MOJOK.CO – Mestinya saat ini pemerintah sedang kelimpungan. Kabut asap atas kebakaran hutan di Riau dan sekitarnya semakin parah, ditambah gugatan Malaysia bahwa karhutla di Indonesia sebabkan bencana kabut asap di Malaysia.
Kabut asap dari kebakaran hutan mengepung Provinsi Riau. Jarak pandang yang sebelumnya ada di radius 1 km, hari ini (13/09) makin berkurang di sejumlah tempat, menjadi tembus 300 meter saja. Kabut asap tersebut membuat langit menguning yang jelas bukan kuning ideal ala anak senja. Warna kuning di langit mengisyaratkan semakin pekatnya debu karhutla (kebakaran hutan dan lahan) di Riau.
Kita tahu kebakaran hutan telah menjadi rutinitas tahunan yang menyiksa, selingan sebelum bencana banjir giliran datang di musim hujan. Sayangnya, kebakaran hutan yang sudah berminggu-mingu terjadi di Sumatra dan Kalimantan direspons pemerintah biasa-biasa saja, tidak sepanik ketika Jakarta dilaporkan punya kualitas udara terburuk di dunia.
Selain tak tampak mengerahkan kekuatan penuh menghalau kebakaran hutan, pemerintah juga malah sibuk berdebat dengan Malaysia yang kini juga dilanda bencana kabut asap. Dua negara ini saling tuding hutan di wilayah siapa yang mempunyai titik kebakaran paling banyak.
Perseteruan itu mula-mula terjadi di level menteri, antara Menteri Energi, Teknologi, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim Malaysia Yeo Bee Yin versus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya. Siti tidak terima ketika Yeo Bee Yin menyebut kabut asap di Malaysia berasal dari karhutla di Indonesia. Sebab menurut data gerak angin yang dikumpulkan BMKG, tudingan itu tidak masuk akal. Yeo lalu menyidir Siti untuk berhenti menyangkal fakta bahwa kabut asap karhutla di Kalimantan dan Sumatera lah yang jelas-jelas mencemari udara Malaysia.
Dalam perkembangan terbaru, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad disebut siap-siap menyurati Presiden Jokowi untuk mengungkapkan kekhawatirannya terkait kabut asap ini. “Saya telah membahas hal ini dengan PM Mahathir dan dia setuju untuk menulis surat kepada Presiden Jokowi demi menarik perhatiannya terhadap masalah kabut asap lintas batas,” ujar Menteri Yeo, dikutip dari CNN Indonesia.
Perdebatan dua negara ini mengingatkan kita pada bencana kabut asap pada 2015. Dikutip dari Katadata, kebakaran hutan di Indonesia pada akhir Juni sampai Oktober 2015 menimbulkan kabut asap yang mengancam hubungan baik Indonesia Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dalam kurun waktu Januari-Agustus 2019 mencapai 328.724 hektare. Daerah terdampak paling luas adalah Provinsi Riau, mencapai 49.266 Ha (gabungan 40.533 Ha lahan gambut dan 8.713 Ha tanah mineral). Karhutla di tanah mineral yang terluas terdapat di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan luas 108.368 Ha.
Selain itu, karhutla yang luas juga terjadi di Kalimantan Tengah (44.769 Ha), Kalimantan Barat (25.900 Ha), Kalimantan Selatan (19.490 Ha), Sumatera Selatan (11.826 Ha), Jambi (11.022 Ha), Kalimantan Timur (6.715 Ha), dan Kepulauan Riau (5.621 Ha).
ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC), forum kerja sama regional antara badan meteorologi di Asia Tenggara, pada Kamis (05/09) lalu menyebut setidaknya ada 1.087 titik api di Kalimantan dan 306 titik api di Sumatera. Sementara itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga Kamis (12/09) setidaknya ada 1.600 titik api yang dideteksi di Kalimantan dan Sumatera. Titik ini diperkirakan akan meningkat, karena hujan belum turun dalam waktu dekat.
Akibat dari kebakaran hutan ini, masyarakat sekitar yang terdampak terpaksa mengalami iritasi kulit dan mata. Partikel-partikel dari bahan-bahan terbakar yang mengandung bahan berbahaya dan saat dibawa angin tersebut menempel di kulit, menjadikan masyarakat mudah mengalami iritasi dan gatal-gatal.
Selain itu, kabut asap juga membuat masyarakat mengalami gangguan dalam pernafasan. Hingga Jumat (13/09), sebanyak 39.277 warga di Provinsi Riau menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Kabut asap yang makin tebal di awal September ini juga bikin jarak pandang jadi terbatas dan membuat masyarakat kesulitan beraktivitas di luar rumah.
Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, tindakan yang sudah diusahakan oleh pemerintah sejauh ini berdasarkan data BPNB berupa penurunan 9.072 personel serta 34 helikopter, yang terdiri dari 28 heli WB (water bombing) dan enam heli patrol.
Menurut Kapolri Jendral Tito Karnavian, penyebab kebakaran hutan dan lahan ini sebesar 90 persen dikarenakan faktor manusia. Salah satunya karena kegiatan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
Tidak hanya di Pulau Sumatera dan Kalimantan saja, kebakaran hutan pun juga terjadi di Pulau Jawa, tepatnya di Gunung Merbabu. BNPB mengabarkan gunung yang berada di dua wilayah Kabupaten Magelang dan Boyolali ini terbakar pada Rabu (11/09) malam. Saat ini penyebab kebakaran masih dalam tahap investigasi sambil mengupayakan pemadaman. Demi keamanan, 5 jalur pendakian ditutup.
Ssemoga segera padam kebakaran di Gunung Merbabu 🙏 pic.twitter.com/dLurbBrKt3
— IG: @inipakem | Unofficial (@IniPakem) September 12, 2019
Iya, tulisan ini memang nggak Mojok banget. Tapi kebakaran hutan tahun ini sudah parah banget, bikin kami nggak bisa bercanda.
BACA JUGA Gili Lawa Kebakaran, Ngamuk Luar Biasa, Penduduk Lokal Tergusur Kalian ke Mana? atau artikel Audian Laili lainnya