Aeshina Azzahra yang Berani-beraninya Ngirim Surat Protes ke Angela Merkel

Aeshina Azzahra

MOJOK.COSaya bilang Aeshina Azzahra “berani-beraninya” soalnya orang dewasa yang tahu ada masalah tentang impor sampah ini aja nggak ada yang berani buat protes sebelumnya.

Saya kira masa depan dunia tidak akan surem-surem amat setelah kemunculan banyak anak muda yang peduli dengan isu lingkungan dan kemanusiaan.

Setelah diawali Malala yang mengampanyekan pendidikan untuk perempuan di tahun 2012 lalu, sekarang muncul Emma Gonzalez, aktivis muda yang mengadvokasikan kontrol terhadap senjata di Amerika yang juga memimpin long march ratusan ribu anak sekolahan dalam aksi March for Our Lives. Juga ada Greta, aktivis lingkungan yang sekarang jadi ikon perlawanan terhadap pembiaran pemanasan global.

Di Indonesia, ternyata kita juga punya aktivis muda semacam itu. Namanya Aeshina Azzahra Kilani (Nina) siswi SMPN 12 Gresik yang belakangan ini menjadi viral karena berani-beraninya mengirimkan surat protes terkait impor sampah kepada Kanselir Jerman melalui Duta Besar Jerman untuk Indonesia.

Saya bilang dia “berani-beraninya” soalnya orang dewasa yang tahu ada masalah tentang impor sampah ini aja nggak ada yang berani buat protes sebelumnya. Memang se666an anak muda jaman sekarang nih~

Bukan menjadi rahasia kalau Indonesia punya PR terkait pengelolaan sampah hasil impor dari negara-negara Eropa dan Amerika sana. Meskipun sudah ada aturan–Peraturan Menteri Perdagangan nomor 31/2016–yang mengatur mengenai impor sampah, beberapa oknum sering kali meloloskan sampah yang sebenarnya tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan, yaitu berjenis homogen dan bersih dari kontaminasi unsur-unsur lain khususnya bahan beracun berbahaya.

Menurut data dari bea cukai yang menangani impor sampah dari negara maju ini, sampai 17 September 2019, ada sekitar 2.041 kontainer sampah sementara yang memenuhi syarat dari surat izin dan hasil uji hanya 455 kontainer saja. Tapi oknum itu meloloskannya karena… ya ada uangnya.

Keputusan Aeshina Azzahra untuk menyurati Angela Markel ini jadi hal yang menarik karena kita emang nggak bisa menghentikan oknum nakal, tapi kita bisa mencegah importir nakal dari Jerman yang suka (((mengoplos))) sampah yang akan didatangkan ke Indonesia dengan membuat Jerman menguatkan aturan mereka dan menghentikan izin importir nakal yang suka ngoplos sampah ini.

Jangan salah, sampah dari Jerman ini jumlahnya banyak sekali. Meningkat drastis dari “cuma” 600 ton di tahun 2017, menjadi 64.459 ton di tahun 2018. Coba bayangin betapa besar dampaknya kalau sampah dari mereka ini kebanyakan sampah hasil penyelundupan yang nggak sesuai standar.

Soalnya, yang bikin masalah lingkungan tuh nggak semua sampahnya. Kalau yang bisa terdaur ulang sih nggak masalah. Lha ini, sampah yang bisa didaur ulang kayak kertas misal, suka dioplos sama plastik. Si plastik ini yang nggak terdaur ulang ini akhirnya malah dimanfaatkan jadi bahan bakar pabrik–yang pembakarannya mencemari air, tanah, dan udara yang akan merugikan kita nantinya.

Lagi pula, seharusnya Indonesia udah berhenti impor sampah sih. Orang negara-negara tetangga kayak Malaysia, Vietnam, dan Thailand aja udah pada bikin aturan akan menghentikan impor ini karena kalau mikirin dampak jangka panjang terhadap lingkungan, mudharat-nya nggak sebanding-sebanding amat sama keuntungan yang kita dapat.

Beruntunglah ada anak muda kayak Aeshina Azzahra (Nina) yang mulai angkat isu ini ketika sebelumnya kurang begitu diperhatikan.

Keberanian Nina, Emma, dan Greta ini jujur bikin saya takjub sama anak-anak muda jaman sekarang. Mungkin karena mereka jadi anak kandung teknologi ya, mereka punya lebih banyak informasi yang membuat mereka menjadi lebih kritis terhadap apa yang terjadi. Saya pikir, GenZ seperti mereka ini malah jatuhnya lebih cepat dewasa dari milenial.

Kalau lihat Greta, Emma, dan Nina, saya baru sadar juga kalau mereka ini di usia mudah sudah pandai sekali mengartikulasikan permasalahan. Artinya, mereka benar-benar memahami apa yang sedang mereka bicarakan.  Mereka juga punya komitmen yang tinggi untuk konsisten dengan (((arah perjuangan))) yang sudah mereka tentukan.

Nah, gara-gara mereka punya pemikiran yang lebih dewasa itu, entah kenapa malah orang dewasa betulan (baca: yang sudah tua) yang jadi terlihat kekanak-kanakan. Mereka nggak terima dengan kritik-kritik yang diberikan anak-anak muda. Mereka malah mengaggap kalau anak-anak muda ini terlalu sombong dan sok tahu. Lalu menyerang usia mereka untuk mendelegitimasi kritik yang mereka lontarkan. Seakan-akan bilang, “T4u 4p4 k4li4n s04l dun14, hah?”

Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya orang dewasa yang suka sekali menyerang Greta. Kemarin Menteri Keuangan Amerika, Steven Mnuchin malah bilang kalau Greta harus punya gelar sarjana ekonomi dulu baru omongannya tentang cara ngurangi emisi karbon dan nyuruh motong anggaran subsidi untuk bahan bakar fosil yang dimiliki AS dia dengarkan.

Ya gini nih, hatter gonna hate. Padahal udah jelas kalau argumennya Greta itu berbasis fakta. Paul Krugman, Peraih Nobel Ekonomi aja bilang kalau dia bakal lebih ngedengerin Greta daripada si Mnuchin kok!

Lagian kenapa sih orang-orang tua nih suka sensi amat kalau anak muda bersuara. Kayaknya nggak mau kelihatan kalah pinter sama mereka. Kalo nggak nyerang umurnya, mereka pasti nyerang dengan bilang, “ngritik doang, kasih solusi dong!”

Kritik buat orang-orang tua ini mungkin dianggap ujaran kebencian, hinaan, atau celaan kali ya. Bukan dilihat sebagai bentuk kegelisahan dan keresahan terhadap suatu persoalan.

Dikata anak-anak muda bakal tenang-tenang aja ngeliat bumi yang akan mereka tinggali hancur gara-gara kerakusan, kebodohan, dan ketidakpedulian orang tua itu apa???

BACA JUGA Greta Thunberg, Remaja paling Penting Untuk Diteladani Saat Ini dan artikel menarik lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version