Pentingnya Perempuan Pilih Caleg Perempuan di Pemilu 2024

Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2024 menunjukkan, jumlah pemilih perempuan di Indonesia mencapai 50,3 persen atau kurang lebih 103 juta pemilih.

Pentingnya Perempuan Pilih Caleg Perempuan di Pemilu 2024 MOJOK.CO

Ilustrasi Pentingnya Perempuan Pilih Caleg Perempuan di Pemilu 2024

MOJOK.COMembuka ruang politik seluas-luasnya bagi kaum perempuan saja tidaklah cukup. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memastikan perempuan hadir di parlemen daerah maupun pusat.

“Bukankah Pemilu malah jadi tidak adil kalau caleg perempuan diperlakukan spesial?”

“Kenapa sih afirmasi keterwakilan perempuan diperlukan?”

Pertanyaan semacam itu masih berseliweran ketika membicarakan affirmative action atau tindakan afirmatif demi keterwakilan perempuan di parlemen. Padahal, kebijakan afirmatif bagi perempuan bukanlah jalan pintas yang menimbulkan ketidakadilan bagi laki-laki. Kebijakan ini justru berupaya agar perempuan dan laki-laki bisa bersaing secara adil dalam memperebutkan kursi legislatif.

Afirmasi terhadap kelompok perempuan dalam proses pemilihan legislatif mempertimbangkan ketimpangan gender yang sejak lama bercokol di masyarakat. Ketimpangan itu menekan peluang perempuan terjun ke dunia politik. Sebenarnya tidak hanya bidang politik sih, ketimpangan gender cenderung merugikan berbagai sisi kehidupan perempuan di tengah masyarakat yang terbiasa dengan budaya patriarki.

Contoh ketidakadilan yang dirasakan perempuan yang terjun di dunia politik di antaranya terkait nomor urut besar yang biasa diberikan kepada caleg perempuan. Asal tahu saja, semakin besar nomor urut yang disematkan parpol kepada caleg, semakin minim pula peluang caleg tersebut dipilih oleh masyarakat. Selain itu parpol cenderung tidak menyiapkan dengan baik caleg-caleg perempuan yang dimilikinya, sehingga tidak bisa bersaing dengan laki-laki.

Pentingnya tindakan afirmatif

Itu mengapa langkah afirmatif diperlukan, agar semakin banyak caleg perempuan mampu bersaing dengan caleg laki-laki hingga menembus kursi legislatif di daerah maupun pusat. Harapannya, dengan lebih banyak perempuan yang duduk di posisi-posisi strategis itu, suaranya yang selama ini kurang didengar bisa terwakilkan. Harapanya, tercipta kebijakan-kebijakan yang ramah terhadap perempuan.

Langkah afirmasi sebenarnya sudah diupayakan dalam Pasal 245 Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Beleid itu memberi kesempatan bagi perempuan menjadi caleg dengan mengalokasikan kuota minimal 30 persen dari daftar caleg dari partai politik di setiap dapil.

Akan tetapi, kebijakan afirmasi itu sebatas menjamin kuota 30 persen keterwakilan perempuan di tingkat calon anggota DPR dan DPRD yang diajukan parpol, dalam arti bukan ‘calon jadi’. Dengan kata lain, ada kemungkinan caleg perempuan yang melenggang sebagai DPR atau DPRD lebih sedikit dari kuota itu. Tengok saja komposisi DPR RI hasil Pemilu 2019, perempuan yang terpilih tercatat 20,5 persen. Pemilu periode sebelumnya, perempuan yang terpilih hanya 17 persen. Angka-angka itu masih jauh dari kuota 30 persen yang dicita-citakan selama ini.

Melihat kondisi di atas, suara pemilih perempuan menjadi penting bagi caleg perempuan. Apalagi secara jumlah, pemilih perempuan di Indonesia tidaklah sedikit. Asal tahu saja, Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2024 menunjukkan, jumlah pemilih perempuan di Indonesia mencapai 50,3 persen atau kurang lebih 103 juta pemilih. Namun, ceruk pemilih perempuan itu juga dilirik oleh caleg laki-laki. Itu mengapa caleg perempuan harus bersaing dengan caleg laki-laki dalam memperebutkan ceruk suara pemilih perempuan di pemilu.

Caleg perempuan punya pengalaman praktis

Kondisi di atas memperlihatkan, membuka ruang politik seluas-luasnya bagi kaum perempuan saja tidaklah cukup. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memastikan perempuan hadir di parlemen daerah maupun pusat. Begitu kurang lebih komentar Direktur Institute for Research and Empowerment (IRE) Dina Mariana seputar urgensi pemilih perempuan memilih caleg perempuan.

Menurutnya dukungan dari sesama perempuan dibutuhkan agar caleg perempuan bisa turut terlibat dalam ruang politik yang masih didominasi oleh laki-laki. Dina tidak memungkiri, sekarang ini memang semakin banyak caleg laki-laki yang memahami isu perempuan dan turut berpihak pada prinsip kesetaraan. Namun, ia menekankan adanya perbedaan pengalaman praktis yang dialami perempuan dan laki-laki. Pengalaman praktis caleg laki-laki belum sekuat caleg perempuan.

“Pengalaman praktis ini penting karena akan membentuk empati, keberpihakan dan komitmen sehingga pilihan kebijakan akan lebih konkret dan strategis,” jelas dia.

Pilih calon yang potensial

Akan tetapi, pemilih perempuan juga jangan sembarang memberikan dukungan pada caleg perempuan. Penting bagi pemilih untuk memberikan dukungan pada perempuan-perempuan yang potensial maju sebagai caleg. Potensial yang dimaksud adalah memiliki karakter terbuka/responsif dan memiliki gagasan perubahan yang berpihak pada kepentingan mendorong keadilan gender serta pengalaman praktis. Potensi-potensi itu perlu dimiliki di samping karakteristik caleg yang ideal pada umumnya seperti kapasitas politik, kapasitas sosial, dan kapasitas teknokrasi.

“Namun prinsipnya semua kapasitas tersebut bisa di-upgrade dengan pengetahuan dan banyak diskusi,” imbuh dia.

Perkembangan kapasitas caleg perempuan tidak terlepas dari pendidikan politik yang diterimanya, baik sebelum maupun sesudah proses pemilihan legislatif. Itu mengapa pendidikan politik mesti memiliki kurikulum yang terstruktur, konkret dengan apa yang akan mereka hadapi serta strategi-strategi pemenangan harus diketahui perempuan caleg sejak awal.

Pendidikan politik tidak bisa berjalan sendiri. Semua pihak yang terkait bertanggung jawab mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang memiliki kepedulian kuat pada isu ini.

Di samping itu, perempuan bisa mengelola modal sosial menjadi modal politik. Perempuan biasanya memiliki modal sosial yang lebih kuat dibanding laki-laki. Modal sosial ini penting dimanfaatkan dalam monetum pemilihan legislatif agar lahir representasi perempuan yang berpihak pada kepentingan sesama perempuan.

“Kepentingan yang selama ini mengalami marginalisasi dan kekerasan baik di arena publik maupun domestik,” pungkasnya.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA 10 Buku Bertema Perempuan yang Paling Menarik Buat Dibaca

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version