Bikin Status WhatsApp Bisa Menghindarkan Kita dari Dianggap Caper dan Pamer - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Pojokan

Bikin Status WhatsApp Bisa Menghindarkan Kita dari Dianggap Caper dan Pamer

Ajeng Rizka oleh Ajeng Rizka
7 Agustus 2021
0
A A
whatsapp

ilustrasi Bikin Status WhatsApp Bisa Menghindarkan Kita dari Dianggap Caper dan Pamer mojok.co

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Sering bikin status WhatsApp bukan berarti nggak ada kerjaan. Belum tahu aja, sebenarnya banyak orang yang sedang berusaha nggak caper.

Status WhatsApp sudah terhitung jadi bagian dari kehidupan orang-orang Indonesia, terutama boomer dan aktivis WAG. Riset paling minimalis yang saya lakukan di lingkar pertemanan saya sendiri, menunjukkan bahwa orang-orang yang aktif dan suka bikin Status WhatsApp memang sebagian besar bukan tipe yang aktif di media sosial lain seperti Instagram. Ini artinya, napas Status WhatsApp sendiri memang punya karakteristik yang berbeda dengan jenis unggahan lain yang hilang dalam 24 jam.

Saya punya cerita menarik seputar dunia per-WhatsApp-an di kalangan boomer, utamanya yang saya amati dari aktivitas orang tua saya sendiri. Pekan lalu, setelah menyelesaikan studi dan menerima ijazah, saya sempat berfoto dengan orang tua saya. Niatnya memang buat kenang-kenangan, sekalian biar wisuda daringnya agak berkesan lah, nggak krik krik banget. Hasil foto-foto kami itu praktis menunjukkan rasa syukur saya karena akhirnya bisa juga ya pemalas kayak saya menamatkan magister. Sedangkan bagi orang tua, tentu itu sesuatu yang lain. Foto itu adalah sebuah legitimasi bahwa: Ini anak saya sudah tamat S-2!

Saya nggak mau berkomentar deh tentang gaya parenting di Indonesia dan betapa mereka gemar sekali membanggakan anak-anaknya. Di satu sisi itu mungkin lebay, tapi di sisi lain saya nggak bisa menghakimi karena, ya, saya belum tahu rasanya jadi orang tua. Yang jelas momen ini bikin orang tua saya pengin banget memamerkan hasil foto kami ke kerabat dekat, sanak saudara, dan konco kenthel mereka. Pamernya dari mana lagi kalau bukan lewat WhatsApp.

Ibu saya tiba-tiba sudah mengunggah banyak sekali foto, bahkan foto ngeblur saya waktu pegang ijazah pun beliau bagikan di Status WhatsApp. Blio kemudian sumringah dan bilang bahwa banyak sekali kawan-kawannya yang turut mengucapkan selamat atas kelulusan saya. Bapak saya nggak mau kalah. Blio tentu juga pengin kawan-kawannya kirim japri ucapan selamat ke saya. Tapi, kali ini, blio nggak membagikan foto-foto kelulusan saya di Status WhatsApp, melainkan membagikannya di WAG keluarga.

Herannya, ibu saya langsung protes dan menganggap bahwa tindakan bapak saya bisa dianggap pamer. “Mending dijadikan Status WhatsApp,” katanya.

Baca Juga:

Kombes Pol Yuliyanto, Kabid Humas Polda DIY Tanggapi warganet yang garang di media sosial

Cara Kabid Humas Polda DIY Tanggapi Warganet yang Garang di Media Sosial

11 Januari 2023
Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan MOJOK.CO

Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan

7 Desember 2022

Iya juga, pikir saya. Buat apa mengirim banyak foto wisuda anak ke sebuah WAG tanpa konteks. Pun bila dengan konteks, bakal tetap kelihatan lagi pamer. Misalkan fotonya dikasih kata-kata religius, “Alhamdulillah anak saya wisuda.” Tetap saja kelihatan caper, seolah-olah pengin banget diucapin selamat.

Bikin Status WhatsApp yang isinya pencapaian memang bisa menghindarkan seseorang dari dianggap caper dan pamer. Bagaimanapun ini lebih baik daripada pamer pencapaian lewat japri dan WAG. Walaupun kita bisa berkilah, “Namanya juga berbagi kebahagiaan,” Tetap saja bakal ada segelintir orang lambe nyinyir yang membatin, “Hadeeeh, gini aja dipamerin, anak saya aja S-3 dua kali.” Kocak, bukan? Status WhatsApp memang sebuah fitur yang bisa menetralkan suuzan.

