Kalau Rina Nose Dibiarkan Lepas-Pakai Jilbab, Bakal Jadi Apa Agama Kita

jilbab-hijab-mojok

jilbab-hijab-mojok

[MOJOK.CO] “Urusan tubuh perempuan, mulai dari ujung kuku sampai jilbab penutup rambut mesti diurus laki-laki. Mereka kan makluk lemah, nggak bisa mikir sendiri.”

Ibu saya nyaris selama satu dekade terakhir tak pernah melepaskan jilbab di ruang publik. Bahkan untuk menemui tamu di rumah kami sendiri, ia menolak menanggalkan pelindung auratnya. Ia merasa bahwa saat masih muda, terlalu banyak pasang mata yang mengambil keuntungan dari tubuhnya.

Kecuali pada satu momen: Ibu memutuskan untuk memakai jilbab tidak dalam keadaan marah. Ia tidak sedang berusaha berkhotbah, ia sedang becermin dan memikirkan masa lalunya.

Soal pemahaman agama, Ibu jelas kalah sama Bapak yang hafal Al-Quran sampai titik komanya. Juga soal hadis dan segala kisah asbabun nuzulnya. Menariknya, selama menikah Ibu tak pernah dipaksa Bapak pakai jilbab.

“Nanti lak sadar sendiri,” kata Bapak.

Ini mengapa saat sosok artis Rina Nose buka jilbab, saya merasa sangat gundah. Kok bisa-bisanya artis idola ini mengkhianati harapan ibu-ibu di berbagai grup WhatsApp? Jilbab itu kan kewajiban, sama wajibnya dengan laki-laki menundukkan pandangan, kok dilepas? Ini mau pindah agama apa bagaimana?

Coba bayangkan masa depan Islam kalau satu orang lepas jilbab dan dibiarkan, bisa-bisa agama ini runtuh. Kejayaan dan kekuatan agama ini ada pada artis-artisnya tho? Kita harus bersuara meminta Rina untuk kembali pakai jilbab. Ini wajib. Ini jihad.

Sebagai pemegang moral tertinggi, saya merasa apa yang dilakukan Rina Nose itu salah. Jilbab model Mbak Yenny Wahid juga harus diperkarakan, mau dia keturunan ulama besar kek, mau dia ngerti fikih kek, mau dia sudah duluan pakai jilbab sebelum sebagian besar perempuan Indonesia kek.

Bukan apa-apa, saya ini kan lelaki. Lelaki itu selalu benar, apalagi dalam agama. Kamilah pemimpin agama.

Perempuan itu apa? Sudah cuma tulang, bengkok pula. Kita harus luruskan. Harus mau, kalau nggak mau ya dipaksa. Udah jelas kata pak ustad itu, jilbab wajib. Perkara ada ulama-ulama dengan argumen dan dasar kuat mengatakan jilbab tidak wajib, ya itu kan bidah. Pokoknya saya ini yang paling benar.

Saya sih nggak peduli pergulatan batin atau keimanan yang tengah dialami Rina Nose. Bodo amat. Dia melepas jilbab ya dosa. Pokoknya saya ini lebih baiklah. Nggak pernah membuka aurat, jadi berhak menghakimi dia. Iman itu kan perkara personal, yang nggak personal relasi sosial. Saya kan bukan nabi yang tak pernah menghakimi. Lagi pula, kita lagi bahas jilbab orang lain, bukan diri sendiri. Perkara gibah itu levelnya serupa memakan bangkai sodara sendiri, itu yang urusan personal saya.

Jilbab itu kan fungsinya banyak. Menjaga aurat, menjaga pandangan, dan membuat kita jadi rendah hati. Meski sekarang sudah banyak jilbab-jilbab lucu yang harganya jutaan dan nggak jauh beda dengan baju-baju mahal buat pamer, itu urusan lain, dibahas di tempat lain.

Yang jelas sekarang kita punya krisis moral yang harus dihadapi dan diselesaikan. Satu perempuan membuka jilbab, besok lalu apa? Nanti perempuan minta hak dasar mereka harus kita penuhi? Minta sekolah tinggi? Kalau perempuan mandiri, bisa ambyar agama ini. Kalau nggak percaya, tanya Akhi Gilang.

Saya bukan Bapak yang bisa dengan sabar menunggu istrinya pakai jilbab alih-alih memaksa. Saya ini kan lelaki muslim jaman now, pokoknya kalau lihat perempuan nggak pakai penutup, bawaannya pengen melecehkan. Salah sendiri, itu kan aurat.

Tugas mencegah pemerkosaan dan pelecehan seksual itu ada pada perempuan, bukan pada laki-laki. Mereka ini mesti tutup badan dan mata mereka dengan kain agar nafsu birahi kami yang tak bisa ditahan ini bisa dikendalikan.

Apa? Kamu bilang perempuan juga bisa birahi pas lihat cowok buka aurat? Ngawur! Nggak usah baca-baca penelitian begituanlah. Perempuan bermoral rendah kayak gitu kamu bela dengan dalih penelitian bohongan. Sembarangan!

Masalah terbesar perempuan saat ini adalah mereka tidak mau diatur, tidak mau dikendalikan, dan tidak mau ditundukkan. Ini kan bahaya. Sekarang mereka merasa tubuh punya otonomi, mau pakai hijab atau tidak, itu kan hak mereka, katanya begitu. Yang begini ini yang salah. Tubuh perempuan itu urusan lelaki.

Kamu membantah? Nih saya kasih referensi biar melek. Ustadz Abdul Somad, Lc. M.A. pernah ditanya, bagaimana status foto selfie perempuan? Ia langsung menjawab dengan tangkas: perempuan yang mengumbar selfie itu merayakan dosa jariyah; dosa yang mengalir.

Gila kan? Perempuan yang mengunggah fotonya tanpa jilbab dosanya akan terus mengalir, sementara lelaki yang melihat foto itu, ya nggak tahu. Laki-laki ini hanya korban. Mereka dipaksa untuk mencari foto-foto perempuan tanpa penutup aurat dan membuat dosa. Lho gimana, sudah kodrat laki-laki kok untuk suka yang cantik-cantik. Wong situs bokep yang diblokir pemerintah aja kadang dicari caranya supaya bisa diakses. Masalahnya ini ada pada perempuan yang tidak berhijab, bukan pada laki-laki yang giat mencari foto aurat.

Perkara memakai jilbab ini ya rumit-rumit enteng. Masalahnya kita kerap memperlakukan perempuan seperti ternak, mereka perlu diatur, dibikin disiplin, dan dipaksa agar mau menurut. Bukan apa-apa, saya ini kan lelaki, punya mata lelaki, sebagai manusia yang terlahir sebagai pemerkosa dan pelaku pelecehan seksual, mbok ya perempuan ini jaga diri, jaga aurat, ditutup pakai jilbab. Nanti kalau saya perkosa, saya lecehkan, bawa-bawa HAM, mbok mengerti, sebagai pemerkosa saya ini punya mata predator.

Sebagai penutup, saya ingin mengaskan kembali bahwa cantik dan menarik itu adalah hak suami. Hak pasangan kita. Itu mengapa saya merasa tidak elok perempuan muslim membuka aurat dan melepaskan jilbabnya. Janganlah hak pasanganmu itu dinikmati oleh orang lain. Agama itu tidak boleh dibuat dagangan, jilbab itu wajib hukumnya untuk perempuan. Untuk itu pakailah hijab dari Butik Syalala. Hijab yang dibuat dari bahan halal, menarik, dan membuat Anda tampak cantik di pengajian. Hijab Butik Syalala sekarang ada diskon lho.

Exit mobile version