Usaha Menghargai Jomblo ala Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran

MOJOK.CO – Selain perkara nikah dan dakwah, ternyata, Indonesia Tanpa Pacaran juga memberi contoh pengaplikasian ilmu dalam berbisnis.

Sebelumnya, bolehkah saya bertanya apa kamu seorang jomblo? Jika iya, saya akan memberikan ucapan selamat karena jomblo itu sesungguhnya sangat berharga. Apalagi di mata gerakan Indonesia Tanpa Pacaran. Yak! di mata mereka kamu-kamu yang suka merasa nggak berguna ini adalah manusia yang sangat bernilai.

Kalian harus tahu, saya begitu mengagumi kecerdikan penggagas Indonesia Tanpa Pacaran dalam hal berwiraswasta. Dia adalah seorang pengusaha yang gigih dalam melihat peluang. Bagaimana bisa saya tidak kagum pada orang yang berhasil membuat sesuatu yang tadinya tak berharga menjadi sesuatu yang bernilai? Hanya La Ode Manufar yang berhasil memanfaatkan jomblo sebagai ladang bisnis.

Bagi yang belum tahu Indonesia Tanpa Pacaran (ITP), saya akan jelaskan. Tetapi, jangan berharap bahwa penjelasan saya nanti akan berisi tentang keseluruhan mengenai ITP. Saya lebih memilih fokus terhadap nasib perjalanan para jomblowan dan jomblowati fisabilillah, sebagai komoditas paling berharga menurut ITP.

Melalui Unggahan Instagramnya, Indonesia Tanpa Pacaran fokus menggiring opini publik dan menyuruh pengikutnya berdakwah untuk mengagungkan status jomblo. Bagi ITP, menjadi jomblo itu lebih baik daripada pacaran yang mendekati zina dan banyak mudaratnya. Tentu saja, jika kamu merupakan orang yang meyakini seks adalah laku alamiah, mau dicari dengan cara apa pun, tidak akan gathuk dengan ITP.

Akan berbeda jika kamu merupakan seorang jomblo yang putus asa dan merasa tidak berharga. Begitu bergabung dengan Indonesia Tanpa Pacaran, kamu seolah mendapatkan pencerahan sekaligus tameng. Ya, tameng untuk menghalau ejekan yang mengarah pada jomblo sepertimu. Tidak percaya?

Mari saya tunjukkan caranya. Jika kamu mendapatkan ejekan karena jomblo, screenshot saja salah satu gambar di Instragram ITP. Cari saja, di sana ada ribuan foto yang memuat sisi berharga seorang jomblo. Kemudian tunjukkan gambar itu kepada orang yang mengejekmu, kemungkinan besar kamu tidak akan diejek lagi. Kenapa? Karena orang yang mengejekmu akan kasihan dan perlahan menyadari betapa putus asanya jomblo sepertimu hingga menghibur diri dengan menyatakan diri sebagai jomblo fisabilillah, agar terdengar lebih mulia. HAHAHAHA.

Selain itu, upayamu menjadikan ITP sebagai tameng bisa membuat orang yang mengejekmu tersadar bahwa yang dilakukannya merupakan hal yang tidak pantas. Perlahan, ia akan mengintip Instagram ITP secara diam-diam dan mulai mengimani gerakan tanpa pacaran sepertimu. Alhamdulillah, usahamu untuk berdakwah berhasil.

Nah, dari keberhasilan-keberhasilan semacam itu, saya melihat bahwa kalian para jomblo yang berdakwah merupakan papan reklame berjalan bagi Indonesia Tanpa Pacaran. Iya, semacam iklan gratisan.

Perlu diingat bahwa dunia ini adalah tempat makhluk yang berkembang biak. Bagi makhluk yang bernama manusia dan tinggal di Indonesia, jika ingin berkembang biak, ada norma dan aturan yang kemudian mengharuskan seseorang untuk menikah. Dalam proses perkembangbiakan ini, terbentuk status sosial perorangan. Misalnya, jomblo, tinggal bersama, menikah, janda, dan lain sebagainya.

Dari fenomena yang sudah diketahui banyak orang ini, saya menduga, penggagas ITP sengaja memilih Indonesia Tanpa Pacaran sebagai nama gerakannya. Di negara ini, banyak orang yang ingin diperjuangkan, salah satunya ya golongan para jomblo itu.

Menurut saya, memilih jomblo (dari hasil tanpa pacaran) dan menyematkan “Indonesia” sebagai nama brand, merupakan usaha yang tepat. Kesannya, jika seseorang bergabung dengan Indonesia Tanpa Pacaran akan menjadi orang yang penuh perjuangan (untuk jomblo) dan nasionalis gitu kan? Kalau bukan ingin merangkul seluruh jomblo di Indonesia, apa lagi coba alasan menyematkan “Indonesia” di sana? Brand Indonesia Tanpa Pacaran gitu lho!

Sebentar, sebentar, apa? Brand? Merek dagang? Bukankah ITP itu sebuah gerakan dan bukan perusahaan?

Iya, judulnya sih gerakan tapi pada prakteknya coba cek saja. Produk dari Gaul Fresh (perusahaan milik penggagas ITP) begitu merajai konten Instagram Indonesia Tanpa Pacaran. Bahkan, saya rasa, Gaul Fresh kalah tenar dari ITP. Jika aktivitas sehari-harinya saja jualan barang yang bertulisan Indonesia Tanpa Pacaran, apa tidak bisa jika kemudian ITP dikatakan sebagai merek dagang?

Entah dengan cara apa saya bisa mengapresiasi kegigihan ITP dalam menjalankan bisnisnya. Ingin bergabung dengan mereka tapi kok saya bukan jomblo fisabilillah, tidak gabung tapi kok mereka keren sekali. Saya kan jadi dilema 🙁

Prediksi saya, bisnis dengan basis agama perencanaan sematang ITP akan semakin berkembang dan tahan lama. Generasi jomblo akan selalu ada, tentu saja. Sebagai golongan yang suka berjuang, mereka akan selalu setia menjadi relasi bisnis ITP. Menjadi konsumen sekaligus reklame berjalan bagi ITP yang semakin jaya.

Setelah secara masif menyediakan dagangan aksesoris islami, pakaian islami, dan bacaan islami untuk pasukan ITP, Gaul Fresh menyediakan baju pengantin syar’i untuk para jomblo yang ingin ganti status menjadi menikah.

Tuh, kurang bisnisable apa cobak si ITP ini? Waktu pacaran disuruh putus dengan mengucapkan ikrar yang mirip dengan teks proklamasi (ini bukti kenasionalisan lagi). Setelah jomblo disuruh beli segala dagangan syar’i sebagai modal promosi produk dakwah betapa pentingnya untuk mendukung Indonesia Tanpa Pacaran. Nah, pas mau nikah, tersedia juga baju pengantin syar’i yang bisa disewa atau dibeli.

Sebagai pengagum kecanggihan Indonesia Tanpa Pacaran dalam menciptakan pasar, saya hanya bisa berdakwah dengan cara seperti ini. Menyebarkan pandangan kagum kepada La Ode Manufar, sebagai sosok cerdas berjiwa usaha yang pantas diteladani.

Sekali lagi, saya ucapkan selamat kepada jomblo fisabilillah atas prestasi yang tidak bisa saya capai, sebagai relasi bisnis Indonesia Tanpa Pacaran yang Nasionalis.

Exit mobile version