Jenis Orang Goblok yang Naik Kereta Prameks

MOJOK.CO – Orang goblok memang spesies yang selalu ada di setiap lini kehidupan. Beberapa di antaranya ya jenis orang goblok yang mau naik kereta Prameks.

Kereta Prambanan Ekspres atau Prameks memang jadi idola transportasi publik bagi orang yang dari Jogja ingin ke Solo mau pun sebaliknya. Sudah cepat, murah lagi.

Terutama kalau melihat fakta bahwa jalanan jalur Jogja-Solo sekarang makin lama makin sering macet—apalagi ketika hari liburan. Mana jalur Jogja-Sola tidak ada jalur tol lagi. Bikin males saja kalau naik kendaraan pribadi.

Dengan adanya kereta ini, orang Jogja yang punya kerjaan di Solo (atau sebaliknya), bisa pulang-pergi ke tempat kerja tanpa harus pindah tempat tinggal. Mungkin mirip-mirip seperti kasus orang daerah Bogor yang punya kerjaan di Jakarta dengan memanfaatkan KRL.

Masalahnya, semakin macetnya jalur Jogja-Solo juga mengakibatkan jumlah penumpang Prameks selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Paling tidak sebagai orang yang sudah menikmati Prameks sejak tahun 2000 saya memerhatikan betul perkembangan kereta ini.

Dari yang harga tiket masih 3.000 sampai sekarang 8.000 rupiah. Dari yang dulu tiket masih berbentuk kertas karton yang tebal, sampai sekarang yang cuma selembar kertas.

Meski banyak perkembangannya, tapi harus diakui, masih saja ada beberapa jenis orang goblok saat kita naik kereta Prameks yang bisa kita temui.

Tentu bukan orang yang kikuk ketika naik Prameks untuk kali pertama—bukan, melainkan orang yang tanpa malu sering merepotkan penumpang lain tanpa mereka sadari.

Apa saja itu? Yuk cekidot.

Tukang Serobot

Dibandingkan belasan tahun lalu, tiket kereta Prameks saat ini jauh lebih sulit didapatkan (sebelum ada pembelian via online pada Februari 2019 ini). Misalnya kamu mau naik kereta dari Jogja sekitar jam 7.30 pagi, kamu harus datang di depan loket sekitar satu atau dua jam sebelumnya.

Bukan apa-apa, tiket Prameks selalu habis 30 menit (atau lebih) sebelum keretanya datang.

Oleh karena itu, kebanyakan orang akan antre tiket untuk jadwal keberangkatan 1-2 jam berikutnya. Dan tentu saja antrean untuk pesan tiket bisa sampai mengular panjang melebihi antre tiket konser K-Pop—terutama di jam pulang kerja.

Nah, di situasi inilah sering kali ada orang yang dengan urat malu putus memotong antrean begitu saja. Paling tidak sepanjang saya naik Prameks seminggu sekali seperti sekarang, dalam sebulan saya akan melihat model orang goblok seperti itu.

Alasannya pun macam-macam. “Maaf, Mas, aku buru-buru. Penting banget ini.”

Ya kali, urusan saya sama orang-orang di belakang saya nggak kalah penting apa yak? Huvt, untung aja nggak ada tai kebo di sekitar situ.

Atau orang nyerobot tanpa alasan.

Datang dengan sok keren sambil pakai headset lalu tiba-tiba mepet-mepet tanpa dosa ngambil antrean di depan saya. Manuver yang sangat paripurna. Paripurna gobloknya. Tentu saja saya akan mencolek menegur untuk mengantre.

Orang goblok model begini mungkin berharap kita yang diserobot akan diam saja. Membiarkan kita mendahulukan mereka karena males berdebat. Berharap kita ikhlas. Ealah, ikhlas, ikhlas gundulmu sempal.

Tapi sejauh yang pernah saya alami, orang goblok kayak begini masih bisa diomongin. Ya mereka akan berbalik antre dari belakang atau pergi. Tentu dengan meninggalkan kita pakai muka mbesengut lalu bilang, “Ealah, ribet amat.”

Meski begitu ada juga yang ngeyel. Seperti emak-emak yang menyerobot saya tepat di depan loket tiket Prameks sekitar tiga bulan lalu. Tanpa berkata apa-apa, emak-emak ini cuma memberi saya telapak tangannya seolah bilang, “Mas, sori, kamu berhenti aja di situ, biar saya dulu.”

Karena keadaan saya tinggal selangkah dari loket, saya pikir; yah, nggak ada salahnya deh. Emak-emak ini. Meski orang-orang di belakang saya pada ngomel nggak karuan.

