Mengandung spoiler film Tukar Takdir ~
Cuplikan film Tukar Takdir bertebaran di media sosial. Salah satu yang sering lewat di Timeline saya adalah adegan Zahra (diperankan Adhisty Zara) berduaan dengan Rawa Budiarso (diperankan Nicholas Saputra). Di dalam mobil, di sebuah area parkir yang sepi, Zahra tampak menggenggam mesra tangan Rawa, dan setelahnya cuplikan film berakhir.
Netizen dibiarkan bertanya-tanya dengan adegan selanjutnya. Namun, tampaknya, mereka tahu betul adegan setelahnya lebih dari sekadar menggenggam tangan.
Iseng, saya kemudian membaca kolom komentar. Banyak yang menghujat karakter Zahra dan Rawa. Tidak sedikit yang melayangkan komentar secara personal ke Adhisty Zara dan Nicholas Saputra. Dari komentar-komentar itu, sekilas, netizen tampaknya lebih penasaran pada adegan mesra daripada alur cerita Tukar Takdir secara utuh.
Padahal, sangat disayangkan kalau film ini sebatas diingat dari sisi romansanya saja. Sebab, makna film Tukar Takdir lebih dari itu. Ada isu soal berdamai dengan duka yang prosesnya lebih panjang daripada cipokannya Zahra dan Rawa.
Mouly Surya menjawab pentingnya adegan mesra di Film Tukar Takdir
Sebelum para pembaca bingung, saya beri sedikit sinopsisnya. Film Tukar Takdir yang rilis pada 2 Oktober 2025 lalu menceritakan Rawa, satu-satunya korban selamat dari sebuah kecelakaan pesawat terbang. Selamat dari tragedi membuatnya diliputi rasa bersalah. Apalagi saat dia harus berhadapan dengan keluarga korban seperti Zahra (anak pilot) dan Dita (istri penumpang yang duduk di dekatnya).
Tidak seperti Dita yang cenderung ofensif, Zahra dan ibunya lebih menerima Rawa. Apalagi Rawa punya beberapa kemiripan dengan Zahra maupun ayah Zahra. Disitulah kedekatan keduanya dimulai.
Segelintir netizen yang lebih kritis mempertanyakan urgensi atau pentingnya kedekatan dan adegan mesra dua karakter itu. Mereka merasa, film tentang kecelakaan pesawat nggak ada hubungannya dengan romansa Zahra dan Rawa. Apalagi, dua karakter itu digambarkan punya jarak usia yang jauh.
Saat ngobrol dengan kru Mojok, sutradara film Tukar Takdir, Mouly Surya, memahami adegan itu bakal memantik banyak makna di benak penonton. Namun, menurutnya, adegan itu tetap penting demi perkembangan karakter Zahra dalam film.
Mouly memosisikan adegan ini seperti warna cat rambut Zahra yang berganti-ganti seiring berkembangnya cerita. Dua hal tersebut memperkuat karakter Zahra yang digambarkan masih dalam proses pencarian jati diri. Dan, itu jadi penting untuk melihat Zahra dalam memproses duka kehilangan ayahnya.
“Jadi terjawab ya bukan karena Nicsap-nya, mau siapa saja pemainnya, adegan itu bakal tetap ada,” kata Mouly kepada Mojok, Selasa (7/10/2025).
Akan tetapi, dia juga tidak ingin filmnya hanya dilihat dari adegan mesra saja. Itu hanya satu bagian, masih ada adegan lain yang tidak kalah menarik untuk disoroti. Dengan berkelakar (tapi terselip pesan serius), dia juga berharap adegan di dalam pesawat yang susah-susah diproduksinya selama seminggu itu juga mendapat perhatian.
Memahami cara orang melalui duka
Sebenarnya, film berdurasi 107 menit itu lebih banyak bercerita tentang survivor guilt dan cara orang melalui duka. Soal survivor guilt, saya tidak bisa berkomentar banyak dan tidak bisa benar-benar merasakan apa yang dialami Rawa sebagai penyintas. Saya, dan banyak orang lain, mungkin akan lebih relate dengan proses melalui duka.
Dan, benar saja, di film ini kita dipertontonkan secara gamblang cara tiap karakter memproses dukanya. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Hanya cara yang berbeda satu dengan yang lain.
Dita (diperankan Marsha Timothy) misalnya , dia berduka dengan mencari keadilan untuk suaminya dan korban kecelakaan pesawat lain. Ibunya Zara (diperankan Marcella Zalianty) berduka dengan menangis dan memeluk erat seragam suaminya. Begitu pula tokoh Pak Mukhsin yang berduka dengan mengikhlaskan keluarganya dan melanjutkan hidup sebaik-baiknya.
Beberapa orang mungkin melihat Dita karakter yang nggak banget. Keinginannya untuk memperoleh keadilan membuat Rawa selalu terbayang-bayang wajah suami Dita yang duduk di dekatnya. Dita juga membuat Rawa merasa sangat bersalah karena sudah menjadi satu-satunya penyintas.
Anehnya, dan mungkin juga indahnya, di tengah kekesalan itu penonton juga diajak memahami perasaan duka yang disampaikan dengan sangat apik oleh Marsha Timothy sebagai Dita. Apalagi dialog di ujung film, di mana Dita akhirnya meminta maaf ke Rawa. “Mbak Dita sedang berduka,” kata Rawa menanggapi permintaan maaf Dita. “Berduka bukan berarti saya bisa ngapain aja,” kata Dita setelahnya.
Kalimat itu mengingatkan penonton, termasuk saya, pentingnya memproses duka secara tepat dan sehat. Sebab, di luar sana masih banyak orang melakukan segala hal karena berduka. Bahkan, saking kehilangannya, tidak sedikit yang tanpa ragu melukai diri sendiri.
Tidak sekadar Zahra dan Rawa
Setelah menonton Tukar Takdir, jelas film ini jelas bukan cuma soal hubungan antara Zahra dan Rawa saja. Jadi kalian para netizen yang berharap perkembangan romansa antara dua karakter itu, bersiaplah kecewa. Tapi, tenang saja, di film ini kalian akan dipertontonkan bentuk hubungan lain yang tidak kalah dalam dan indah, sekaligus rapuh dihadapan perpisahan.
Jadi gimana, tertarik menonton film Tukar Takdir?
Penulis: Kenia Intan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Film Jumbo Adalah Anomali, Akankah Jadi Tren Baru Dunia Perfilman Indonesia? dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.
