sangat panjang. Dan, apa yang dilakukan oleh SiCepat Ekspres dengan memolisikan pelaku pengancaman dengan kekerasan terhadap kurirnya itu adalah langkah awal sederhana untuk menuju jalan yang panjang itu.
BACA JUGA Jakarta Memang Keras, dan Itu Membuat Saya Tak Berani Bekerja di Sana dan artikel AGUS MULYADI lainnya.