MOJOK.CO – Saya merasa menjadi pelatih handal karena berhasil ngajarin istri saya naik motor pakai motor matic Yamaha X-Ride. Eh, kalau ini, mah, memang motornya yang nyaman, ding.
Dulu, banyak orang menganggap motor matic cuma buat orang yang nggak pinter naik motor. Setidaknya, saya sendiri menganggapnya demikian. Tapi, setelah punya dan mengguankan motor matic, ternyata anggapan itu tidak benar sama sekali.
Motor matic pernah diremehkan karena dianggap motor yang dipakenya cuma tinggal ngegas doang. Tapi kenyatan yang ada tidak semudah itu, Fulgensio. Pasalnya, selain ngegas, pengguna matic juga harus ngerem dan nyetangi.
Salah satu motor matic yang memiliki daya tarik istimewa—bagi saya—adalah Yamaha X-Ride. Matic gajah (gaya penjelajah) buatan Yamaha ini memiliki tampilan yang cukup garang untuk ukuran motor matic.
Selain tampilan, hal pertama yang membuat saya tertarik dengan motor ini adalah jarak yang lega antara bodi dengan aspal. Ketinggian yang dimiliki membuatnya mampu untuk melibas polisi tidur—ngat ya, ini khusus polisi tidur. Kalau yang bangun mau dilibas juga, itu namanya cari perkara—yang semakin hari jumlahnya semakin meningkat dan tingginya makin amit-amit.
Pada mulanya, saya membeli Yamaha X-Ride untuk istri tercinta karena saat itu ia mendapat pekerjaan lapangan di medan yang cukup berat. Tidak hanya harus melewati jalan yang naik turun, tapi juga sering kali melalui jalan yang tronjal-tronjol belum diaspal.
Saya sempat sedikit ragu saat memilih motor ini. Pasalnya, tinggi badan istri saya berada di kisaran 150 cm. Sementara itu, dari tampilannya saja, Yamaha X-Ride sudah kelihatan tinggi. Lantas, yang membuat keadaan menjadi lebih istimewa adalah, istri saya sama sekali tidak bisa naik motor.
Setelah dibeli, ternyata istri saya tetap tidak bisa naik motor dan tidak mau belajar. Keadaan tidak berubah, saya masih harus ke sana ke mari nganterin beli sayur, rujak, cendol, mie ayam, dan akhirnya saya pun jadi ikut pergi ke lapangan demi menemani istri saya bekerja—meskipun istri saya sudah punya motor sendiri. Tapi, ya, ambil sisi positifnya. Kami jadi terlihat romantis, ke sana-sini selalu bersama bagai tukang ojek dan pelanggannya.
Keadaan berubah setelah kebutuhan untuk mobilitas dan naik motor sendiri semakin meningkat. Dengan (tidak) terpaksa, secara rutin, saya bolos kerja untuk ngajarin istri saya naik motor. Hal itu karena istri hanya mau latihan kalau lagi jam kantor yang biasanya akan membuat jalanan lebih sepi. Padahal, istri saya juga nggak latihan di jalanan. Sungguh, di sini terkadang saya tidak mengerti jalan pikirannya yang sesungguhnya.
Tinggi badan yang hanya 150 cm sempat membuat istri saya ragu untuk memulai latihan. Tapi, dengan rayuan maut yang saya miliki, saya berhasil melancarkan aksi “agitasi dan propaganda” dengan sempurna sehingga istri saya menjadi lebih optimis.
Saya yakin, istri saya bisa melalui ini semua. Pasalnya, naik motor bukan hanya perkara fisik, namun juga dibutuhkan kekuatan mental. Sebagai suaminya, saya tahu istri saya memiliki mental baja dan bukan sembarang baja. Bila diibaratkan, mental istri saya adalah baja Damaskus yang setiap layernya ditempa oleh kehidupan dengan kesungguhan hati yang luar biasa.
Pelajaran pertama mengendarai Yamaha X-Ride adalah—tentu saja—nyetater motor menggunakan electric starter. Meskipun tinggal pencet, tidak semua orang bisa nyetater motor dengan benar. Ada yang sudah bertahun-tahun naik motor, pas nyetater, motor udah nyala, tapi saklar starter masih juga dipencet.
