Ketika Wak Kadirun Marah - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Esai Kepala Suku

Ketika Wak Kadirun Marah

Puthut EA oleh Puthut EA
3 Oktober 2018
0
A A
KEPALA SUKU-MOJOK

KEPALA SUKU-MOJOK

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Sudah dua minggu Wak Kadirun tidak ke masjid. Dia pergi menjenguk keluarganya di daerah Lamongan. Begitu pulang, dan mau salat Ashar di masjid, sepasang matanya tampak melotot.

“Fud, siapa yang memasang pengumuman itu?” tanya laki-laki berusia 50-an tahun yang terkenal lugas dan tegas itu.

Mahfud, si ketua remaja masjid, nggregeli. Dia tahu betul watak Wak Kadirun. “Saya yang memasang, Wak…”

“Copot.”

Mahfud ragu. Dia serba salah. Dua temannya lain, juga tampak pucat. “Copot, kubilang…” suara Wak Kadirun pelan tapi bergetar seperti suara petasan bumbung.

Baca Juga:

Masjid Jami’ Tegalsari, Tempat Berguru Pakubuwono II dan Ronggowarsito

Pak Kasur tentang Anak-anak yang Kekurangan Hiburan

Masjid Pathok Negara Plosokuning dan Megaproyek Keraton Jogja di Masa HB I

Mahfud akhirnya bangkit, lalu mencopot kertas bertuliskan: “Anak kecil dilarang salat Jumat di masjid.”

“Wak…” Mahfud melipat kertas itu, lalu menggulungkan ke Wak Kadirun. “Ini kesepakatan warga masjid, Wak. Jadi baiknya, diobrolin.”

“Ya. Kumpulkan semua habis Isya’ nanti,” ucap Wak Kadirun dengan dingin. “Sudah, ayo salat Ashar…”

Malamnya, sehabis jamaah salat Isya’, berkumpul sekira 20-an orang di beranda masjid. Ada para pengurus masjid, para imam, remaja masjid, dan beberapa orang yang dituakan. Keadaan agak tegang.

Mahfud kemudian membuka suara, memaparkan apa yang terjadi sore harinya. Dia memberi penekanan agar masalah ini dibicarakan baik-baik, dan tidak menjadi polemik yang berlarut-larut.

Haji Hambali, salah satu donatur masjid, bersuara. “Wak Kadirun, kamu tidak bisa sembarangan seperti itu. Ini hasil kesepakatan semua pihak.”

“Ya, Wak.” Kali ini Yai Murtado yang ngegongi. “Anak-anak itu sudah cenderung mengganggu kekhusyukan jamaah salat Jumat. Mereka teriak-teriak. Ramai. Lari ke sana ke mari.”

“Jamaah pada protes, Wak. Kita harus akomodir protes mereka,” suara dari Pak Toyib, Guru Agama di SD kampung itu, ikut nimbrung.

Wak Kadirun diam. Sepasang matanya yang tajam beredar. Orang-orang merasa tidak jenak. “Sudah? Ada yang mau komentar lagi?”

Orang-orang diam. Tapi diam mereka bukan berarti takut. Mereka siap mendebat Wak Kadirun.

“Pertama, coba aku pengin tahu, ada tidak riwayat dari Kanjeng Nabi yang tidak memperbolehkan anak-anak di masjid?”

“Lha kan semua tidak harus ada dalilnya, Wak?” Mahfud mulai menyerang.

“Aku tahu. Tapi aku tanya hal ini dulu. Hal yang biasanya dipakai untuk landasan perdebatan,” sahut Wak Kadirun cepat.

Orang-orang tampak berpikir keras. “Pernah dengan riwayat Kanjeng Nabi yang salat dengan hati-hati karena kedua cucunya, Hasan dan Husein, sedang bergelayut dan minta dimanja Sang Kakek?”

“Kita kan bukan Kanjeng Nabi, Wak…” kali ini Anas, wakil ketua remaja masjid yang membantah.

“Lha itu semua tahu! Kita memang bukan Kanjeng Nabi! Ngomong kok gak ada artinya…” Suara Wak Kadirun menggelegar.

“Bahwa dua hal itu mestinya sudah cukup memberi tahu kepada kita bahwa anak-anak itu ya tidak apa-apa di masjid. Bagus. Merekalah penerus kita. Lebih baik mereka berlarian dan bermain di masjid daripada berlarian dan bermain di jalanan….”

“Dan namanya anak-anak, sudah sunatullah kerjanya bermain-main. Apa yang salah? Ibadah anak-anak ya bermain. Kalau ada anak-anak sudah salat khusyuk itu malah nganeh-anehi. Nggak masuk akal…”

Orang-orang saling berpandangan. Siap membantah. Tapi sebelum ada salah satu yang bersuara, Wak Kadirun kembali berkata, “Siapa yang merasa kekhusyukannya terganggu karena polah anak-anak kecil itu?”

Semua orang mengangkat tangan.

“Benar?” tantang Wak Kadirun.

“Ya, Wak!” Hampir berbarengan mereka bersuara.

“Kalau anak-anak kecil itu sudah tidak lagi salat Jumat di masjid, siapa yang bisa menjamin salat kalian jadi khusyuk?”

