MOJOK.CO – Sengaja nembak harga printer yang mahal sekalipun tidak menghindarkan kita dari problematika purba mesin pencetak. Printer adalah kemajuan teknologi paling lambat dalam sejarah manusia.
Andai saya punya kewenangan yang cukup berpengaruh di negeri ini, mungkin saya bakal mencanangkan revolusi dokumen cetak. Lebih baik, semua tugas-tugas kuliah yang bercetak, dokumen kenegaraan, dan segala yang membutuhkan kerja printer cum mesin fotokopi dialihwahanakan jadi dokumen digital.
Bukannya mau mematikan usaha mamang fotokopi nih, saya kesal aja dengan teknologi printer yang nggak maju-maju. Bayangin aja, Loki udah bikin multiverse, kita setiap pagi stuck karena mesin pencetak yang ngadat lagi, ngadat lagi.
Mau sengaja cari harga printer mahal dan membelinya dengan harapan si mesin akan jauh lebih canggih pun, hasilnya hampir sama. Ujungnya, Printer adalah mesin cetak yang cepat lelah, manja, dan suka nge-prank. Printer bahkan bisa membaca tanda-tanda psikologis ketika kita sedang diburu waktu. Begitu benar-benar butuh cepat, tiba-tiba printer dalam kondisi ngadat, nggak bisa mencetak dokumen karena jamming, dokumen tidak terbaca, dan berhenti tanpa respons.
Konon, jika kita punya mesin printer rumahan, kita juga kudu memperlakukannya dengan spesial. Harus rajin-rajin nge-print setiap hari karena kalau nggak begitu, tintanya bisa kering dan mesinnya “masuk angin”.
Dari zaman SMP saat harga printer masih murah, saya memang sudah hobi coba-coba nge-print Word Art. Kalau nggak begitu, nyetak foto artis segede A4 buat ditempelin di dinding kamar. Dan saya yakin bocah-bocah sebaya saya melakukan hal yang sama. Di masa-masa di mana nge-print bisa tanpa beban begitu, mesin printer adalah sahabat. Itu adalah sebuah fase gumun dengan kemajuan teknologi. Setiap hari rasanya pengin main komputer cuma buat kalah di Minesweeper, buka hasil download-an dari warnet, dan nge-print foto-foto idola sambil berkreasi.
Sayangnya begitu beranjak SMA dan kuliah, saat mesin pencetak benar-benar sering dibutuhkan untuk keperluan yang lebih serius, mesin printer jadi serupa musuh. Printer adalah mesin kotak menyebalkan yang sering bikin saya emosi karena ada-ada aja problemnya.
Percayalah, sengaja pilih harga printer yang mahal sekalipun, jika kamu bukan abang-abang fotokopi, kamu tetap bakal berhadapan dengan problem klasik mesin pencetak.
Saya sebenarnya agak skeptis. Ketika kita bahkan bisa matiin lampu hanya dengan tepukan, kok bisa masih ada mesin yang cara kerjanya purba macam printer? Saking penasarannya saya berkelana buat cari tahu jawabannya. Kalau perlu menyelam ke Palung Mariana, menyelam deh saya.
Kocaknya, tetap nggak ada jawaban yang bikin puas karena dari awal saya memang sudah emosi duluan. Teknologi printer, utamanya yang murah, memang lebih sering menimbulkan permasalahan. Printer adalah mesin yang membutuhkan banyak pergerakan dalam melakukan pencetakan dokumen. Printer yang murah merancang penyederhanaan teknologi habis-habisan sehingga akhirnya tinta sering jamming, beberapa komponen sering saling menempel dan bersinggungan sehingga mudah aus. Pokoknya kompleks banget.
Jika mau menarget harga printer yang lebih mahal, logikanya kita mungkin bakal dapat yang “lebih baik”. Tapi harus semahal apa dulu nih?
Sebenarnya, mesin pencetak dengan teknologi inkjet digadang-gadang bisa menghemat biaya dan minim problematika (ingat minim, minim berarti masih ada problemnya!). Walau harga mesinnya murah, tapi kita perlu sediakan cukup cadangan uang buat beli tintanya yang… lumayan mahal. Model inkjet memang banyak dibeli mahasiswa dan pengguna rumahan karena harganya udah paling pas. Sayangnya, tetap saja menimbulkan banyak eror. Infus tinta bukan permasalahan yang sederhana. Sekali saja si tinta atau catridge bermasalah, mungkin penggunanya perlu membawa printer mereka ke abang-abang service.
Ya kalau mau benerin printer sendiri juga bisa, tapi ribet dan bikin tangan kita bercorak dalmatian. Mbleber, Bos.
Oke, oke, jadi solusinya apa nih? Solusinya adalah beli mesin yang jauh lebih mahal dengan teknologi laserjet. Kisaran harga printer laserjet ditaksir Rp5 jutaan bahkan lebih. Syukur-syukur kalau bisa menemukan yang lebih murah dan nggak bermasalah sih beruntung. Tapi, yang bikin jengkel kalau udah ngeluarin duit seharga liburan-ke-Bali-tiga-malam begitu, tapi ujungnya tetap bermasalah. Duh, sakit hati hamba.
Lagi pula, dengan harga printer segitu, saya sendiri lebih mempertimbangkan untuk rela ngapelin abang fotokopian pagi-pagi betul. Pakai cara lama, bawa flashdisk yang berisi dokumen lalu merelakannya untuk disatroni virus-virus dari komputer si abang fotokopi. Lalu nge-print dengan damai tanpa sedikitpun beban. Bayar dua ratus per lembar nggak masalah, melawan mager untuk pergi ke warung fotokopian juga nggak apa-apa. Begini tetap lebih baik daripada ngeluarin uang Rp5 juta untuk sebuah mesin dengan reputasi problematis.
Less problem, less stress.
BACA JUGA Punya Printer di Rumah Adalah Bentuk Kemubaziran dan artikel lainnya di POJOKAN.