Secara teknis, ketika latihan, motor di standar ganda—standar macam ini nih, yang paling disukai politisi—terus dinyalain, dimatiin, dinyalain lagi. Sampai istri saya terbiasa. Setelah itu lanjut naik motor yang masih distandar untuk latihan ngegas dan ngerem. Hal itu bertujuan agar bisa merasakan kekuatan mesin dari getaran dan suara knalpot.
Meskipun latihan pertama motor tidak keluar dari garasi, saat latihan saya memaksa istri untuk menggunakan helm. Dengan demikian, saat turun ke jalan nanti ia akan terbiasa. Ingat, dalam berkendara tetap keamanan nomor satu. Tapi kalau dipikir-pikir, cuma latihan di rumah dan nggak keluar garasi, ngapain juga saya mesti bolos kerja? Ah, sudahlah, tidak usah dipikirkan. Dari dulu, cinta memang tidak pernah tepat waktu logis.
Saat test drive pertama, istri saya minta dicariin tempat yang super sepi. Kalau bisa nggak ada kendaraan sama sekali. Itu semua bukan karena ia takut terjadi kecelakaan. Tapi lebih takut kalau nanti jatuh, ditonton banyak orang, dan jadi malu.
Tidak butuh waktu lama, istri saya pun lancar naik motor, tanpa perlu terjatuh. Tentu saja, itu semua tidak lepas dari kemampuan pelatih yang begitu handal, karena materi latihan yang dijalankan tidak seruwet aturan pelatih lainnya.
Kalau dulu, kamu pernah latihan terus katanya suruh dorong motor dulu supaya terbiasa. Percayalah, saat itu kamu hanya sedang dikerjai. Bahkan ada juga yang latihan pertamanya disuruh nyuci motor. Meskipun nggak nyambung sama sekali, tapi nyatanya, latihan semacam itu memang sungguh-sungguh terjadi.
Dalam mengendarai Yamaha X-Ride, cara berkendara orang yang tinggi tentu berbeda dengan orang yang nggak tinggi. Oleh karena itu, istri saya memiliki trik khusus agar bisa berkendara dengan baik dan tetap aman.
Untuk berhenti ketika mesin menyala, baik di parkiran maupun di lampu merah. Orang yang tidak tinggi, sebaiknya hanya bertumpu pada satu kaki saja. Kalau keduanya turun, biasanya posisi menjadi tidak stabil dan rentan roboh karena pijakan yang tidak kuat. Titik keseimbangan yang berubah terkadang membuat pengendara—terutama yang masih baru—menjadi panik, lalu malah roboh sekalian.
Jadi, kalau kamu nggak tinggi, pilih pijakan saat motor berhenti itu nggak boleh plin-plan. Pilih salah satu. Kiri atau kanan untuk pijakan. Dengan teknik yang mantap, Yamaha X-Ride yang tinggi bisa diatasi dengan baik.
Tantangan lain dari pengendara baru adalah kemampuan untuk handling dan merespon kondisi jalan yang sering tidak terduga. Untuk hal ini, bentang stang Yamaha X-Ride yang lebih panjang dibanding motor matic lainnya, mampu memberi kenyamanan tersendiri bagi pengguna. Sehingga pengendara akan lebih nyaman dan bisa merespon setiap perubahan dengan lebih baik.
Betul, kan? Naik motor matic itu nggak sekadar ngegas terus motornya jalan dengan lancar sesuai yang kita harapkan. Dalam mengendarai motor matic, motor juga harus berjalan dengan mulus. Supaya pengendara menjadi lebih nyaman. Selain itu, respon pengendara terhadap lingkungan juga sangat penting, agar toleransi dengan sesama pengguna jalan yang lain bisa terjalin. Halah.
Mungkin, hanya pengguna dan pecinta Yamaha X-Ride yang betul-betul memahami kenyamanan dalam menggunakan matic besutan Yamaha ini. Untuk jalan alus, tronjal-tronjol, grunjal-grunjel, maupun datar, ia bisa dipertanggungjawabkan keunggulannya. Bahkan kenyamanan ini bisa dirasakan oleh pengendara pemula, yang tingginya 150 cm atau kurang, pula.