5 Ciri Lowongan Kerja Malesin yang Perlu Ditanggapi dengan Skeptis

Lowongan pekerjaan abal-abal

ilustrasi 5 Ciri Lowongan Kerja Malesin yang Perlu Ditanggapi dengan Skeptis mojok.co

MOJOK.CO – Bukan hanya kerja yang butuh skill, bahkan cari lowongan kerja juga butuh insting super kuat. Salah-salah bisa terjebak dalam kantor yang toksik.

Realitas pemburu lowongan kerja di Indonesia perlu disadari sebagai aktivitas yang gampang-gampang ribet. Orang yang belum bekerja pun dituntut kritis dengan tawaran-tawaran kerja yang diinformasikan di banyak tempat. Mulai dari loker di media sosial, loker di situs layanan daring seperti Linkedin dan Jobstreet, sampai loker yang penyebarannya berantai lewat grup WhatsApp.

Buat pembantu pejuang-pejuang cuan di Indonesia, ada ciri umum lowongan kerja yang memang perlu ditanggapi dengan skeptis. Ini bisa jadi jebakan batman menuju kantor yang toksik hingga jebakan murni penipuan berkedok kesempatan kerja. Dunia memang sekejam ini, Sayang.

#1 Lowongan kerja yang requirements-nya panjang lebar

Jika kamu mengincar posisi tertentu dalam pekerjaan, mendingan dicari tahu dulu apa deskripsi kerja posisi itu. Masalahnya, nggak sedikit kantor yang sebenarnya butuh orang untuk posisi tertentu, tapi pengin orang yang melamar bisa multitasking, bisa punya keahlian berlipat ganda. Semua ini dilakukan demi bisa menghemat gaji karyawan. Kan bangsat juga kalau begini.

Misalnya, kantor Maju Mundur butuh merekrut seorang copywriter. Seharusnya keahlian yang tertera di lowongan pekerjaan ya seputar menulis copy, seputar media, sosial, dan pengalaman yang berhubungan dengan itu. Tapi, seringnya mereka curang banget. Mereka mencantumkan keahlian tambahan yang dibutuhkan seperti: Menguasai editing video, bisa desain logo, akrab dengan kamera dan mau untuk tampil di media sosial, sampai penguasaan public speaking. Hash, kalau ini sih sama aja jabatan lima orang dirangkap jadi satu. Padahal, yakin deh, gaji yang ditawarkan juga nggak setara dengan gaji lima orang kok. Skip aja, Lur.

#2 Ada kata-kata “mampu bekerja di bawah tekanan”

Saya sendiri suka gagal paham dengan pernyataan macam ini. Kerja di bawah tekanan ini maksudnya apa? Kerja sambil diduduki bosnya? Kan nggak begitu seharusnya konsep mbribik calon pekerja.

Jika sekiranya sebuah kantor pengin merekrut penulis yang setiap hari kerjanya punya deadline, ya sudah, sampaikan saja: Siap bekerja dengan deadline tulisan. Atau yang paling benar, nggak perlu ada kalimat ini di informasi lowongan kerja. Teknis semacam ini kan memang akan dibahas dalam sesi wawancara sampai tanya jawab sebelum tanda tangan surat penawaran kerja. Sama aja deh kayak negosiasi gaji sebelum resmi jadi karyawan. 

Kata-kata “mampu bekerja di bawah tekanan” justru bikin calon pelamar skeptis dan nggak sedikit yang jiper. Males banget, belum kerja sudah ditakut-takuti. Skip, lah.

#3 Batas usia yang cenderung “muda” dalam lowongan kerja

Belakangan ini ageshaming sering banget muncul di informasi lowongan kerja. Posisi yang dibutuhkan sih jadi editor atau marketing. Tapi, ada batas usia tertentu yang seolah-olah jika sudah semakin tua, semakin nggak produktif dan nggak punya kesempatan. Padahal di luar sana, banyak banget pekerja yang semakin tua semakin matang dan berpengalaman.

Pembatasan usia pelamar juga terkadang nggak masuk akal, misalnya maksimal 25 tahun, maksimal 30 tahun. Padahal di usia segitu, masih banyak orang-orang yang butuh pekerjaan dan nggak kalah uptodate dibandingkan Gen Z. Kalau batas usianya 60 tahun mah ya, nggak usah ditanya. Yang jadi masalah, seringnya pembatasan usia ini ramashok

Belum lagi, belakangan banyak pekerja yang terpaksa diberhentikan karena perusahaan yang oleng setelah pandemi. Ratusan, bahkan ribuan karyawan produktif dirumahkan. Batasan usia macam ini semakin menampar para pekerja dan mendiskreditkan mereka yang terpaksa memiliki karier naik turun.

Memang, hak setiap perekrut untuk menentukan kriteria calon pekerja. Sayangnya, ini juga mencerminkan bagaimana nilai-nilai yang dianut perusahaan itu. Memangnya kamu mau kerja di kantor yang nggak menghargai setiap individu tanpa mempedulikan latar belakang usia? Kan males.

#4 Informasi loker dari pesan berantai WhatsApp

Informasi kesehatan saja patut dicurigai hoaks jika berlabel “forwarded many times” apalagi info lowongan kerja. Banyak memang perusahaan BUMN dan swasta yang mencari kandidat lewat informasi berantai begini. Tapi, untuk memantapkan hati, kita perlu tahu informasi resmi yang mereka sampaikan melalui web, media sosial resmi, atau surat kabar. Jika tidak, salah-salah kita justru kena jebakan penipuan berkedok loker.

Nggak sedikit orang-orang yang melamar kerja berujung apes karena diperas setelah dijanjikan bakal diberikan posisi dan pelatihan. Di mana-mana perusahaan yang membutuhkan karyawan itulah yang akan bertanggung jawab dan membayar gaji pekerjanya, bukan malah sebaliknya. 

#5 Lowongan kerja yang tidak mencantumkan nama perusahaan

Sering kali orang yang lagi butuh banget pekerjaan justru nggak memperhatikan hal ini. Mereka telanjur tergiur sama lowongan kerja dan jani-janji manis yang tertera dalam info lokernya. Misalnya dijanjikan bakal dapat gaji dua kali UMR, dijanjikan bakal dapat asuransi kesehatan, tunjangan transportasi, akomodasi, dan manis-manisnya hidup. Padahal, di informasi tersebut saja tidak ada nama perusahaan. Instruksi yang tertera, calon pekerja hanya diminta menghubungi nomor hape perekrut atau web yang kelihatannya unofficial. Mencurigakan banget.

Kalaupun perekrut nggak berniat jahat, minimal si prekrut memang agak pekok. Buat apa menyusun informasi lowongan kerja yang disebarkan secara masif, tapi sama sekali nggak mencantumkan perusahaan mereka. Jangan-jangan perusahaan ilegal, jangan-jangan perusahaan MLM skema ponzi tanpa izin resmi, jangan-jangan….

Pokoknya jangan mau, skip aja kalau ragu-ragu. Tenagamu, waktumu, dan keahlianmu berharga dan sudah seharusnya disalurkan pada perusahaan yang tepat, bukan yang bejat.

BACA JUGA Nasib Pengangguran: Cari Kerja Susah, Dagang Nggak Bisa, di Rumah Aja Nyusahin Orang Tua dan artikel AJENG RIZKA lainnya.

Exit mobile version