Untungnya, si penjaga loket tahu kalau emak ini menyerobot antrean saya. Lalu dengan lantang bilang, “Maaf, Bu, silakan antre dulu dari belakang.”

Sudah dibilangin gitu, si emak ini masih saja berdebat. Saya sih diam saja. Sampai akhirnya si penjaga loket tidak mau melayaninya kalau tidak mau antre.

Akhirnya, dengan langkah yang berat emak-emak ini berjalan pergi sambil marah-marah diiringi teriakan, “huuuuu,” dari antrean di belakang saya.

Dengan sabar saya cuma bisa berkata dalam hati penuh keteduhan: “Mooooddddiiiyaaaaar.”

Tukang taruh tas di kursi stasiun

Mengantre kedatangan Prameks memang tidak lama. Paling juga cuma beberapa menit. Meski begitu, tentu lebih nyaman bagi calon penumpang yang menunggu kereta bisa istirahat sambil duduk-duduk di kursi stasiun. Mengingat, kalau sudah naik ke Prameks, dapat tempat duduk itu hal yang sangat istimewa.

Masalahnya, selalu saja ada orang goblok yang menaruh tas bawaannya di kursi stasiun. Oke deh, hal itu mungkin sah-sah saja dilakukan jika keadaan tidak ramai. Tapi jadi menyebalkan ketika menaruh tas di tempat yang seharusnya ditaruh bokong saat kondisinya ramai kayak pasar.

Orang-orang goblok model ini mungkin tidak merasa bersalah karena dipikirnya, “Halah, cuma nunggu berapa menit ini.”

Ya tapi kan itu tas nggak ada bokongnya, Setaaaaan. Napa situ nggak duduk di tempat sampah aja?

Dibandingkan kegoblokan serobot antrean, kegoblokan jenis ini sih tidak ada obatnya. Karena calon penumpang lain juga malas menegur si pemakan hak bokong orang lain itu. Mengingat bentar lagi juga kereta bakalan datang.

Orang goblok yang bikin kereta terlambat berangkat

Meski sering kali tiket habis, ada periode waktu di mana tiket Prameks bisa didapatkan tanpa harus antre dan takut kehabisan. Yakni pada jadwal awal keberangkatan. Misal pada jam 5 pagi. Kamu bisa datang santai tak perlu buru-buru.

Karena seperti itu, kadang ada orang goblok yang datang mepet pada waktu keberangkatan. Misal, kalau dari Stasiun Maguwo di bilangan Bandara Adisucipto kereta Prameks berangkat pukul 05.47. Lalu orang ini datang ke loket tepat waktu banget.

Dari speaker stasiun sudah terdengar, “Kereta Prameks dengan tujuan Klaten, Purwosari, dan Solo Balapan akan segera tiba. Bagi para penumpang… bla-bla-bla.”

Dengan santai orang ini beli tiket. “Mbak, satu ya? Ke Solo.”

Tiba-tiba, printer tiket macet. Nggak keluar-keluar. Padahal di seberang sana, kereta sudah datang dan beberapa penumpang lain sudah mulai masuk.

Petugas tiket juga ikut panik, “Maaf, Mas, bentar, kertas tiketnya nyelip.”

Si calon penumpang juga ikut panik. Kalau tidak bisa berangkat di jam 5, biasanya keberangkatan kereta berikutnya jaraknya 1,5 sampai 2 jam lagi. Jelas kelamaan. Udah gitu, biasanya tiket di jam berikutnya sudah habis dipesan.

“Gimana, Mbak? Bisa nggak?”

Karena kesalahan dari pihak loket, maka kereta Prameks yang sudah tinggal berangkat itu diminta untuk menunggu dulu. Tentu saja penumpang di dalamnya heran. Beberapa melengok mencari tahu apa yang jadi sebab kereta nggak berangkat-berangkat.

Sampai akhirnya petugas tiket mencabut paksa kertas yang nyelip, lalu mencoba print lagi. Syukur, akhirnya tiket bisa dicetak. Orang ini lalu bisa masuk stasiun dan berlari sekuat tenaga mengejar kereta yang sepanjang 15-an menit cuma nungguin satu penumpang.

Saat orang ini masuk, tiba-tiba mata seluruh penumpang Prameks menatap heran bercampur marah. “Bijigile, cuma nungguin satu orang aja kereta ini sampai nunda berangkat. Dasar goblok.”

Saya sih tidak sempat komentari orang ini, sebab orang goblok yang ditungguin puluhan penumpang dalam beberapa gerbong Prameks itu ya saya sendiri.

Exit mobile version