DPR Minta Seleksi CPNS 2021 Diulang karena Ada Kecurangan? Oya Ding, Rakyat Kan Tak Bisa Punya Oknum

Karena ada beberapa praktik kecurangan yang ditemukan dalam seleksi CPNS, DPR meminta seluruh seleksi diulang lagi dari awal. Kalau permintaan ini disetujui, semua peserta diminta untuk ujian ulang tanpa kecuali.

MOJOK.COMenyusul ditemukannya beberapa bukti kecurangan dalam seleksi CPNS 2021, Anggota DPR meminta proses seleksi diulang semua.

Oknum.

Sebuah diksi Orde Baru yang menjadi mantra sakti untuk birokrasi di Indonesia. Jika ada lembaga pemerintahan yang bobrok, penggunaan istilah ini akan memutihkan kesalahan satu institusi secara holistik.

Sederhananya, mereka yang bersalah akan dipisahkan dari sistem. Suatu kesalahan (meski dilakukan dalam satu rantai komando dan dikerjakan beramai-ramai), ia akan menjadi sebuah kesalahan individual, sehingga tidak menganggu marwah institusi yang bersalah.

Masalahnya, penggunaan diksi “oknum” ini kerap kali hanya berlaku untuk lembaga atau institusi pemerintahan saja. Untuk rakyat kebanyakan seperti saya, kamu, kita (kita?), kalian, hal itu ternyata tak berlaku. Kalau ada yang salah, ya salah semua.

Pandangan semacam inilah yang terkesan muncul pada desakan Junimart Girsang, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ketika menyoroti kasus kecurangan dalam seleksi CPNS 2021.

“Jadi biar clear, kita mendesak agar seleksi CPNS 2021 itu diulang saja, secara menyeluruh seleksinya. Terlepas ada atau tidaknya anggaran. Ini konsekuensi,” ujar politisi PDIP tersebut melalui pernyataan tertulis.

Dasar usulan Junimart ini memang ada. Dalam logikanya, yang ketahuan melakukan kecurangan dalam seleksi CPNS 2021 saja jumlahnya mencapai 200-an orang. Nah, itu pun yang baru ketahuan, bagaimana dengan mereka yang tidak ketahuan dan lolos? Ini kan bahaya sekali.

Oleh sebab itu, ketimbang pusing-pusing mendesak Kementerian PAN dan RB sekaligus BKN agar melakukan investigasi menyeluruh ke akar rumput, anggota DPR yang terhormat ini lebih memilih untuk meminta agar diulang saja semua seleksi CPNS 2021 ini. Semacam remidi. Kira-kira begitu.

Tentu saja usulan ini langsung menimbulkan reaksi pro dan kontra dari pihak peserta seleksi CPNS 2021.

Pro, untuk pihak-pihak yang sudah belajar mati-matian dan akhirnya tidak lolos passing grade. Kontra, untuk mereka yang juga sudah belajar mati-matian tapi lolos passing grade tanpa melakukan kecurangan.

Beberapa hari lalu, saya sendiri sebenarnya sudah memprediksi (dan menulisnya di sini) bahwa kecurangan seleksi CPNS 2021 ini tidak hanya bakal merugikan peserta yang tidak lolos, tapi mereka yang lolos.

Stigma mereka yang lolos belakangan ini justru dicurigai telah melakukan kecurangan. Bodo amat meski mereka yang lolos juga belajar mati-matian, ikut kursus di sana-sini, langganan latihan soal-soal CPNS secara online. Pada akhirnya stigma melakukan kecurangan itu melekat juga.

Stigma ini bahkan muncul juga dari wakil rakyat yang terhormat di Senayan sana dalam bentuk usulan Junimart Girsang. Bahwa kalau ada segelintir rakyat yang melakukan kecurangan, maka wakil rakyat akan melihat itu sebagai kesalahan seluruh rakyat yang ikut CPNS.

Lah iya dong, meminta seluruh peserta untuk ujian ulang itu kan bentuk ketidakpercayaan wakil rakyat terhadap rakyat secara umum. Blio tidak mau memisahkan pihak-pihak yang bersalah dengan pihak yang tak bersalah. Dipukul rata saja semua.

