MOJOK.CO – Banyak orang yang penasaran dengan gaji dosen. Baik dosen PNS, dosen tetap non-PNS, dan dosen luar biasa. Saya buka semuanya deh di sini.
“Kalau aku sekitar 5 (juta),” kata teman yang merupakan dosen PNS di salah satu kampus negeri di Jawa Tengah.
Angka 5 juta yang tidak flat—tentunya. Angka kisaran. Bisa lebih besar tergantung pada ada kegiatan apa si dosen PNS itu dalam satu semester masa kerjanya. Meski ya bisa juga turun dikit, jika selama beberapa minggu tidak ada kegiatan mengajar (seperti libur semester misalnya).
Singkatnya, teman saya itu bergaji pokok 2,6 juta. Ia baru menjadi dosen PNS jalan dua tahun. Selama perjalanan itu pula ia sudah menjabat sebagai sekretaris prodi. Dari sana ia mendapat tunjangan jabatan sekitar 1 juta. Total 3,5 juta. Itu gaji tetapnya.
Selain dari sana, seorang dosen akan punya banyak pekerjaan selama satu semester aktif di luar kegiatan mengajarnya—yang artinya ia berhak mendapat upah di luar gaji. Ada banyak item-itemnya dengan besaran upah bervariasi.
Misalnya, bimbingan skripsi, menguji skripsi, bikin soal untuk UAS atau UTS, serta mengoreksi soal UAS atau UTS. Itu belum ditambah dengan tunjangan lauk pauk dan tunjangan kinerja.
Persoalannya, upah-upah itu tidak dibayarkan ke dosen PNS tiap bulan, tapi tiap semester. Saking banyaknya item-item itu, wajar kalau teman saya ini mengaku, “Tapi jujur, aku ini agak tidak peduli tiap bulan dapat upah berapa.”
Yang artinya, bahkan seorang dosen PNS pun kadang tidak bisa menjawab pasti berapa gaji dosen PNS.
Di sisi lain, teman saya yang lain, yang juga dosen PNS di universitas berbeda, mengaku mendapat transferan 2,6 juta ke rekeningnya.
“Aku soalnya masih golongan 3B, gaji pokoknya 2,6 juta,” katanya.
Tapi itu belum ditambah tunjangan. Dengan tunjangan dari kampusnya (karena kebetulan kampus yang ia ajar punya anggaran tinggi dari negara) maka ia bisa mendapat sampai 3 juta. Jadi total, ia bisa mengantongi uang 5,6 juta per bulan.
Sebagai PNS yang baru masuk beberapa bulan, itu tentu angka yang sangat tinggi. Apalagi mengingat daerah kampus di tempat teman saya bekerja ini tidak kota-kota amat, yang artinya harga beli barang-barang masih murah-murah.
Nah, di tunjangan kinerja (tukin) ini setiap kampus punya kebijakannya sendiri-sendiri. Tergantung dengan status kampusnya, atau lokasi kampusnya. Seperti universitas negeri yang ada di kota besar seperti Jakarta misalnya.
Di ibukota, tunjangan yang sama (yang diterima dosen-dosen PNS di daerah hanya di angka ratusan ribu atau jutaan), bisa mencapai angka puluhan juta.
“Kayak adik iparku, gaji pokoknya cuma 4 juta (di Jakarta), tapi tukin-nya bisa tembus sampai 25 juta,” kata teman saya ini.
Meski tentu saja, tunjangan itu juga perlu dimasukkan juga elemen seperti tunjangan jabatan, kegiatan kampus, dan masa baktinya sebagai PNS. Bahkan kalau status seorang dosen PNS sudah menjadi guru besar, tunjungannya bisa sampai 4 kali lipat dari gaji pokoknya.
Sebagai catatan juga: gaji dosen PNS yang saya kutip di sini, semuanya adalah PNS-PNS baru. Yang artinya ia baru menjalani masa baktinya 1-2 tahun.
Artinya, pendapatan yang dikemukakan teman-teman saya itu tentu akan meningkat dari tahun ke tahun, sampai batas angka yang—barangkali—belum bisa dibayangkan saya dan teman-teman saya yang dosen itu.
Oke, itu gambaran gaji dosen PNS, pertanyaan berikutnya; berapa gaji dosen tetap non-PNS dan gaji dosen luar biasa?
Sebelum itu, saya perlu jelaskan dulu apa itu dosen tetap non-PNS.
Kasarnya gini. Dosen PNS itu mendapat pemasukan dari dua kanal. Pertama dari negara melalui gaji pokok dan tunjangan-tunjangan. Kedua dari pihak kampus dengan kegiatan-kegiatan kampus dalam bentuk (semacam) honorarium yang dibayarkan tiap semester.
