Cipali dan kenangan
Sekitar 2021, saya pernah melintasi Cipali mengendarai Kijang Innova 2.0 seri V A/T Lux ketika mengantar tim video Putcast Mojok. Saya menembus kecepatan 120 kilometer per jam yang mana adalah batas maksimal saya ketika sedang membawa penumpang. Alasannya tentu menjaga kenyamanan dan memberikan rasa aman.
Menembus rute drag race Cipali pernah juga saya lakukan pada 2022. Bedanya, saat itu, saya mengendarai Daihatsu Luxio yang bermodalkan mesin 1.500cc. Jadi sedikit banyak saya sudah punya rekaman di kepala tentang kondisi jalan tol menuju Bandung ini.
Nah, kemarin, jari tangan saya segera mencengkram kencang setir mobil Toyota Innova Venturer. Posisi duduk kembali saya atur di dalam kokpit begitu kami berbelok dari Semarang dan sudah memasuki area Batang-Pejagan.
Saya memacu mobil Toyota Innova Venturer di kecepatan antara 100 sampai 120 kilometer per jam. Saya memasang mode ECO, AC 3 Bar, dan memuat 5 penumpang, dengan tipe captain seat. Kami berangkat dari Jogja pukul 10 pagi dan sedikit tersendat di ruas Magelang-Bawen.
Kali ini saya mendapatkan kesempatan mencoba mobil Toyota Innova Venturer dengan mode sedikit kesetanan. Sebenarnya saya sudah ingin segera tanpa gas begitu masuk tol Bawen. Ada keinginan kecil di hati untuk terus mencari kesempatan memacu mobil ini di atas 140 kilometer per jam. Apalagi kondisinya siang hari dan jalanan terlihat jelas dari kejauhan. Hampir 1 jam berjalan sejak kami meninggalkan Semarang, kecepatan masih menyentuh 120 saat lurus, dan 80-100 ketika berbelok.
Sayang, keinginan untuk mencoba kecepatan di atas 120 belum terpenuhi. Salah satu tamu saya meminta kami berhenti di Tegal daerah kota untuk makan sate kambing muda. Saya tidak makan makanan terlalu banyak karena takut kekenyangan dan mengantuk. Maka, saya membiarkan rombongan melahap sate sepuasnya dengan harapan mereka kekenyangan dan tertidur agar saya bisa melancarkan aksi.
Selama makan siang itu, muncul keinginan menembus durasi Jogja-Bandung (Buah Batu) lebih cepat 1 jam dari apa yang tercatat di Google Map, yaitu 6 Jam 45 Menit dengan jarak 473 km. Tenang, walaupun kaki kanan rasanya gatal sekali ingin menginjak gas lebih dalam.
Nyaris lupa diri bersama mobil Toyota Innova Venturer
Sekitar 20 menit setelah meninggalkan Tegal dan masuk tol, beberapa dari penumpang sudah memejamkan mata. Mereka bersandar dengan tenang, walaupun saya memacu mobil Toyota Innova Venturer secara konstan di kecepatan 120. Setelah ketemu jalan lurus, saya menginjak pedal gas lebih dalam.
Jarum speedometer bertambah menjadi 130, lalu saya turunkan sedikit. Setelah itu, saya mencoba kembali naik ke 140. Saat proses ini sedang terjadi, stir mobil mulai terasa ringan. Roda depan seperti sedikit melayang sehingga saya harus sangat hati-hati kalau mengarahkan stir.
Maka tidak ada pilihan lain selain meningkatkan konsentrasi. Setiap beberapa detik, saya harus melihat kondisi jalan di depan, melirik spion kiri dan kanan, dan spion tengah untuk memantau penumpang dan situasi di belakang.
Saya juga harus waspada merasakan getaran mesin, suara angin yang terdengar semakin kencang di jendela, dan suara ban yang bergesekan dengan jalan. Sebagai sopir, saya juga harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Misalnya jalan bergelombang, jalan yang sedikit rusak, sambungan jembatan, dan sebagainya.
Jika merasa yakin kondisi jalan sedang buruk, saya tidak menambah kecepatan. Apalagi tekanan ban hanya saya atur di angka 34. Selesai merasakan kondisi mobil di kecepatan 140, terdengar bisikan di telinga untuk mencoba kecepatan 150 hingga 160.
Sebelum menuruti bisikan setan dan lupa diri saya sejenak berpikir. Pertama, saya membawa mobil Toyota Innova Venturer dengan status rental. Otomatis, banyak orang sudah pernah mengendarainya. Oleh sebab itu, saya tidak tahu pasti kejadian apa saja yang bisa membuatnya tidak sesempurna mobil pribadi atau mobil baru.
