Ketika Merasa 'I Don't Belong Anywhere', Apa yang Harus Kulakukan? - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Pojokan

Ketika Merasa ‘I Don’t Belong Anywhere’, Apa yang Harus Kulakukan?

Nia Lavinia oleh Nia Lavinia
25 Januari 2020
0
A A
misfit i dont belong anywhere sendirian introvert overthinking kesepian tidak cocok dengan siapa pun di mana pun mojok.co

misfit i dont belong anywhere sendirian introvert overthinking kesepian tidak cocok dengan siapa pun di mana pun mojok.co

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Perasaan I don’t belong anywhere ini sungguh menyiksa dan menyakitkan. Setiap hari kita akan mencari apa yang salah dan apa yang hilang dalam hidup kita sehingga kita merasa berjarak dari sekitar.

Seorang teman pernah bercerita kepada saya tentang dirinya yang merasa berbeda dari kebanyakan orang. Gara-gara itu, dia merasa tidak pernah dimengerti dan tidak diterima oleh orang-orang di sekitarnya.

“Aku tuh kayaknya lahir di waktu yang keliru, atau malah di planet yang salah. Selama ini, supaya diterima aku cuma bisa pura-pura suka apa yang orang lain suka. Sebisa mungkin meniru orang lain untuk bisa disebut normal. Soalnya kalau aku jadi diriku, aku pasti dianggap aneh, freak”, gitu katanya.

Secara psikologis semua orang pernah merasakan perasaan seperti ini. Entah itu karena punya selera, pendapat, hingga kepercayaan yang berbeda dari kebanyakan orang. Perbedaan ini membuat seseorang menjadi tidak satu “frekuensi” dengan orang-orang di lingkungannya. Lalu merasa tidak “normal” dan tidak pernah dimengerti oleh orang lain. Perasaan I don’t belong anywhere seperti ini disebut “misfit”

Menjadi seseorang yang misfit jelas sungguh menyiksa dan menyakitkan. Setiap hari kita akan mencari apa yang salah dan apa yang hilang dalam hidup kita sehingga kita merasa berjarak dari sekitar padahal kita tuh pengin sekali dirangkul dan diterima kayak orang lain. Hiks.

Baca Juga:

Zahwa Islami: Ngobrol dengan Psikolog tentang Hidup yang Fafifu Wasweswos!

Psikologi Bukan Ilmu Dukun, Jangan Seenaknya Minta Dibaca-baca

Anak Muda yang Mencoba Melewati Belenggu Quarter Life Crisis 

Oh iya, ada alasan logis kenapa kita selalu ingin diterima seperti itu, lho. Ini semua berawal dari jaman nenek moyangnya nenek moyang hidup, Insting kesukuan mereka adalah sesuatu yang sangat kuat karena kalau nggak menjadi bagian dari suatu suku (dibuang, ditinggalkan), artinya adalah kematian.

Seseorang yang hidup sendirian di hutan tahun 50.000 sebelum masehi akan menjalani kehidupan seperti neraka ketika harus melakukan semua hal: memburu-mengumpulkan makanan-membuat api-memasak-berpindah tempat sendirian. Kalau misal dia entah bagaimana bisa bertahan dalam beberapa waktu dengan itu semua, dia tetap akan jadi target mudah untuk hewan predator atau suku lain yang pengin ngebegal harta bendanya.

Lalu, meskipun si manusia puba ini ternyata kuat sekali hingga berhasil selamat dari ancaman itu semua, dia akan tetap mati. Karena apa? Ya, karena kesepian. Kesepian tuh yaa, lebih menyakitkan dari mati dimakan hewan purba, tauuu!


Artinya, karena manusia purba masa itu tidak bisa hidup sendirian, mereka nggak punya pilihan lain selain menggantungkan hidupnya kepada sukunya.

Kebanyakan dari kita (hah, kita?) mungkin masih beruntung karena merasa misfit gara-gara sesuatu yang minor seperti “hanya” punya perbedaan soal selera. Perbedaan jenis ini masih bisa dikompromi karena tidak akan menyakiti siapa-siapa.