Ya, wajar sih. Memang lebih gampang nyuruh rakyat yang ikut CPNS ujian ulang ketimbang meminta investigasi total. Takutnya ntar ada petinggi-petinggi yang bisa kena kan malah bakal jadi isu gorengan terbaru. Apalagi bentar lagi mau tahun-tahun politik.

Usulan dari Junimart ini tentu jadi oase bagi peserta seleksi CPNS 2021 yang tidak lolos, tapi jadi bencana sendiri bagi mereka yang lolos. Sebab, proses mengikuti seleksi ini tidak semudah apa yang DPR Komisi II ini minta.

Ah, kalau memang mereka kemarin lolos murni, mau diulang beberapa kali juga harusnya tetep lolos dong.

Ya nggak begitu konsepnya, Marwoto.

Kalau ukuran itu dipakai untuk fresh graduate mungkin tak begitu masalah, karena mereka masih punya cukup waktu yang bisa dikhususkan untuk mengikuti seleksi ini. Akan tetapi, untuk mereka yang sudah berkarier di dunia kerja, sudah berkeluarga, lalu diminta untuk melakukan ujian ulang lagi, ya itu jadi problem sendiri.

Seperti saya—misalnya, untuk persiapan mengikuti ujian dua minggu kemarin ini saja, saya harus mengajukan cuti 4 hari kerja sebelum Hari-H. Ini waktu yang diperlukan untuk meningkatkan intensitas saya belajar soal-soal. Belum dengan cuti-cuti sebelumnya untuk mengurus segala macam administrasi pendaftaran.

Sudah begitu, ada beberapa peserta yang harus rela berangkat dari beda kabupaten atau beda kota, karena lokasi ujian tidak berada di daerahnya. Perjalanan itu sendiri sudah memakan waktu dan tenaga, plus meninggalkan pekerjaan hariannya untuk sementara waktu (yang artinya juga mengurangi jatah pendapatannya di hari itu).

Perjuangan semacam ini, tentu bakal jadi sia-sia semata—meski akhirnya lolos passing grade—karena secara tidak langsung dituduh menjadi bagian dari praktik kecurangan dalam seleksi CPNS 2021.

Seolah-olah, mereka yang lolos seleksi dengan murni malah jadi pihak yang ikut diminta “bertanggung jawab” atas kesalahan orang lain yang melakukan kecurangan (termasuk juga yang dilakukan oleh oknum panitia).

Meski begitu, sejauh apapun saya memprotes usulan ini, kalau akhirnya keputusan ini yang disetujui dan seleksi CPNS 2021 akhirnya dilaksanakan ulang, ya saya ngerti sih, saya bisa apa? Rakyat jelata begini.

Mungkin cuma bisa dapat nasihat klise seperti, “Ya nggak apa-apa sih, lagi apes aja kamu. Ikut tes lagi aja udah.”

Cuma, saran saya, kalau model berpikir begitu diberlakukan ke rakyat tanpa memisahkan mana yang curang dan mana yang tidak, hambok untuk anggota DPR tindakan serupa juga berlaku.

Seperti misalnya, ada banyak dugaan kecurangan dalam Pemilu Legislatif untuk anggota DPR dan DPRD periode 2019-2024. Beberapa di antaranya digugat ke MK dan ada beberapa laporan yang dinyatakan MK bahwa di titik-titik lokasi tertentu Pileg harus direvisi karena ada indikasi pengurangan suara untuk salah satu calon.

Nah, kalau pakai alur berpikir Pak Junimart, kayaknya boleh sih Pak kalau Pemilunya diulang juga semua. Biar “clear” kalau kata Bapak.

Eh, tapi sori, lupa saya, yang curang saat itu kan cuma oknum ding.

BACA JUGA Berapa Gaji Dosen PNS, Dosen Tetap Non-PNS, dan Dosen Luar Biasa? dan ESAI lainnya.

Exit mobile version