Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Helm Mahal Memang Bikin Kita Gelisah Saat Meninggalkannya

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
14 Oktober 2019
A A
helm
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Malam kemarin, di beranda Indomaret Point Jalan Kaliurang, saya sedang duduk santai sambil sekrol-sekrol temlen Twitter saat lelaki bermotor besar itu datang dan kemudian memarkirkan motornya. Prejengannya tampak sangat gagah. Lha gimana, motornya gedhe, helm-nya bak pembalap, jaketnya kulit sporty. Benar-benar mengingatkan saya pada sosok Boy dalam sinetron Anak Jalanan itu. Ingatan yang belakangan harus saya koreksi sebab setelah helm-nya dibuka, ternyata tampang si pengendara blas nggak ada persis-persisnya dengan Stefan William si pemeran Boy itu.

Lelaki itu kemudian masuk ke Indomaret dengan menenteng helm-nya. Ya, helm-nya tidak ia taruh di motor, tapi ia bawa masuk ke Indomaret. Untung helm-nya ditenteng, bukan dipakai, sehingga saya tak punya kesempatan untuk membatin “Masuk Indomaret kok masih pakai helm, memangnya kasir Indomaret-nya nyambil jadi polantas po?”

Lelaki itu tampak sangat kerepotan. Sudahlah memanggul tas, masih pula menentang helm.

Apa yang ia lakukan saya pikir memang beralasan. Helm yang ia pakai tampak betul adalah helm mahal. Helm full face yang bukan sekadar full face. Helm yang dari tampilannya saja bisa ditaksir bahwa harganya pasti lebih dari satu juta rupiah.

Pemandangan sekelebat itu kemudian membuat saya sedikit berpikir. Betapa kadang barang mahal itu bukan hanya memunculkan kepuasan dan kebanggaan, namun juga kekhawatiran.

Saya hakul yakin, si Boy yang sangat tidak Boy itu pasti menenteng helm-nya karena takut helm-nya bakal digasak maling kalau ia taruh di atas motor atau digantungkan di spion motornya.

Membawa helm masuk Indomaret mungkin masih terlalu biasa. Namun pikiran saya menerawang lebih jauh. Saya membayangkan, bagaimana jika suatu saat ia harus menonton film di bioskop di dalam mall? Atau menonton pertandingan sepakbola di stadion? Atau menonton konser di GOR dan lapangan kampung? Apakah ia masih akan tetap menenteng helm-nya, maka semakin terbayang betapa repotnya dirinya.

Kalau ternyata ia meletakkan helm-nya di atas motor dan meninggalkannya di parkiran, saya menebak, betapa dirinya bakal dipenuhi dengan perasaan khawatir sebab helm-nya yang mahal itu berpotensi bakal digasak maling.

Mahal memang kerap sejalan dengan kemewahan. Dan kita semua paham, bahwa semakin mewah, semakin ia membuat gelisah. Itu berlaku sepaket.

Konsep tersebut tentu saja tidak hanya berlaku pada helm, melainkan juga berlaku untuk barang-barang lain. Bisa sepatu, tas, laptop, atau sejenisnya.

Saya beberapa kali mengalami kegelisahan tersebut. Di kafelangganan saya, tempat saya biasa menulis, saya hampir selalu khawatir kalau laptop saya bakal diambil orang saat saya tinggal ke toilet atau salat di musala kafe. Lebih berabe lagi sebab kalau saya ke toilet, utamanya kalau berak, saya sering lama, yang mana tentu saja membuat saya semakin tidak tenang.

Salat saya pun begitu, kerap tak jenak dan khusyuk sebab selalu terpikir akan laptop saya yang saya tinggal di meja.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai sadar, bahwa kekhawatiran saya tersebut seringnya hanyalah kekhawatiran semu belaka. Toh, sudah hampir dua tahun ini saya nongkrong di kafe tersebut dan belum pernah sekali pun saya kehilangan laptop. Agaknya saya memang berpikir terlalu paranoid.

Pada titik tertentu, kesadaran saya soal kekhawatiran ini kemudian menemukan kuncinya: Ikhlas.

Iklan

Saya pernah sama sekali tidak merasa khawatir laptop saya diambil orang. Gara-garanya simpel, saya mencoba untuk santai dan menyiapkan diri kalau memang laptop itu hilang.

“Halah, cuma laptop doang, kalau hilang ya nanti kerja lagi, beli lagi,” batin saya waktu itu. Dan ajaib, perasaan semacam rela kehilangan itu benar-benar ampuh membuat saya tenang. Saya jadi bisa leluasa berak lebih lama dan salat lebih tenang. Saat berak, saya jadi bisa lebih menikmati dan meresapi setiap feses yang keluar. Saat salat, saya jadi lebih tenang saat membaca Al-Fatihah. Sedaaaap.

Sikap tersebut tentu saja terbangun melalui kontemplasi yang panjang (Hahaha). Tidak semua orang serta-merta punya sifat kerelaan sedemikian rupa. Ibu saya salah satunya.

Sudah setahun lebih saya meletakkan sepatu saya di teras rumah tiap kali saya pulang. Ibu saya tak pernah peduli dengan sepatu saya. Sampai suatu ketika, saya bercerita tentang sepatu tersebut. Bahwa sepatu tersebut adalah oleh-oleh dari Kalis saat ia bervakansi ke Jepang. Saya ceritakan pada ibu saya bahwa sepatu itu harganya satu setengah juta rupiah.

Begitu tahu kalau harga sepatu tersebut satu setengah juta, maka mulai malam itu pula, ibu saya selalu memindahkan sepatu saya ke dalam rumah.

“Lha kok dipindahkan, Mak?”

“Lha katamu harganya satu setengah juta, nanti kalau diambil maling gimana?”

“Lha kemarin-kemarin kenapa nggak dipindahin?”

“Kan kemarin Makmu nggak tahu kalau harga sepatu itu satu setengah juta, jadi ya Emak tenang-tenang saja. Karena sekarang Emakmu ini sudah tahu kalau sepatumu mahal, ya Emak pindahin ke dalam, biar nggak dimaling.”

Saya tertawa mendengar jawaban Ibu saya. Maklum, saya yakin, tidak ada maling yang percaya kalau sepatu itu harganya sejuta, sebab ia diletakkan di teras rumah saya yang kecil dan tampak kumuh itu.

Sembari melihat ibu saya memasukkan sepatu saya ke dalam rumah, saya mengatakan sesuatu pada Ibu saya, tentu saja saya mengatakannya di dalam hati: “Kuncinya ikhlas, Mak. Ikhlas.”

Terakhir diperbarui pada 15 Oktober 2019 oleh

Tags: helmmahalsepatu
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Hadiah sepatu mahal merek Adidas untuk ibu dari gaji UMR Jogja. MOJOK.CO
Ragam

Tak Tega Lihat Ibu Sakit-sakitan, Akhirnya Belikan Sepatu Mahal dari Hasil Gaji UMR Jogja agar Ibu Lekas Sembuh

19 November 2025
Mas Gibran Rakabuming, Tolong Lingkungan Sekitar Kampus di Solo Nggak Aman. MOJOK.CO
Geliat Warga

Mas Gibran Rakabuming, Tolong Lingkungan Sekitar Kampus di Solo Nggak Aman

7 Juni 2023
pertamax pertalite mojok.co
Ekonomi

Netizen Keluhkan Pertalite Semakin Boros, Pertamina Pastikan Tak Ada Perubahan

21 September 2022
Berkendara dengan Anak
Kilas

Tren Memboncengkan Anak Tanpa Helm, Simak Tips Berkendara Motor Bareng Anak yang Aman

31 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.