Kedua, saya sedang membawa penumpang yang berharap banyak kepada seorang sopir. Sembari mempertimbangkan hal-hal di atas, kaki kanan saya menginjak gas sedikit lebih dalam. Jarum menunjukkan kecepatan 145.
Tapi syukurlah, saya seperti mendapatkan peringatan. Sambungan aspal di kilometer 160 melontarkan penumpang paling belakang. Otomatis, saya mengurangi kecepatan dan disusul permintaan maaf.
Kaki-kaki dan kendali mobil Toyota Innova Venturer
Ketika mengambil mobil Toyota Innova Venturer dari rental, ada 3 catatan penting yang harus saya ingat. Pertama, bagian cover body bumper sisi kanan clam-nya sedikit terbuka. Entah karena pernah menabrak atau termakan usia.
Kedua, kaki-kaki Venturer ini sedikit bermasalah. Jika saya membiarkannya lurus, mobil akan serong kanan. Maka, ketika sedang jalan, saya harus memiringkan stir mobil beberapa milimeter ke kiri agar mobil tetap lurus. Tapi ini bukan hal yang berarti karena saya pernah mengendarai mobil yang lebih tidak sehat.
Ketiga, keempat ban ini sudah tidak terlihat tebal. Maklum, mobil rental dan karena alasan itu pula tekanan anginnya tidak saya buat terlalu kencang. Apalagi kami jalan siang hari di musim panas yang lagi keterlaluan teriknya di antara pukul 11 sampai 2 Siang.
Tapi, sepanjang jalan tol dari Semarang hingga Bandung (via Cisumdawu) tidak ada hal yang mengganggu dari mobil Toyota Innova Venturer. Semua lancar, stabil, bahkan mobil seperti masih meminta untuk pedal gasnya diinjak lebih dalam lagi.
Raungan mobil yang kewalahan ketika melaju di atas 100 tidak terdengar sama sekali. Saya sempat mencoba kekuatan mobil ini. Caranya adalah dengan menembus 150 selama beberapa detik di area tol Tegal-Brebes sebelum berbelok ke arah Cisumdawu.
Jantung saya berdegup lebih cepat, antara khawatir sekaligus ingin mencoba menembus 160. Saya mengamati spion tengah, masing-masing penumpang terlihat sibuk. Ada yang melihat ke luar jendela, membuka hape, ngemil, dan ada yang bersandar memejamkan mata. Entah apa yang ada di pikiran mereka. Tapi, saya percaya mereka masih bisa merasakan kenyamanan mobil Toyota Innova Venturer di kecepatan tinggi.
Sayang, ketika ingin mencoba menambah kecepatan, tanda kilometer di sisi kanan sudah menunjukkan angka 156. Artinya, saya harus berbelok ke Cisumdawu di kilometer 153-152. Daripada harus ngerem mendadak atau malah kebablasan, saya mengembalikan kecepatan ke 120.
Sudah bertenaga, diesel pula
Rasa percaya diri yang meningkat ketika melaju di kecepatan tinggi muncul karena kaki-kaki paten mobil Toyota Innova. Sampai saat ini, saya nyaris tidak pernah melihat ada masalah di sana. Kalau misal kaki-kakinya patah atau ban lepas bisa terjadi karena kondisi jalan dan sopir memaksa kemampuan mobil melebihi kemampuan.
Banyak orang mengakui, bahwa sampai hari ini, mobil Toyota Innova Venturer masih menjadi yang terbaik. Terutama di kelas MPV kelas menengah di Indonesia. Baik itu bensin (gasoline) 2.000cc dan diesel 2.400cc. Nggak peduli mau itu manual atau matik, yang sudah dilengkapi mode berkendara Power Mode dan Eco Mode, 6 percepatan transmisi di mode Sport (S).
Mobil Toyota Innova Venturer menggunakan tipe mesin 1TR-FE, 4 silinder, dan 16 katup, DOHC dengan Dual VVT-i berkapasitas 1.998cc untuk bensin. Ada juga yang 2GD-FTV, 4 silinder, 16 katup, DOHC dengan VNT Intercooler berkapasitas 2.393cc untuk diesel.
Dari beberapa informasi, Innova Venturer dengan mesin bensin mampu menghasilkan tenaga maksimal 139 PS per 5.600 RPM. Torsinya mencapai 18,7 Kgm per 4.000 RPM. Di tipe ini, rata-rata sopir memacu kendaraannya hingga menembus 140 di kondisi jalan kering dan lurus seperti di tol.
Sementara itu, mobil Toyota Venturer dengan mesin diesel mampu menghasilkan 149 PS per 3.400 RPM dan torsi mencapai 34,9 Kgm per 1.200-2.800 RPM (M/T) dan 36,7 Kgm per 1.200-2.600 RPM (A/T). Khusus untuk tipe ini, saya yakin ada yang pernah mencoba berlari di kecepatan 160 sampai 180. Saya tahu itu karena ketika jalan di 140, masih saja ada Innova Reborn yang menyalip di jalan tol. Dugaan saya, mereka berlari di kecepatan 160. Seru, sekaligus gila.