Orang-orang kembali berpandangan. Mereka tampak ragu…

“Ayo, acungkan tangan bagi yang yakin kalau anak-anak itu nggak ada di masjid kemudian salatmu jadi khusyuk. Ayo, mana orangnya?”

Kembali orang-orang celingukan. Beberapa akan mengangkat tangan, tapi segera mengurungkan.

“Kalian ini punya kebiasaan menyalahkan orang. Tidak khusyuk itu persoalan di dalam dirimu. Kalau memang salatmu khusyuk ya khusyuk saja. Tidak khusyuk kok yang disalahkan anak-anak kecil…”

“Kalian berusaha khusyuk itu baik. Anak-anak di masjid itu baik. Mereka bercanda di masjid juga baik, namanya juga anak kecil…

“Memangnya kalian waktu kecil gak bercanda di masjid? Kamu, Muf, Nas, memangnya kalian waktu kecil nggak mbeling apa waktu di masjid?”

Mahfud dan Anas langsung menundukkan kepala.

“Lha wong kelakuan kalian waktu kecil juga begitu, kok sekarang hobi nyalahin anak kecil. Jadi orang itu mbok jangan berlebihan. Mestinya kalian bersyukur, anak-anak kecil itu mau di masjid. Dikasih tahu pelan-pelan. Dididik yang baik. Main larang saja. Kayak sudah paling benar saja!”

Habis berkata begitu, Wak Kadirun bangkit. Lalu dia berkata, “Masih mau dilarang lagi anak-anak salat Jumat di masjid?”

Kembali orang-orang saling berpandangan. Tapi kemudian menundukkan kepala.

“Masjid itu rumah Allah. Siapa saja boleh datang di sini. Termasuk anak-anak. Dan anak-anak punya dunianya sendiri. Allah yang menciptakan mereka. Jangan bikin larangan yang aneh-aneh. Larangan yang malah bisa bikin Allah murka.”

Wak Kadirun lalu pergi, keluar dari masjid. Mampir ke salah satu warung kopi. Pesan nasi goreng pedas kesukaannya dan segelas kopi. Sambil jedal-jedul ngudud dengan tenang.

Terakhir diperbarui pada 3 Oktober 2018 oleh

Tags: anak-anakasharberanda masjidHasanHuseinisya'Kanjeng NabikhusyukMasjidnabi muhammadsalatsalat jumatwak kadirun
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Masjid Jam'i tempat pakubowono dan ronggowarsito belajar

Masjid Jami’ Tegalsari, Tempat Berguru Pakubuwono II dan Ronggowarsito

5 Mei 2022
Pak Kasur dan anak-anak

Pak Kasur tentang Anak-anak yang Kekurangan Hiburan

28 April 2022
masjid pathok negara plosokuning mojok.co

Masjid Pathok Negara Plosokuning dan Megaproyek Keraton Jogja di Masa HB I

27 April 2022
masjid pathok negara babadan kauman mojok.co

Masjid Pathok Negara Babadan Kauman, Tempat Pasukan Diponegoro Latihan Perang

22 April 2022
masjid al abror mojok.co

Masjid Al Abror Sidoarjo, Didirikan Ulama yang Selamat dari Pembantaian Plered

16 April 2022
alquran mojok.co

Al-Quran Tulisan Tangan Berusia 200 Tahun, Saksi Penyebaran Islam di Gunungkidul

28 Maret 2022
Pos Selanjutnya
penghasilan edy rahmayadi

Menghitung Penghasilan Edy Rahmayadi, Gubernur Sumatera Utara Merangkap Ketua PSSI

Komentar post

Terpopuler Sepekan

KEPALA SUKU-MOJOK

Ketika Wak Kadirun Marah

3 Oktober 2018
Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan MOJOK.CO

Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan

26 Mei 2022
Sinar Mandiri melaju di Pantura MOJOK.CO

Melintasi Pantura Bersama Roda Lusuh Bus Sinar Mandiri

21 Mei 2022
makam giriloyo mojok.co

Makam Giriloyo, Rumah Peristirahatan Terakhir Sultan Agung yang Dibatalkan

26 Mei 2022
Rumah milik Mbah Ngadiyo yang jadi tempat syuting KKN di Desa Penari

Cerita Sebenarnya di Rumah Tempat Syuting Film KKN di Desa Penari

25 Mei 2022
mie ayam om karman mojok.co

Mie Ayam Om Karman, Filosofi Meja Terisi, dan Semangat Perantau Wonogiri

22 Mei 2022
gelanggang mahasiswa ugm mojok.co

UGM akan Bangun GIK, Pengganti Gelanggang Mahasiswa

24 Mei 2022

Terbaru

Sungai Aare, Swiss untuk berenang

Orang Swiss Suka Hanyutkan Diri di Sungai pada Musim Panas

29 Mei 2022
buya syafii maarif mojok.co

Melepas Kepergian Buya

28 Mei 2022

Jokowi: Buya Syafii Maarif Sosok yang Menyuarakan Toleransi 

27 Mei 2022
Buya Syafii Maarif

Haedar Nashir Sempat Menemui, Buya Syafii Maarif Ditangani Tim Dokter Kepresidenan

27 Mei 2022
Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

27 Mei 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In