MOJOK.CO – Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam kematian Maulana Suryadi. Polisi mengatakan kematiannya karena asma, namun foto jenazah menunjukkan darah yang terus mengucur dari jenazah.
Rabu malam (23/9) Maulana Suryadi alias Yadi, 23 tahun, masih segar bugar saat meminta izin kepada ibunya untuk berangkat demonstrasi. Ibu Yadi, Maspupah (53 tahun), sempat melarang, tetapi Yadi bersikeras pergi. Bersama temannya yang bernama Aldo, keduanya naik motor dari kediaman Yadi di Tanah Abang, Jakarta Pusat ke Jalan Layang Slipi, Jakarta Barat.
Yadi tak pulang malam itu. Keesokan malamnya, 8 orang polisi datang ke rumah Maspupah mengabari bahwa lelaki yang sehari-hari menjadi petugas parkir di Pasar Tanah Abang itu telah meninggal.
Maspupah dan dua anaknya kemudian diantarkan dengan dua mobil oleh kedelapan polisi itu menuju RS Polri Kramat Jati di Jakarta Timur untuk menengok jenazah Yadi. Dalam perjalanan, polisi sempat mampir untuk makan selama setengah jam.
Sesampainya di rumah sakit, Maspupah mendapat penjelasan dari polisi bahwa anaknya diduga meninggal karena asmanya kambuh setelah menghirup gas air mata.
Karena Maspupah mengiyakan bahwa anaknya punya riwayat asma, ia kemudian menandatangani surat penyataan bahwa anaknya meninggal dunia bermaterai.
“Saya masih syok. Sempat pingsan berkali-kali. Anak saya diminta membuat surat pernyataan kalau Yadi meninggal karena asma dan saya tanda tangani,” ujar Maspupah, dikutip dari Tempo.
“Saya tidak ingat isinya seperti apa karena saat itu saya sangat panik dan kaget.”
“Abis itu saya dipanggil sama polisi ke kamar, ngasih amplop buat ngurus biaya jenazah Yadi, Rp 10 juta. Saya nggak banyak omong, takut,” katanya lagi.
Saat di rumah sakit, Maspupah melihat darah keluar dari hidung dan telinga jenazah anaknya. Hingga mayat dimakamkan keesokan harinya, 27 September 2019, di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan, darah itu masih merembes. Foto jenazah yang dimuat oleh Tempo atas izin keluarga menampakkan, bagian kepala kafan jenazah bernoda darah cukup besar.
Dikutip dari Antara via Republika, Aldo mengatakan kepada Maspupah bahwa pada malam demo yang berujung kerusuhan itu, ia dan Yadi ditangkap polisi di sekitar Slipi. Keduanya diangkut dengan mobil dan pingsan sepanjang perjalanan. Tidak ada keterangan mengapa keduanya pingsan.
Ketika siuman, Aldo mendapati dirinya ada di penjara, sedangkan Yadi tak diketahui keberadaannya.
Berita kematian Yadi yang viral di media sosial menimbulkan sejumlah pertanyaan.
Pertama, jika benar asma Yadi kambuh karena gas air mata saat ia berdemo di wilayah Slipi, Jakarta Barat, mengapa polisi membawanya ke RS Polri Kramat Jati di Jakarta Timur yang jaraknya jauh? Sementar ada sejumlah rumah sakit yang sangat dekat dengan lokasi kerusuhan di Slipi, yakni RS Bhakti Mulia dan RS Pelni.
Kedua, bagaimana asma bisa menyebabkan perdarahan tak henti-henti di hidung dan telinga mayat?
Ketika dikonfirmasi wartawan pada 3 Oktober, Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati Kombes Pol Edi Purnomo mengatakan, “Saat saya terima di kamar mayat, tanda kekerasan aja tidak ada. Badannya bersih, kepala dan badan bersih. Tidak ada jejak kekerasan seperti darah,” demikian dikutip dari Kompas.
“Viral video ada darah keluar, kalau orang meninggal memang seperti itu, keluar darah karena pecahnya pembuluh darah, karena faktor pembekuan. Makanya, jenazah yang dikafani, ditutup lubang-lubangnya dengan kapas,” tambahnya.
“Tapi memang ada pembesaran pembuluh darah di leher. Itu biasanya terjadi pada orang yang mengalami sesak nafas,” ujarnya, dikutip dari CNN Indonesia. Edi menegaskan, sebab kematian Yadi adalah karena asma.
Beberapa penyebab darah keluar dari hidung dan telinga setelah seseorang meninggal ialah karena trauma di kepala, tekanan darah tinggi yang menyebabkan pembuluh darah di kepala pecah, trauma di hidung, serta luka di saluran pernapasan, termasuk karena penyakit saluran pernapasan seperti asma.
Maspupah tidak percaya asma menyebabkan kematian anaknya. “Kata polisi, mungkin dia meninggal karena asma akibat menghirup gas air mata. Nggak mungkin, saya nggak percaya,” katanya pada Rabu (2/10) kepada Tempo.
Bayu, kakak tiri Yadi, yang bertugas memandikan jenazah mengatakan, ada lebam biru di leher dan punggung Yadi. Selain itu bagian belakang kepala jenazah terasa lembek.
Dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam sehari setelah demo rusuh (26/9), Kapolri Tito Karnavian mengumumkan ada satu korban tewas. “Informasinya sementara ini yang bersangkutan meninggal dunia. Bukan pelajar dan mahasiswa, tapi kelompok perusuh itu,” ujarnya, dikutip dari Tempo.
Menurut Kapolri, Yadi pingsan di lokasi kerusuhan di Slipi dan kemudian dibawa ke RS Polri Kramat Jati. Namun, setibanya di RS, nyawa Yadi tak terselamatkan.
“Tak ada satu pun luka tembak atau penganiayaan karena saya juga sudah sampaikan untuk tidak gunakan senjata tajam sehingga (korban tewas) itu diduga kekurangan oksigen atau gangguan fisiknya,” jelas Tito.
Maulana Suryadi adalah korban meninggal ketiga terkait aksi demonstrasi besar di sejumlah kota Indonesia minggu-minggu belakangan. Sebelumnya, dua mahasiswa Universitas Haluoleo Kendari tewas, yakni Immawan Randi (21, tewas tertembak peluru polisi) dan M. Yusuf Kardawi (19, pukulan di kepala).
BACA JUGA Cara Polisi Menangani “Grup WA Anak STM” Bikin Saya Makin Geram atau artikel Prima Sulistya lainnya.