Kemnaker, Drama Pegawai Tetap vs Magang Itu Konten Jahat

Kemnaker, stigma itu berbahaya, lho. Konten pegawai tetap vs anak magang itu berbahaya untuk nama baik.

Kemnaker, Drama Pegawai Tetap vs Magang Itu Konten Jahat MOJOK.CO

Kemnaker, Drama Pegawai Tetap vs Magang Itu Konten Jahat MOJOK.CO

MOJOK.COHalo Kemnaker, konten TikTok pegawai tetap vs anak magang itu jahat banget, lho. Ingat, ada nama baik sebuah brand yang menempel di sebuah konten.

Saya harus sampai mengunduh TikTok hanya untuk mengintip akun resmi Kemnaker. Setelah scroll beberapa kali, sebetulnya konten yang dibuat para pegawai tetap (kayaknya) masih wajar saja. Konten mereka ringan, berisi dinamika dunia kerja yang jamak ditemui.

Saya sampai harus mengunduh TikTok. Hanya untuk membandingkan beberapa konten Kemnaker yang masih terbilang wajar dengan satu konten yang jahat banget. Kontennya kayak gini:

@kemnakerSiapa nih Rekanaker yang pernah merasa tersaingi sama anak magang? Jangan khawatir.. Semua sudah punya tupoksi masing-masing. Buat Rekanaker yang lagi magang, tetap kerja dengan maksimal ya 😊♬ original sound – Kementerian Ketenagakerjaan

Saya nggak tahu proses kreatif di belakang konten ini. Namun, membenturkan pegawai tetap dengan anak magang itu jahat. Nggak sensitif dengan penderitaan anak magang yang ramai di media sosial beberapa waktu yang lalu.

Salah satu kesulitan mahasiswa magang yang sempat ramai adalah kewajiban masuk kantor di tengah pandemi. Rasa takut tertular Covid-19 kerap tidak diperhatikan perusahaan swasta atau plat merah yang membuka lowongan magang.

Selain itu, mahasiswa magang menyandang status tidak diupah, lagi-lagi karena alasan pandemi. Lantaran harus WFH, kantor tidak mau memberikan jatah uang makan atau ganti kuota. Padahal, mahasiswa magang harus siap meliput konferensi yang bisa berjam-jam, misalnya.

Dear Kemnaker, salah satu masalah klasik dari status ini adalah mereka menjadi seperti pesuruh saja bagi pegawai tetap. Misalnya disuruh untuk fotokopi, membawakan berkas, bikin kopi, sampai beliin nasi bungkus. Pegawai tetap jadi malas bergerak dan memperlakukan anak magang tidak seperti seharusnya.

Kemnaker yang budiman, kondisi ini membuat banyak anak magang tidak bisa “bekerja” secara maksimal. Banyak dari mereka yang cuma hadir demi absensi dan memenuhi syarat lulus saja. Akhirnya, tidak ada ilmu yang didapat. Waktu yang sudah mereka luangkan jadi sia-sia.

Melihat kondisi seperti ini, kok ya ndilalah, konten TikTok Kemnaker mampir di timeline Twitter saya. Kementerian yang seharusya memberikan perlindungan kepada semua “pekerja”, nggak cuma pegawai tetap, tapi juga anak magang, malah membenturkan keduanya.

Tahukah Anda, kreator konten TikTok Kemnaker, satu konten itu bisa membuat persepsi masyarakat kepada kalian menjadi sangat negatif. Konten tersebut seperti “menghakimi” kalau anak magang itu punya agenda jahat, yaitu merebut tempat pegawai tetap.

Kadang ya, anak magang sudah capek dengan tugas yang melebihi status. Mereka udah capek, mana sempat mikir mau menggeser pegawai tetap. Bisa dapat nilai A dan lulus mata kuliah magang saja sudah bagus. Kok ya masih dipersepsikan jahat seperti itu.

Saya coba “mengenakan sepatu” kreator konten TikTok Kemnaker. Lewat imajinasi singkat, saya membayangkan mereka menganggap konten tersebut sebagai sesuatu yang lucu. Ala-ala drama murahan dan menggambarkan kehidupan di sebuah perusahaan.

Padahal, persepsi seperti ini sangat jahat. Pertama, tidak semua pegawai tetap selalu curiga kepada “orang asing”. Kedua, anak magang (yang rajin) dipersepsikan jahat. Mau merebut pekerjaan. Dipikirnya status dan posisi pegawai tetap itu bisa diambil begitu saja.

Kemnaker justru seharusnya paling tahu bagaimana ribetnya memecat pegawai tetap demi memberikan posisi kepada anak magang. Harus mikir pesangon, citra di tengah masyarakat, dan nanti berpeluang diseret pegawai tetap ke ranah hukum karena pemecatan yang nggak jelas.

Di dalam konten jahat tersebut juga digambarkan seorang pegawai tetap punya “kuasa” untuk menentukan nasib anak magang. Hal ini memang benar. Namun, ekspresi dan kalimat yang digunakan kembali menggambarkan bahwa anak magang itu bisa diperlakukan seenak hati. Merasa terancam? Kasih nilai jelek saja. Begitu?

Dear Kemnaker, tahukah Anda, selama pandemi dari 2020 sampai pertengahan 2021 ada pertumbuhan 21 juta konsumen digital baru. Sebanyak 72 persen dari nilai pertumbuhan itu berasal dari daerah non-metropolitan. Artinya apa?

Artinya, pengguna media sosial semakin banyak. Dampaknya bagaimana? Sebuah konten, di platform mana saja, apalagi TikTok, jadi lebih mudah viral. Celakanya, saat ini, kata “viral” sudah lebih dekat dengan konotasi negatif. Jadi, sebuah konten bisa mengubah persepsi masyarakat akan sebuah brand.

Kembali ke awal tulisan saya di atas. Saya menemukan konten-konten TikTok Kemnaker sebetulnya wajar saja. Namun, berkat satu konten pegawai tetap vs anak magang ini, persepsi masyarakat kepada Anda berpotensi berubah (atau malah sudah) ketika nanti viral.

Kemnaker, beberapa pegawai tetap Anda, kan, berstatus PNS. Anda juga seharusnya tahu bahwa status PNS ini negatif di mata sebagian masyarakat Indonesia. Konten itu berpeluang menambah tumpukan stigma negatif kepada PNS.

“Kok pegawai tetap yang statusnya PNS gitu banget ya sama anak magang. Sudah kerjanya enak, dapat tunjangan, dapat uang pensiun, sulit banget dipecat, udah kerja enak di Kementerian, malah julid sama magang.”

Jangan salah, kalimat di atas sudah bisa Anda temukan di media sosial. Dear Kemnaker, stigma itu bisa dengan mudah lahir, tapi sulit untuk dimatikan. Bahkan ketika mereka yang tertempel stigma sudah melakukan rebranding dan memperbaiki diri secara radikal.

Saran saya, Kemnaker sewa tenaga social media specialist, deh. Terus kerja sama dengan creator content yang peka dengan dinamika saat ini. Tujuannya ya untuk mencegah lahirnya konten-konten jahat yang bisa berpengaruh kepada nama baik sebuah brand.

Ingat, memperbaiki nama baik itu mahal banget. Celakanya, sudah keluar banyak uang demi memoles nama baik, masih tidak ada jaminan usaha itu akan berhasil. Ingat kata dokter, dong. Lebih baik (murah) mencegah, ketimbang mengobati.

BACA JUGA Balada Anak Magang di Perkantoran dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version