MOJOK.CO – Gara-gara perkara hak cipta karya kreatif, Awkarin melakukan blunder pertamanya sejak ia mengukuhkan diri sebagai aktivis baru yang disayangi netizen. Hukum rimba Internet memang kejam.
Seorang ilustrator bernama Nadiyah membuat cuitan terkait tindakan Awkarin tempo dulu. Awkarin kerap asal comot karya orang tanpa cantumkan kredit. Lantas Awkarin tersinggung berat dan mengancam akan menggugat Nadiyah.
Ditekan oleh seorang pahlawan bertopeng yang menunggang kuda (yang kudanya juga bertopeng), Nadiyah melambaikan tangan dan menghapus cuitannya. Nadiyah memilih jalan damai setelah diancam akan digugat secara hukum oleh selebgram yang dulunya bergaya SWAG itu.
Walau dalam thread penjelasannya Karin bilang ia menyebut “lawyer” untuk memediasi pertemuannya dan Nadiya, teman Nadiya ada yang mengatakan DM Karin kepada Nadiya tak cuma menyebut lawyer, tapi juga pengadilan.
Kontan saja timeline Twitter geger. Sebagian warganet memilih berdiri di pihak Nadiyah yang terzalimi. Sebagian lagi masih setia membela Awkarin yang sekarang di bio Twitternya menyebut diri sebagai part time activist.
Oleh aktivis Budiman Sudjatmiko, Awkarin sempat dibandingkan dengan Tri Mumpuni sang pemberdaya listrik di lokasi-lokasi terpencil. Hanya saja, keduanya beda dimensi, antara esensi dan sensasi. Saat itu, banyak warganet yang membela aktivitas sosial Awkarin sebagai relawan dari tuduhan tebar sensasi belaka.
Namun, belakangan, orang-orang yang kemarin mengira ia sudah berubah (menjadi lebih baik dari citra bad influencer), sontak kecewa. Awkarin telah menunjukkan kekuatan aslinya dengan bawa-bawa lawyer ke urusan yang bisa diselesaikan dengan minum teh bareng. Ia telah memberi tahu semua orang bahwa isi kantongnya mampu menyewa pengacara.
Sebelumnya, Awkarin sudah menunjukkan tajinya dengan mengumumkan bahwa dirinya ingin menulis buku. Lantas ia meminta penerbit-penerbit untuk kirim portofolio ke email-nya.
Wow.
Pengaruh Awkarin menjadi pembeda di industri penerbitan. Biasanya penulis mengirimkan naskah bukunya ke penerbit, tapi ia merobek-robek sistem. Penerbit yang harus kirim portofolio ke Awkarin, barulah ia yang memilih mana penerbit yang layak menerbitkan bukunya. Seandainya ia menerbitkan buku di Buku Mojok, bisa jadi judulnya adalah 24 Jam Bersama Gaga Muhammad.
Ketika Awkarin benar-benar jadi penulis buku, ia akan sama hebatnya dengan Andrea Hirata. Jika penulis lain menerbitkan buku melalui penerbit, Andrea Hirata bisa “menerbitkan” penerbit dengan bukunya. Fenomena Laskar Pelangi bisa “membesarkan” penerbit kecil yang pada saat itu baru punya 5 karyawan dan 3 ekor ikan hias.
Nah, jika selama ini penerbit menerbitkan buku karya penulis, dengan adanya Awkarin, pola bisnis terbalik: penerbit yang terbit di tangan Awkarin.
Awkarin yang bawa-bawa lawyer untuk urusan karya ini mungkin memang ingin mengikuti jejak Andrea Hirata. Dulu pernah ada bloger yang menulis kritik untuk Laskar Pelangi terkait klaim penerbitannya yang go international. Lalu Andrea Hirata tak terima dan membawanya ke jalur hukum. Nah, ia yang baru berniat nerbitin buku, udah bawa-bawa pengacara, sudah jelas kekuatannya sebesar apa.
Di negeri yang penegakan hukumnya masih lemah ini, mengancam lawan debat dengan bawa-bawa pengacara hanya menunjukkan kesenjangan sosial semata. Bahwa orang yang mampu bayar pengacara berada di level superior dan tidak bisa sembarangan diganggu. Berinteraksi di internet menjadi tak asyik lagi sejak banyak orang memanfaatkan pasal karet.
Namun, kita harus ingat siapa Awkarin. Selebgram yang pernah menawarkan kolaborasi kepada EO dengan bayaran exposure alias publikasi via media sosial. Berharaplah ia menyewa lawyer dengan bayaran exposure juga. Terus, lawyer-nya nggak mau kerja dan menolak halus, “Exposure doesn’t pay the bills, Sis. Kalau cuma exposure sih kita-kita bisa nongkrong bareng Bang Hotman Paris di Kopi Joni.”
BACA JUGA 3 Jenis Teman yang Pasti Kamu Temui dalam Hidup atau komentar di rubrik POJOKAN lainnya.