KA Malabar, Bukti PT KAI Masih Punya AKHLAK dan Wujud Inovasi yang Memikirkan Kenyamanan Penumpang

KA Bengawan, kereta api murah.MOJOK.CO

Ilustrasi - kereta api murah. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COKA Malabar menjadi salah satu wujud inovasi dan perbaikan. Ini menjadi bukti bahwa PT KAI adalah BUMN yang benar-benar punya AKHLAK.

Pertengahan Januari 2025, saya bertolak ke Malang dari Jogja naik KA Malabar. Saya memilih, dan memang lebih suka, bepergian di tengah malam sembari menikmati layanan PT KAI. Apalagi saya bisa tiba di Malang, tepat saat cahaya bulan sedang perlahan diredam oleh kokok ayam. 

Ini bukan pertama kalinya saya naik KA Malabar. Beberapa kali saya naik kereta dengan tujuan Malang-Bandung tersebut saat masih kuliah di Malang medio 2010-an.

Dulu, setiap menggunakan KA Malabar, saya bisa memastikan hampir semua gerbong itu penuh. Jarang sekali saya melihat ada kursi kosong. Sepertinya, penentuan jadwal oleh PT KAI memang jitu. Pukul 12 malam kurang 5 menit adalah waktu yang ideal untuk bepergian naik kereta. Itu kalau menurut saya, sih.

Tidak ada moda transportasi lain yang memiliki jam keberangkatan serupa dengan trayek. Hanya KA Malabar saya rasa. Lagipula, kalaupun ada, tidak ada yang langsung berangkat dari Jogja ke Malang. Biasanya harus ke Surabaya dulu, untuk kemudian menuju Malang. 

Oleh karena itu, jangan harap kamu bisa memesan tiket KA Malabar on the spot. Nggak mungkin dapat. Sehingga, meskipun kursi kereta ini sangat tidak nyaman, menurut saya, tetap akan menjadi incaran penumpang di era itu. 

Kursi KA Malabar yang jauh dari kata nyaman

Bagi saya, kursi KA Malabar itu sangat tidak nyaman. Kursinya tegak, sehingga tidak cocok untuk tidur. Selain itu, kursinya terbagi menjadi 2 jenis, yaitu model 3 dan 2 orang. Yang lebih bikin tidak nyaman bahkan mungkin sungkan saat kamu mendapat kursi di posisi tengah, di barisan 3 orang. 

Mau tidur, kok, khawatir kepala bersandar di bahu orang lain. Memilih tidak tidur, tapi waktu dini hari sangat baik untuk tidur. Tetapi, kalau terlanjur tidak kuat, saya pasti tertidur. 

Sudah begitu, kaki pasti akan beradu dengan kaki orang lain. Mau selonjor, kok, sungkan. Namun, kalau kaki menekuk terus, lama-lama bisa varises. 

Nah, yang bikin saya terheran-heran adalah saya pernah menemukan sepasang kekasih, dan mungkin baru saja nikah, saling memagut bibir satu sama lain. 

Dalam posisi kursi yang tidak nyaman pun, ternyata ada sedetik kesempatan untuk mengumbar asmara. Mungkin, bagi mereka, kursi yang tidak nyaman bagi sebagian warga, tetap saja nyaman. Toh, ketika terasa nyaman seakan semuanya terlupakan. 

Dan lagi, sebenarnya di KA Malabar tidak ada kondisi yang mengharuskan lampu mati. Kok bisa seberani itu, ya? 

Untuk menghadapi silaunya lampu, bagi sebagian penumpang, akan menggunakan penutup atau masker di wajahnya. Harapannya agar lebih mudah tertidur. 

Baca halaman selanjutnya: BUMN yang benar-benar punya AKHLAK.

Perbaikan dari PT KAI

Ingatan akan kursi yang tidak nyaman musnah ketika kedua kaki saya mendarat di gerbong ekonomi premium pada malam itu. Kursi KA Malabar berubah drastis. Dari yang tadinya berisi 3 atau 2 orang dan saling berhadap-hadapan, kini tidak seperti itu. 

Kursinya sudah berisi 2 orang saja, tidak saling berhadap-hadapan, dan tidak lagi tegak. Bahkan, penumpang dapat mengatur kemiringan kursi. Yang lebih menyenangkan, ada sandaran kaki sehingga tidak lagi menggantung. 

Tentu saja, ini perubahan yang perlu mendapatkan apresiasi. Jajaran petinggi di PT KAI sepertinya paham bahwa kursi tegak di KA Malabar, meskipun konon baik bagi punggung, perlu dilakukan eliminasi. Tentunya supaya lebih nyaman, dan penumpang lebih mudah istirahat. 

Sebenarnya, PT KAI bisa saja tidak merombak kursi KA Malabar. Toh, kursi-kursi penumpang selalu terisi. Akan tetapi, sepertinya bukan masalah tentang isi penumpang, melainkan soal kenyamanan.

Bagaimanapun, selain soal harga, PT KAI sedang menjual kursi. Jika kursinya nyaman, toh penumpang tidak akan begitu rewel dengan kenyataan yang lain. Misalnya soal keberadaan dan kebersihan toilet, kereta makan, atau musala. Sebaliknya, jika kursi tidak nyaman, ya, siap-siap saja mendapat komplain. 

Ada musala untuk kereta ekonomi premium

Hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya adalah kehadiran musala di KA Malabar. Lagi-lagi, sependek ingatan, tidak pernah ada ruang ibadah untuk kereta ekonomi. Atau, jangan-jangan sejak dulu ada, tapi saya tidak tahu dan tidak pernah menggunakannya? 

Sebab, saya sering melihat orang-orang melakukan salat sambil duduk. Tentu saja, hal tersebut diperbolehkan. Namun, jika sebelumnya tidak ada musala kemudian menjadi hadir, itu menarik. 

Barangkali, karena ada perubahan nama dari kereta ekonomi ke kereta ekonomi premium maka kehadiran musala menjadi keharusan. Apakah hal tersebut menandakan bahwa musala adalah ruang premium sehingga hanya orang-orang yang memiliki budget “wah” yang bisa mengaksesnya? 

Semoga analisis saya keliru. Yang jelas, meskipun hanya bisa terisi maksimal 2 orang di musala, tetap saja ini menggembirakan. Minimal ada ruang privasi bagi orang yang ingin salat subuh. Lagi-lagi, apresiasi untuk PT KAI.

Tidak ada kata ngaret bagi KA Malabar

Satu hal yang bikin orang-orang, pada akhirnya, memilih menggunakan KA Malabar adalah tidak ngaret. Tepat waktu. Ini sebuah keganjilan untuk sebuah moda transportasi di era itu. 

Berbeda dengan kereta api. Meskipun kosong, ya tetap saja berangkat. Bahkan, tak peduli meskipun isi satu gerbong hanya satu orang saja. 

Oleh karena itu, kehadiran kereta api masa kini seperti mengubah tradisi manusia Indonesia yang hobi telat. Semestinya kita bisa meniru apa yang dilakukan PT KAI sebagai BUMN yang ternyata benar-benar mengedepankan AKHLAK.

Penulis: Moddie Alvianto W.

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA KA Fajar Utama Solo Adalah Kereta Ekonomi Premium Terbaik dan catatan menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.

Exit mobile version