Yang jadi dilema adalah, jika kita merasa misfit karena punya pendapat atau bahkan kepercayaan yang berbeda. Misfit jenis ini bukan hanya membuat orang merasa berjarak dengan lingkungannya, baik itu dengan keluarga, atau teman; tapi juga dengan kenyataan.

Penyebab itu semua adalah, sejak lahir, kita sudah diikat oleh berbagai aturan dan norma yang dibentuk oleh lingkungan kita (keluarga dan masyarakat). Dan entah kenapa kita berkewajiban mengikuti itu semua.

Saat kita tumbuh, kita menyaksikan orang-orang yang tunduk patuh, tidak pernah mempertanyakan apa-apa ini lah yang menyatu dan jadi bagian dari masyarakat.

Ketika kita jadi satu-satunya orang yang merasa ada sesuatu yang salah soal itu. Dan menanyakan “kenapa?”, kenapa harus melakukan A, kenapa tidak boleh B. Tidak pernah ada yang bisa menjelaskan jawabannya kepada kita karena satu-satunya penjelasan yang mereka punya adalah, “semua orang melakukan itu, jadi lakukan sajalah”.

Kalau kita rebel malah melakukan B, kitalah yang salah. Kita akan dianggap menista. Lalu dijauhi dari lingkungan karena dianggap sumber kekacauan karena tidak seharusnya kepercayaan dan keyakinan–sesuatu yang jelas sangat tabu, dibawa ke ranah perdebatan.

Urusan kepercayaan dan keyakinan ini sifatnya zero-sum. Hitam-putih. Salah-benarnya tidak bisa ditawar-tawar. Kalau kamu yang beda, kamu yang salah. Karena kamilah yang “sudah pasti benar”. Tidak akan pernah ada kompromi soal hal ini.

Ketika orang sudah mempertanyakan itu, secara otomatis dia akan menginterogasi kembali apa yang percayai. Dia lalu meragukan segalanya, dan masuk ke dalam lubang krisis eksistensial. Kalau sudah gitu, yang akan dia lakukan hanya mencari dan terus mencari tempat yang bisa menerima kepercayaan dan keyakinan yang dia punya.

Yah, nggak semua orang mengalami perjalanan misfit yang seperti itu. Umumnya, itu hanya terjadi kepada filsuf atau pemikir-pemikir revolusioner yang selama ini pernah hidup.

Kalau kita sih, misfit-nya masih level ecek-ecek. Saya misalnya, kadang suka ngerasa misfit di Mojok karena di sini tuh ya ampuun, receh sekaliii. Padahal saya lebih suka berdiskusi tentang yang ndakik-ndakik.

Tapi ya nggak apa-apa, selama bisa dikompromikan–antara saya mengalah jadi receh juga, atau mereka mau nggak mau harus dengerin ocehan ndakik-ndakik saya. Tidak ada di antara kami yang harus berubah. Saya masih boleh menjadi diri sendiri.


Meskipun ya kadang-kadang saya tetap berharap dunia pararel itu betulan ada. Dunia di mana saya bisa membicarakan pemikiran neo-marxis sambil ketawa-ketawa bersama mereka.

Yang penting untuk dipahami adalah, tetaplah menjadi diri sendiri. Kalau kamu merasa “I don’t belong to anywhere” karena misfit di lingkungan yang tidak menerima dirimu, dan mau bagaimanapun usaha yang kamu lakukan dan kamu masih merasa tidak cocok dengan mereka, mungkin sudah saatnya kamu harus cari lingkungan baru.

Tapi kalau tidak mau pergi, kamu mungkin harus lebih keras mengkomunikasikan apa yang kamu inginkan jadinya, orang lain di sekitarmu bisa lebih mengerti kamu.

Yang jelas, kalau kata Nora Roberts, kita lah yang paling mengerti diri kita sendiri. Jadi, selama kita nggak mengejar apa yang kita inginkan, sampai kapan pun, kita nggak akan pernah memilikinya. Kalau kita nggak pernah nanya, jawaban yang kita dapat adalah “tidak”. Dan kalau kita nggak melangkah maju, mau sampai Indonesia bebas korupsi (yang kemungkinan membutuhkan waktu setidaknya 29.085 tahun) kita akan selalu berada di tempat yang sama.