Bahkan bukan hanya soal pencapaian, pendapat pribadi seputar hal sehari-hari juga lebih pas kalau diunggah melalui Status WhatsApp. Misalkan ketika ingin bilang, “Cowok macam apa yang ngajak susah?! Mendingan cari cowok yang bisa bikin senang.” Tentu kalimat ini lebih pas diunggah di status daripada harus secara acak dikirimkan ke grup RT. Nanti bisa-bisa pak RT kepikiran sampai subuh.

Status juga memungkinkan pengguna lainnya menanggapi unggahan lewat chat pribadi. Nggak kemudian terekspos jadi dialog dua orang di grup yang anggotanya ramai. Tentu hal ini lebih enak dinikmati dan nggak bikin anggota grup lainnya merasa berisik.

Lagi pula, mengunggah status juga bisa jadi kode-kode yang sering dipakai anak muda. Mereka yang mengunggah status mungkin lagi caper dan penguin statusnya dilihat gebetan. Sedangkan si gebetan yang kebetulan menyaksikan status itu pun bisa langsung ngajak chatting tanpa harus pusing-pusing mencari topik pembicaraan. Ya masa sh tanya lagi apa terus-menerus.

Makanya, Status WhatsApp memanglah sebuah fitur yang sepatutnya dilanggengkan. Ia bisa menghindarkan seseorang dari dianggap caper dan pamer. Fitur ini pulalah yang mendekatkan dua insan yang lagi PDKT tanpa kelihatan maksa. Semua berjalan begitu indah dalam semesta per-WhatsApp-an duniawi.

BACA JUGA Stereotip Emoji WhatsApp yang Banyak Menggambarkan Siapa Kita dalam Percakapan dan tulisan rubrik POJOKAN lainnya.

Terakhir diperbarui pada 7 Agustus 2021 oleh

Tags: media sosialSTATUS WHATSAPPWAGwhatsapp groupwhatsapp statuswhatsapp stories
Ajeng Rizka

Ajeng Rizka

Penulis, penonton, dan buruh media.

Artikel Terkait

Kombes Pol Yuliyanto, Kabid Humas Polda DIY Tanggapi warganet yang garang di media sosial
Bertamu Seru

Cara Kabid Humas Polda DIY Tanggapi Warganet yang Garang di Media Sosial

11 Januari 2023
Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan MOJOK.CO
Podium

Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan

7 Desember 2022
rektor uii mojok.co
Kilas

Medsos Bisa Lahirkan Diktator dan Kubur Demokrasi

31 Mei 2022
Ilustrasi media sosial (Mojok.co/Ega Fanshuri)
Pojokan

Secreto Site: Cara Gaul Berkirim Surat Kaleng 

23 Desember 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
ilustrasi Dugaan Penelantaran Orang Tua ke Panti Jompo Memang Perlu DIlihat dari Dua Sisi mojok.co

Begini Cara Mencoret Anak Durhaka dari Kartu Keluarga, Meski Kenyataannya Sulit Terjadi

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
whatsapp

Bikin Status WhatsApp Bisa Menghindarkan Kita dari Dianggap Caper dan Pamer

7 Agustus 2021
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU / satu abad yang Gini-gini Aja MOJOK.CO

Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja

28 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023
Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja MOJOK.CO

Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja

21 Januari 2023

Terbaru

tsamara erick thohir

Manuver Tsamara Setelah Keluar dari PSI: Ogah Gabung Parpol, Dukung ET Jadi Ketum PSSI

29 Januari 2023
aplikasi lari dan jogging mojok.co

10 Aplikasi Lari dan Jogging Terbaik yang Cocok Buat Pemula

29 Januari 2023
Waspada Penipuan Online Bermodus Tautan Paket! Duit Bisa Lenyap dengan Sekali Klik

Waspada Penipuan Online Bermodus Tautan Paket! Duit Bisa Lenyap dengan Sekali Klik

29 Januari 2023
Uneg-uneg untuk Persahatan: Akhirnya Aku Mengerti Dunianya Bukan Aku Lagi

Uneg-uneg Persahabatan: Akhirnya Aku Mengerti Dunianya Bukan Aku Lagi

29 Januari 2023
Untuk Dosen di Surabaya: Kalau Dosen Senior Memangnya Boleh Seenaknya Sendiri? MOJOK.CO

Untuk Dosen di Surabaya: Kalau Dosen Senior Memangnya Boleh Seenaknya Sendiri?

29 Januari 2023
Uneg-uneg untuk Masjid yang Tutup di Luar Jadwal Salat MOJOK.CO

Uneg-uneg untuk Masjid yang Tutup di Luar Jadwal Salat

29 Januari 2023
Pangeran Raja Atas Angin, Tokoh Islamisasi Tanah Priangan yang Terlupakan MOJOK.CO

Pangeran Raja Atas Angin, Tokoh Islamisasi Tanah Priangan yang Terlupakan

28 Januari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In