Hampir setiap hari saya membawa Honda BeAT hitam striping kuning sejauh 52 kilometer PP dari Muntilan ke Sleman. Sudah tiga tahun begini sejak saya memutuskan pindah ke Muntilan. Pagi-pagi jalan, sorenya pulang. Meski rasanya capek dan kadang pengin menyerah, motor Honda satu ini tetap setia menemani.
Selama ini perawatan Honda BeAT saya sederhana saja. Paling cuma ganti oli rutin, kampas rem, sama servis kecil-kecilan kayak manusia pijat refleksi.
Akan tetapi itu semua saya lakoni di Jawa Tengah-DIY. Di tanah yang (relatif) adem dan lalu lintasnya masih bisa ditoleransi. Sekarang coba bayangkan kalau dengan jarak yang sama, saya menempuh perjalanan di kampung halaman saya yang mana para pekerjanya lebih sering kena klakson, alias Bekasi.
Bayangan saya cuma satu: Honda BeAT hitam kuning itu bakal rusak. Nggak cuma motornya, mental pengendaranya juga.
Ban bocor sampai motor mati kebanjiran sudah pernah saya rasakan
Begini, jarak 26 kilometer dari Muntilan ke kantor Mojok di Sleman bisa saya tempuh dalam waktu 50 menit kalau lalu lintas bersahabat. Rata-rata sih saya butuh waktu 1 jam lah biar selamat.
Sementara dulu, ketika saya masih bekerja di Jakarta dan tinggal di Bekasi, jarak 26 kilometer menghabiskan waktu 1,5-2 jam perjalanan. Ya tahu sendiri yang bikin lama di sana adalah macetnya, bukan panjang jalannya. Naik Honda BeAT di sana bukan cuma bikin boros bensin, tapi juga mengundang masalah lainnya.
Percaya nggak, sejak naik motor PP Muntilan-Sleman 3 tahun ini, saya baru dua kali mengalami kebanan alias ban bocor. Sementara dulu waktu di Bekasi, hampir tiap bulan saya pergi ke tukang tambal ban. Bahkan saking muaknya kena “ranjau paku”, saya sampai memutuskan ganti ban tubeless supaya nggak banyak drama.
Dan ketika ban tubeless juga nggak bikin saya tetap waras, saya putuskan naik transportasi umum. Motor titip di terminal, saya lanjut ke kantor naik bus. Beres.
Nggak cuma masalah kebanan. Motor saya juga beberapa kali mati karena kebanjiran. Tahu sendiri ya kalau hujan dikit, jalanan Bekasi bisa berubah dari aspal jadi air. Kalau banjirnya cetek sih nggak masalah, lha kadang banjirnya selutut orang dewasa. Beberapa kali motor saya mati terendam air dan berakhir mendorongnya sampai menemukan bengkel terdekat.
Honda BeAT sekecil itu harus bersaing dengan kendaraan lain yang bikin mental down
Seperti yang saya bilang di awal, menempuh perjalanan di Bekasi dengan Honda BeAT mungkin nggak bikin mesin motor itu cepat rusak. Yang rusak adalah mental pengendara alias saya.
Di Bekasi, lampu merah itu kayak saran, bukan perintah. Pengendara lain bisa datang dari segala arah. Dari depan, belakang, samping kiri kanan, dan bahkan kadang dari hati mantan yang belum move on. Canda move on.
Nyalip tanpa menyalakan sein itu biasa. Pengendara motor naik trotoar itu pemandangan sehari-hari saya. Dan dalam kondisi kayak gitu, si Honda BeAT yang kecil harus bersaing dengan RX-King ngadat, Pajero ugal-ugalan, dan moge yang mengira jalanan adalah Sirkuit Sentul.
Jangan lupakan juga faktor psikologis yang bikin saya kuat naik Honda BeAT 3 tahun PP Muntilan-Sleman. Sepanjang jalan saya ketemu kebun salak, Gunung Merapi mengintip malu-malu, dan udara pagi yang masih sejuk. Lha, kalau di Bekasi? Pemandangannya flyover, beton, dan spanduk sunatan massal. Disapa matahari jam 7 pagi aja rasanya kayak jam 12 siang.
Bekasi itu panas banget, Gais. Tenan. Kebayang nggak sih si BeAT harus kerja ekstra mendinginkan mesin. Kalau bisa ngomong, mungkin ia bakal bilang, “Udah, jual aja aku ke OLX.”
Yang tangguh di Bekasi cuma warganya sendiri
Lantaran telah mengalami sendiri bedanya naik motor di Bekasi dan Muntilan, saya menyadari satu hal. Meskipun Honda BeAT adalah motor yang tangguh, ia punya batasan. Di Muntilan ia bisa jadi kuda perang. Tapi kalau harus pindah ke Bekasi, apalagi menjalani rute 52 kilometer tiap hari, saya curiga ia bakal pensiun dini. Duduk diam di garasi sambil mengenang masa muda.
Jadi kalau ada yang bilang Honda BeAT adalah motor paling tangguh, saya percaya. Tetapi itu kalau ia ada di Sleman, Magelang, atau daerah-daerah yang jalannya nggak kayak ujian hidup. Kalau di Bekasi? Motor trail aja bakal nyerah kali, apalagi BeAT. Soalnya yang tangguh di Bekasi itu cuma satu: warga Bekasi itu sendiri.
Penulis: Intan Ekapratiwi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Honda Beat, Motor Matik yang Menjadi Favorit Maling karena Mudah “Dipetik”.