Nah, dosen tetap non-PNS ini mendapat gaji tetap dari kampus, bukan dari negara. Oleh sebab itu, gaji dosen tetap non-PNS ini bisa bervariasi tergantung kampusnya. Salah satu teman saya—misalnya, mendapat bayaran tetap 1,9 juta per bulan sebagai dosen tetap non-PNS.
Selain itu, karena dosen tetap non-PNS juga masuk dalam jabatan fungsional kampus, maka dari sana ia mendapat tunjangan juga. Teman saya ini bahkan mendapat tunjangan 375 ribu tiap bulan. Yang artinya, ia tiap bulan total bisa mengantongi gaji 2,2 jutaan.
Teman saya ini agak beruntung karena ia menjadi dosen tetap non-PNS di kampus yang cukup besar, jadi gajinya masih di atas UMR daerahnya. Yang apes adalah dosen tetap non-PNS di kampus-kampus swasta dan kecil. Kadang-kadang bisa saja menerima gaji di bawah UMR daerahnya dan harus bekerja di bidang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain dosen PNS, dosen tetap non-PNS, masih ada lagi satu status dosen yang paling bontot secara status, yakni: Dosen Luar Biasa.
Sebagaimana namanya yang pakai embel-embel “Luar Biasa”, tentu kamu sudah bisa menebak kalau itu status untuk ngemong saja. Maksudnya upah yang didapat memang di luar kebiasaan, yang artinya ada di bawah dari dosen PNS dan dosen tetap non-PNS.
Dosen Luar Biasa atau biasa disebut “DLB” oleh teman-teman sesama dosen, rata-rata diisi oleh profesional di luar dunia kampus. Maksudnya, jika sebuah jurusan ilmu komunikasi membutuhkan pengajar yang paham dunia jurnalistik, maka ia akan mempekerjakan jurnalis profesional dengan skema DLB ini.
Meski secara besaran angka terkesan di bawah gaji dosen PNS dan dosen tetap non-PNS, DLB sebenarnya bisa saja mendapat pendapatan lebih kalau mau mengajar lebih banyak. Sebab perhitungan upahnya adalah berapa SKS yang ia ampu dalam satu semester itu dan berapa banyak mahasiswa yang ia ampu.
Kenapa saya bisa tahu? Ya karena itu memang pekerjaan sampingan saya, selain sebagai Redaktur Mojok.
Sama seperti rekan saya yang dosen PNS, saya sendiri sebenarnya tak tahu pasti mendapat transferan berapa dari pihak kampus. Karena sekali lagi, terlalu banyak detail item yang kami terima. Jadi upah ini tidak datang dalam sekali transfer, tapi berkali-kali.
Sebagai gambaran saja. Kalau saya mengajar 9 SKS pada semester itu, dengan jumlah mahasiswa ada di kisaran 130, biasanya saya akan menerima upah total 3,5 sampai 4 juta.
Sek, bentar. Hah? Kok sama banyak-nya sama gaji dosen PNS?
Tunggu dulu, itu dibayarkan bukan tiap bulan lho, tapi tiap semester.
Artinya kalau dikalkulasikan, DLB itu cuma mengantongi uang 1 juta lebih atau kurang dikit tiap bulannya. Sebab, perhitungannya, satu semester itu selalu tidak genap 6 bulan, tapi hanya 4 bulan masa aktif ngajarnya.
Dengan begitu, secara sederhana, untuk masa kerjanya yang hanya 4 bulan, ia dibayar dengan angka 4-5 juta. Cuma, kalau dalam semester itu si DLB hanya mengajar dua kelas, mahasiswa yang diajar juga di bawah 80 orang. Ya bisa aja ia cuma mengantongi 2-3 juta per semester.
Upah itu terdiri dari banyak item juga. Dari honor mengajar, honor bikin soal, dan honor mengoreksi soal.
Itu kalau di kampus negeri. Di kampus swasta DLB bisa mendapat bayaran jauh lebih besar lagi. Terutama kalau kampus swasta itu merupakan kampus besar, terkenal, dan punya peringkat bagus secara akreditasi.
Di kampus swasta seperti itu, sependek pengalaman saya, seorang DLB bisa mendapat upah sampai 2-4 jutaan. Dan itu tidak dibayar per semester seperti DLB di kampus negeri, tapi tiap bulan.
Angka itu juga bisa meningkat seiring dengan jumlah kelas yang diampu dan jumlah mahasiswa yang diajar. Ini tentu angka yang cukup lumayan untuk menambah pendapatan seorang DLB yang pasti merupakan pekerja tetap di luar kegiatan ngajarnya.
BACA JUGA Menghitung Gaji PNS Terbaru beserta Tunjangannya yang Bermacam-macam dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.