Mobil yang responsif
Akselerasi pendek mobil Toyota Innova Venturer pun terbilang responsif untuk tipe diesel. Malam hari ketika mengantarkan beberapa teman, saya mencoba menekan gas dari 0 hingga 60 hanya perlu waktu tidak lebih dari 5 detik dengan mode berkendara D, serta kondisi semua tempat duduk terisi. Artinya, beban kosong mobil bertambah namun tidak jadi masalah. Karena percobaan itu saya mengamini kalau karakter mesin mobil ini tangguh, memiliki respons yang cukup cepat, serta bahan bakar yang tergolong irit.
Tergolong irit karena ketika membawa Innova Reborn 2.0 (menggunakan Pertamax) ke Bandung pada 2021, seingat saya hanya mengisi Rp700 sampai Rp800 ribu untuk pulang dan pergi. Sementara saat membawa Venturer 2.4 ini saya hanya mengisi solar senilai Rp925 ribu. Itu di kondisi mesin yang jarang sekali saya matikan ketika menunggu tamu di parkiran dan kondisi naik-turun gas ketika bertemu kemacetan.
Nilai plus lainnya adalah eksterior yang sporty. Sekilas, mobil ini terlihat lebih ramping dibandingkan Innova seri lainnya. Mobil ini memiliki panjang badan 4.735 mm, lebar 1.835 mm, tinggi 1.795 mm, dan jarak poros roda (wheelbase) sepanjang 2.750 mm. Selain itu, Inonva Venturer menggunakan Dynamic Alloy Wheels dengan kombinasi krom silver dan hitam sebesar 17 inci.
Venturer dan Kenangan
Saya berada di Bandung selama 4 hari. Bandung sendiri adalah kota kesekian yang berhasil menyentuh hati saya. Mau macet parah dan lalu lintasnya semrawut, selalu ada pohon rindang yang membuat sejuk Jalan Juanda, Simpang Dago, Raden Patah, hingga Jalan Ambon. Berdebu dan terik seperti apapun Soekarno-Hatta, tetap bisa terobati dengan jajanan kaki lima di Cimahi.
Selama 4 hari juga lamanya saya mengendarai mobil Toyota Innova Venturer yang sebentar lagi hanya tinggal kenangan. Ia akan segera digantikan oleh generasi Zenyx. Yang rasa-rasanya sedang meniru gambotnya bentuk Fortuner dan Pajero.
Tidak ada lagi generasi Innova Reborn yang gagah dan maskulin. Sudah tergantikan oleh generasi Kijang yang terlihat kebanyakan makan, rakus, arogan, dan seperti salah kostum yang mengakibatkan desain generasi baru ini tidak akan timeless.
Sepulangnya kami ke Jogja, saya kembali mencuri-curi kesempatan untuk menginjak pedal gas di rata-rata 140-155/160. Saya juga bergantian mencoba mode berkendara Drive (D) dan Sport (S) yang saya coba hingga angka transmisinya ada di nomor 6. Sesekali saya pastikan melalui spion bahwa semua penumpang di belakang sudah bersandar di kursi atau tertidur tepat saat mobil kami melintas di jalanan yang lurus.
Kami berangkat dari Kota Bandung pukul 12 siang dan tiba di Jogja pukul 7 malam. Ini sudah termasuk berhenti untuk istirahat selama 1 jam 30 menit dan melewati keramaian lalu lintas di Buah Batu. Salah jalan keluar tol Garut dan kami sedikit tersendat di Boyolali. Seandainya tol Trans Jawa sudah sampai ke Jogja, mungkin hanya butuh waktu 4 sampai 5 jam untuk sampai ke Bandung. Tentu kendaraannya harus sehat, mumpuni, dan disupiri oleh seorang supir berpengalaman.
Malam itu juga saya segera mengembalikan mobil ke garasi rental dalam kondisi yang sama persis seperti saat saya mengambilnya. Saya bersyukur, mobil itu tidak ada lecet atau rusak ketika dicek oleh pemiliknya. Saya meninggalkan garasi itu dengan menghafal nomor platnya. Besok-besok, kalau ada penyewa yang mencari mobil Toyota Innova Venturer, mobil itu bisa jadi opsi. Rasanya saya sudah bisa mengetahui kemampuan dan feel berkendara dengan mobil itu.
Penulis: Khoirul Fajri Siregar
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Toyota Innova Tak Tertandingi karena Ia Bukan Mobil tapi Ormas dan pengalaman menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.