MOJOK.CO – Bagaimana jika menteri-menteri Jokowi disusun menjadi sebuah kesebelasan dengan posisi yang menyesuaikan kemampuan mereka masing-masing?
Sebagai sebuah tim, Kabinet Indonesia Maju era Presiden Jokowi saat ini memang terasa banget kekompakannya. Saling menjaga, saling mendukung, bahkan begitu lekat kemistrinya. Benar-benar terasa sekali aura kekeluargaannya.
Misalnya, kalau ada satu kementerian yang melakukan blunder, kementerian lain nggak akan ketinggalan untuk bikin blunder pula. Kayak nggak mau kalah gitu. Warbiyasa memang. Kalaupun bukan kebijakannya yang blunder, paling tidak pernyataan menterinya yang bikin blunder. Sangat kompak, sangat kompak.
Oleh sebab itu, melihat begitu solidnya para menteri di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, saya jadi membayangkan bagaimana kalau tim sehebat ini dijadikan sebuah kesebelasan sepak bola saja? Pasti sudah cukup bisa untuk mengalahkan tim profesional seperti Persiwi Wonogiri.
Dengan formasi yang cukup agresif menyerang, saya akan coba menggunakan formasi 4-3-1-2 yang menyesuaikan dengan kompisisi menteri-menteri Pak Jokowi.
Kiper: Mahfud MD
Di posisi krusial penjaga gawang, hadir sosok menteri Jokowi yang sempat dijagokan mau jadi cawapres dua tahun lalu, yakni: Mahfud MD.
Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Ada banyak aspek yang harus dikawal oleh Mahfud MD dalam menjaga stabilitas Pemerintahan Jokowi.
Serangan-serangan variatif dari lawan seperti tuntutan hukum, ancaman politik, bahkan keamanan negara, sudah pas kalau berada di bawah kendali Pak Mahfud MD.
Apalagi Mahfud MD punya reputasi mentereng sebelum jadi menko, seperti pernah jadi Hakim MK (yang berarti jago di bidang hukum), anggota BPIP (jago di urusan politik ideologi negara), sampai keamanan (pernah menjadi Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur).
Kalaupun belakangan ini kadang bikin pernyataan blunder ya nggak apa-apa. Namanya juga kiper. Posisi paling rawan. Seribu penyelamatan bakal jadi sia-sia kalau bikin satu blunder yang bikin kebobolan.
Sebenarnya hal ini bisa diantisipasi, seperti misalnya Pak Mahfud MD jangan menjadikan Loris Karius sebagai role model-nya dalam mempertahankan gawang.
Bek kanan: KH. Ma’ruf Amin
Secara pengalaman permainan politik, KH. Ma’ruf Amin bisa dibilang cukup hijau ketimbang rekan-rekan setimnya. Meski begitu, blio berada di posisi cukup penting sebagai Wakil Presiden. Fungsi blio dalam pemerintahan pun tak jauh-jauh dari peran bek kanan dalam sepak bola, yakni: menghadang setiap serangan kelompok sayap kanan.
Bek kiri: Erick Thohir
Berbanding terbalik dengan posisi KH. Ma’ruf Amin yang cenderung defensif, peran Erick Thohir sebagai Menteri BUMN justru sangat ofensif, bahkan bisa dibilang cukup radikal. Ada banyak penetrasi dan umpan silang Erick Thohir yang cukup mampu bikin dag-dig-dug kenyamanan komisaris-komisaris BUMN agar mau direformasi.
Benar-benar anti-kemapanan beneran satu menteri ini, apa-apa direvolusi. Bener-bener kiri.
Dua bek tengah: Wiranto dan Prabowo Subianto
Sebuah tim yang baik harus memiliki pasangan dua bek tangguh. Kebetulan, Pak Jokowi punya dua bek handal yang sangat bisa diandalkan untuk menjaga pertahanan.
Pertama, ada Wiranto yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Pengalamannya dalam hal kawal-mengawal tidak perlu diragukan. Dari era Pak Soeharto, Gus Dur, sampai Presiden Jokowi jabatan Wiranto selalu ada kaitannya dengan keamanan.
Bahkan jabatannya sekarang ini menggambarkan Pak Wiranto juga dipercaya sebagai asisten pelatih karena saran-sarannya menentukan strategi tim. Udah kayak Ryan Giggs pada akhir kariernya di Manchester United aja HAnya NUmpang RAme satu ini.
Kedua, ada nama Prabowo Subianto.
Sesuai dengan jabatannya sekarang Menteri Pertahanan, Prabowo memang sudah sangat cocok bermain di pos jantung pertahanan. Apalagi bersama Wiranto, Prabowo lahir dari akademi yang sama. Ini benar-benar udah kayak reuni keluarga gitu, jadi kompaknya dapet.
