Awalnya saya mengenal Ibu Ratna Sarumpaet adalah seorang seniman yang bergelut di bidang teater dan ibu dari artis idola saya Atiqa Hasiholan. Eh, ternyata selain bergelut di dunia teater Bu Ratna juga seorang aktivis, walau belakangan sepertinya beliau mau balik lagi ke dunia teater dengan aktingnya yang menawan—tapi gagal.
Semua bermula ketika Bu Ratna Sarumpaet mengaku ke beberapa politisi bahwa dirinya telah dianiaya oleh orang tak dikenal usai mendatangi konferensi di Bandung. Di benak saya awalnya, “Wah, berbahaya sekali kalau perempuan jadi aktivis, bisa rentan dianiaya begitu ya?” Menurut pengakuannya Bu Ratna mengalami penganiayaan sudah sedari tanggal 21 September lalu.
Pada awalnya nih saya masih positive thinking sama Ibu Ratna Sarumpaet, mungkin karena beliau adalah seorang public figure makanya beliau menunda lapor karena takut bikin heboh di media.
Tapi kisah itu malah diceritakan ke beberapa politisi. Beberapa di antaranya Fadli Zon, Amien Rais, dan Prabowo Subianto. Netizen heboh. Beberapa langsung menuduh bahwa ini adalah aksi “balas dendam” karena Bu Ratna terlalu vokal mengritik pemerintahan Jokowi. Beberapa yang lain memilih menunggu, karena ada banyak ketidaksinkronan dari pengakuan Bu Ratna—yang disampaikan beberapa politisi ke publik.
Herannya, ketika semua media mem-blow up kasus ini, berikut dengan komentar-komentar para politisi—sehingga membuat kasus ini jadi terkesan politis, Bu Ratna yang saya kenal begitu vokal tersebut malah semakin misterius keberadaannya. Sampai kemudian Bu Ratna mengaku bahwa dirinya berbohong pada konferensi pers.
Aduh, kenapa lho Ibu harus berbohong?
Seketika pandangan saya tentang Bu Ratna Sarumpaet jadi runtuh, ternyata Bu Ratna tidak sekeren yang saya kira. Awalnya saya miris sekali melihat penganiayaan terhadap Ibu Ratna dan ingin membelanya, tak peduli Bu Ratna ada di kubu mana dan dekat dengan siapa.
Setelah dipikir-pikir lagi tindakan Ibu Ratna yang mengejutkan ini menimbulkan beberapa trauma nggak sih? Jujur ya saya sekarang merasa seperti kena prank dari seorang public figure. Dan hasilnya lucu sih lucu sampai bikin pengen ngomong: Apaan sih, Bu? Nggak lucu kale?
Ya gimana, seorang public figure yang terkenal diikuti banyak orang kok ya bohong dan malah mengaku sebagai produsen hoax. Huvt.
Kalau ada yang paling kesal dengan kejadian ini, ya tentu saja pihak kepolisian. Sudah dituduh tidak netral belakangan ini, lalu ditekan oleh beberapa politisi untuk mengusut kasus yang ternyata prank ala Bu Ratna ini. Lalu sampai serius usut kasus ini dari ujung ke ujung, eh ternyata cuma kena social-experiment.
Meski begitu, sebagai sesama perempuan, saya paham apa yang dirasakan Bu Ratna. Barangkali Bu Ratna sedang bingung saat itu. Pulang ke rumah dengan muka yang lebam-lebam ya pasti membuat anak-anak di rumah bertanya-tanya. Memang itu akan membuat anak-anak bertanya-tanya, tapi yang saya herankan kenapa beliau harus berbohong? Berbohong dipukuli pula, bukannya itu malah membuat anak-anaknya tambah panik?
Mungkin kebohongan yang diciptakan oleh Ibu Ratna karena gengsi. Gengsi kalau harus mengakui habis sedot lemak tapi malah jadi lebam-lebam. Jadi seperti program gagal gitu, sebagai perempuan saya juga pernah mengalami seperti itu. Karena salah facial hidung saya jadi lebam juga ditanya sama teman-teman saya bilang itu gara-gara kejeduk. Jadi kasusnya nggak karena facial, kalau mengaku karena facial pasti di-bully sudah sama teman-teman.
Karena masalah fisik seringkali jadi bahan bully-an. Bisa jadi Bu Ratna malu kalau ditanya kenapa mukanya bengkak begitu, lalu jawab jujur, “Habis operasi plastik.” Bisa jadi dalam pikiran Bu Ratna, lebih baik menjaga harga dirinya sebagai perempuan kalau bilang, “Habis dipukulin.” Kesan heroik muncul, meski jelas hal ini juga tidak bisa dibenarkan begitu saja.
Sebagai perempuan, tubuh menjadi penting untuk dirawat. Mungkin Bu Ratna merasakan hal seperti itu, melindungi diri dari bully-an dengan kebohongan. Takut kalau-kalau dirinya ditertawakan oleh anaknya sendiri atau kenalan-kenalannya lalu dibilang aneh-aneh.
Hal seperti itu (baca: operasi plastik) sakit lho itu buat perempuan karena bisa dibilang tidak percaya diri sama penampilannya sendiri. Apalagi jika ada peluang hal “memalukan” seperti itu bisa dibalik jadi sesuatu yang hebat karena dianggap sebagai perempuan yang kuat dan tahan banting—karena habis dipukuli. Biar kayak Wonder Woman gitu bikin drama kalau dia dipukuli kan jadi terlihat kalau Bu Ratna jadi kuat.
Bisa jadi hal ini tidak akan jadi persoalan besar kalau Bu Ratna hanya berbohong ke keluarganya sendiri dan berkata; “Nggak usah diomongin ke siapa-siapa ya?” Meski itu jelas kebohongan, tapi sifatnya yang privat tidak akan jadi masalah yang besar seperti sekarang. Celakanya, Bu Ratna malah cerita ke para politisi yang sedang sibuk-sibuknya membangun citra sekaligus meruntuhkan citra lawan politiknya.
Jika Fadli Zon bisa menahan diri barang sebentar untuk tidak mengumbar persoalan ini ke publik, sambil mengecek kebenaran kabar ini. Masalah yang malah menghancurkan citra kubu oposisi ini tidak akan terjadi, dan jelas tulisan yang sedang kamu baca ini tidak akan pernah ada.
Kasus hoax Bu Ratna Sarumpaet ini jadi bukti kalau gengsi adalah hal yang sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.