BACA JUGA Alasan Kenapa Kita Harus Berhenti Mikirin Pendapat Orang Lain atau artikel lainnya di POJOKAN.

Tags: i don't belong anywheremisfitpsikologi
Nia Lavinia

Nia Lavinia

Mahasiswa S2 Kajian Terorisme, Universitas Indonesia.

Artikel Terkait

Zahwa Islami: Ngobrol dengan Psikolog tentang Hidup yang Fafifu Wasweswos!

Zahwa Islami: Ngobrol dengan Psikolog tentang Hidup yang Fafifu Wasweswos!

1 Agustus 2022
Psikologi Bukan Ilmu Dukun, Jangan Seenaknya Minta Dibaca-baca

Psikologi Bukan Ilmu Dukun, Jangan Seenaknya Minta Dibaca-baca

19 Desember 2021
Melewati Quarter Life Crisis

Anak Muda yang Mencoba Melewati Belenggu Quarter Life Crisis 

25 Juni 2021
Sun Visor Mobil Plastiknya Nggak Dicopot tuh Biar Apaaa?

Pengajian Akhlak di Drakor ‘Hospital Playlist’ dari Tinjauan Psikologi

9 Mei 2021
kata panggilan nggak jadi illfeel sama fiki naki yang memanggil dirinya sendiri pakai nama kebiasaan di riau pekanbaru minang sopan santun budaya mojok.co

Nggak Jadi Illfeel sama Fiki Naki yang Manggil Dirinya Sendiri Pakai Nama

27 Februari 2021
Yang Tak Kita Ketahui dari Orang yang Tidak Pernah Marah mojok.co

Yang Tak Kita Ketahui dari Orang yang Tidak Pernah Marah

25 Februari 2021
Pos Selanjutnya
obat asam lambung bahaya asam lambung cara menurunkan asam lambung mojok.co

Cara Menurunkan Asam Lambung, Penyakit Langganan yang Kalau Dibiarkan Bisa Jadi Kanker

Komentar post

Terpopuler Sepekan

misfit i dont belong anywhere sendirian introvert overthinking kesepian tidak cocok dengan siapa pun di mana pun mojok.co

Ketika Merasa ‘I Don’t Belong Anywhere’, Apa yang Harus Kulakukan?

25 Januari 2020
Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie MOJOK.CO

Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie

14 Agustus 2022
Kereta Cepat Jakarta Bandung: Ketika Jokowi dan Indonesia (Hampir) Tak Punya Daya Tawar MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung: Ketika Jokowi dan Indonesia (Hampir) Tak Punya Daya Tawar

15 Agustus 2022
Trauma yang Tersimpan di Kota Tangerang MOJOK.CO

Trauma yang Tersimpan di Kota Tangerang (Bagian 1)

18 Agustus 2022
kadisdikpora diy mojok.co

Rekomendasi Satgas Selesai, Kepsek dan Tiga Guru SMAN 1 Banguntapan Disanksi Ringan 

18 Agustus 2022
Es Putr Pak Sumijan Lasem

Warung Es Puter Pak Sumijan Lasem: Kemewahan di Balik Uang Rp5 Ribu

15 Agustus 2022
ujian praktik SIM C

Cerita dari Peserta Ujian Praktik SIM yang Gagal, tapi Terus Mencoba

13 Agustus 2022

Terbaru

ori diy mojok.co

Soal Sanksi Ringan Kasus Jilbab di SMAN 1 Banguntapan, Ini Catatan ORI DIY

20 Agustus 2022
kebocoran data mojok.co

Kebocoran Data Pribadi Terjadi Lagi, Pakar Sebut Hal Ini Perlu Diperbaiki

20 Agustus 2022
bawaslu diy mojok.co

Parpol Catut Tiga Nama Anggota Bawaslu dan ASN di DIY 

20 Agustus 2022
pelajar dan mahasiswa mojok.co

Terancam Tak Ikut Pemilu 2024, KPU RI Minta Pemda DIY Identifikasi Pelajar dan Mahasiswa

19 Agustus 2022
Asmoe Tjiptodarsono: Sumbangsih BTI dan PKI dalam Membangun Dunia Tani

Asmoe Tjiptodarsono: Sumbangsih BTI dan PKI dalam Membangun Dunia Tani

19 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In