Lebih daripada itu, keduanya sangat paham akan serangan-serangan lawan. Pak Prabowo—misalnya—berasal dari kubu lawan Pak Jokowi saat Pilpres, jadi paham lawan politik akan nyerangnya gimana.
Tidak mau kalah, Pak Wiranto, juga pasti sangat paham. Soalnya, selain berasal dari kubu yang sempat berseberangan, Pak Wiranto juga punya keahlian menyamar yang jelas bakal mengacaukan dan membingungkan serangan lawan.
Trio gelandang tengah: Jhonny Gerard Plate – Sri Mulyani – Budi Karya Sumadi
Trio gelandang di tengah diisi oleh kombinasi menteri baru dan menteri lama. Ada Menteri Komunikasi, Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan.
Sebagai Menteri Keuangan, kemampuan Sri Mulyani jelas sangat krusial untuk memperhitungkan setiap peluang. Tidak hanya peluang menyerang, tapi juga peluang kebobolan, lalu mengkalkulasikannya sebagai utang tim yang harus dibayar. Semua ini dilakukan dengan sangat matang semata-mata demi keseimbangan permainan.
Lalu ada Menteri Komunikasi, Jhonny Gerard Plate, yang memiliki peran menjadi katalisator komunikasi antar posisi pemain. Sayangnya, belakangan peran ini justru dimainkan dengan terbalik oleh Gerard Plate dengan menjadi tukang blokir komunikasi dan informasi.
Bukannya memblokir serangan lawan, Gerard Plate malah demen banget memblokir komunikasi tim sendiri. Untungnya, peran ini udah ditegur oleh PTUN Jakarta dan menetapkan blio bersalah ketika memblokir koneksi internet di Papua pada 2019 lalu.
Berikutnya ada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Yang seharusnya memiliki peran menghubungkan pemain bertahan dengan penyerang tim sendiri, etapi malah menghubungkan serangan lawan. Lebih berbahayanya lagi yang dihubungkan ini bukan hanya serangan lawan biasa, melainkan serangan penyakit yang bisa menggerogoti tim sendiri.
Satu playmaker/trequartista: Luhut Binsar Panjaitan
Sebagai seorang pemain politik tak ada yang bisa mengalahkan Luhut Binsar Panjaitan. Kemampuannya begitu menawan, meski—harus diakui—sempat jarang sekali disorot pada awal-awal kemunculannya.
Kemampuan Luhut di dalam tim Kabinet Pak Jokowi ini Ibarat metronom dalam sebuah tim. Persis seperti peran Andrea Pirlo di AC Milan era Carlo Ancelotti. Pemain penentu tapi nggak diperhatikan lawan.
Lebih hebatnya lagi, Luhut sangat komplet sebagai seorang pemain. Bisa berperan sebagai gelandang bertahan ketika pemerintah sedang agak goyah, menjadi gelandang perhubungan ketika pemain di posisi itu absen, bahkan kadang sampai menginterupsi keinginan pelatih secara terbuka.
Peran free role ini jelas bisa diperankan dengan baik oleh Luhut dan menjadikannya layak menjadi playmaker di era Pemerintahan Jokowi. Di mana semua kendali permainan ada di kaki-kaki lincahnya.
Dua penyerang: Wishnutama dan dr. Terawan
Wonderkid yang ada di tim menteri Jokowi ini memang sudah selayaknya menjadi pemain terdepan. Soalnya kreativitas dan jiwa membara Wishnutama jelas sangat dibutuhkan tim.
Sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama jelas punya kemampuan menjelajah setiap sudut lapangan—karena staminanya juga masih bagus. Mobilitas semacam ini jelas dibutuhkan tim. Disertai dengan kemampuan mengelola kreativitas tim karena isi timnya generasi boomers semua.
Sedangkan Menteri dr. Terawan punya peran yang berbeda dari Wishnutama. Kemampuannya dalam menghilang dari radar lawan benar-benar menjadi momok serius yang bikin lawan pusing tujuh keliling.
Saking hebatnya kemampuan dr. Terawan ini, bahkan pemain tim sendiri pun suka kehilangan dia juga. Bingung mau kasih umpan ke mana karena Menteri Kesehatan ini sering tidak berada di posisinya.
Bahkan, jangankan pemain di atas lapangan yang kebingungan mencari posisi blio, penonton di stadion aja suka ikut bingung nyariin. Ini penyerang kita di manaaa sih? Kok ngilang? Ealah, baru juga main kok rasanya udah kayak kena kartu merah satu begini.
Kok ya gini amat nasib jadi pendukung kesebelasan Indonesia.
BACA JUGA Menteri Terawan Tak Lagi Sama, Sebuah Teori Konspirasi atau tulisan POJOKAN lainnya.