MOJOK.CO – Honda Supra X 125 yang dianggap uzur itu tetap menjadi juara di pelosok Indonesia. Motor matik turu saja.
Ada banyak sarjana di Indonesia yang pekerjaannya tidak berhubungan dengan pendidikan yang ditempuh semasa kuliah. Salah satunya adalah saya. Sebagai lulusan Teknik Mesin, saya justru bekerja di kontraktor tower telekomunikasi. Pekerjaan yang sudah saya geluti sebelum resmi mendapatkan ijazah ini mengantarkan saya untuk mengunjungi beberapa daerah di pelosok Indonesia.
Saya pernah berkunjung ke Pulau Halmahera dan pulau-pulau kecil di sekitarnya di Provinsi Maluku Utara. Saya juga pernah singgah di pulau indah bernama Adonara di Nusa Tenggara Timur, menyambangi Pulau Seram di Maluku, dan beberapa daerah yang hampir tidak pernah muncul dalam pemberitaan media nasional seperti Pulau Adranan di Maluku Tenggara. Di daerah yang berjarak ribuan kilometer jauhnya dari Pulau Jawa tersebut, saya menjumpai banyak hal yang menarik, salah satunya soal pilihan motor.
Ada orang yang mengatakan bahwa era motor bebek telah berakhir sejak motor matik menguasai jalan raya. Anggapan tersebut akan patah dengan sendirinya jika mereka berkunjung ke pelosok Indonesia. Motor matik hanya ideal untuk masyarakat urban dan perkotaan. Namun, orang di pelosok desa yang seharinya-harinya tidak akrab dengan jalan beraspal lebih nyaman dengan Honda Supra X 125.
Honda Supra X 125 sangat berguna di area yang berat
Jangan membayangkan penduduk di pelosok menggunakan motor hanya untuk membonceng ayang sambil sunmori-an. Mereka memilih Honda Supra X 125 lantaran sangat berguna untuk mengangkut hasil kebun seperti pala, cengkeh, hingga kelapa.
Lokasi pengepul tidak selalu dekat dengan kebun. Jika jaraknya jauh, mau tak mau harus dibawa dengan motor. Terkadang, para petani tidak hanya membawa hasil kebunnya ke pengepul yang berada di dekat kampung, melainkan membawanya jauh sampai ke kota kabupaten.
Kondisi jalan yang buruk dan barang bawaan berat memaksa mereka untuk memilih motor yang kuat menahan siksaan jalan. Honda Supra X 125 dengan transmisi yang bisa diatur sesuai kebutuhan dan tenaga mesin yang mampu dimaksimalkan memang ideal untuk jalanan yang tidak rata. Dibekali ring velg 17 inci (lebih besar dari motor matik pada umumnya) membuat Honda Supra X 125 lebih nyaman dan mampu meredam guncangan dalam kondisi jalan yang terjal.
Secara tampilan, Honda Supra X 125 memang terlihat sederhana dan monoton. Lampu depannya juga masih menggunakan bohlam, belum led seperti umumnya motor matik. Namun, semua kekurangan tersebut tak menjadi masalah bagi warga pelosok asalkan mesin motornya bandel, tahan banting, dan mampu melaju kencang namun tetap irit.
Jumlah SPBU terbatas, harga tanpa batas
Memilih motor bagi penduduk di pelosok erat kaitannya dengan konsumsi bahan bakar, semakin irit, semakin menarik untuk dibeli. Maklum saja, di daerah pelosok, mencari satu liter bensin sama susahnya mencari ikan di laut yang sudah tercemar. Harga bensin di daerah pelosok jauh berbeda dengan di Pulau Jawa, sekalipun pemerintah sudah menerapkan kebijakan bensin satu harga di seluruh Indonesia, fakta di lapangan terlihat sebaliknya.
Harga Pertalite di daerah pelosok bisa tembus hingga Rp20 ribuan per liter. Mengapa bisa semahal itu? Jadi begini, secara umum, daerah di pelosok tidak memiliki SPBU dan tidak ada Pertashop.
Kebanyakan dari mereka membeli bensin dari pengecer (baca: penjual bensin eceran di depan rumah). Para penjual bensin eceran tersebut kulakan (membeli bensin) dari SPBU yang berada di kota dengan jeriken. Pemandangan orang membawa jeriken di SPBU yang sudah semakin jarang kita lihat di Jawa, masih jamak terlihat di Maluku Utara.
Jam operasional SPBU yang berada di kota juga “suka-suka” atau tidak menentu, tergantung stok BBM di pom bensin tersebut. Jika saya perhatikan, rata-rata SPBU di kota kabupaten yang ada di Halmahera hanya buka hingga sore hari.
Bahkan, saya pernah lho datang ke pom bensin di Sofifi (ibu kota Provinsi Malut) pukul satu siang, tapi pom tutup. Di sini, pom bensin buka pukul 8 sampai 12 WIT, setelah itu tutup dan buka lagi pukul tiga WIT sampai waktu magrib. Bagi saya yang terbiasa hidup di Surabaya, jadwal buka tutup SPBU seperti itu membuat kita mudah emosi.
Nggak hanya itu, antrian pom bensinnya juga panjang. Jumlah SPBU di kota kabupaten tak pernah lebih dari dua, sementara pembelinya tidak hanya orang di kota tersebut melainkan juga penjual eceran di seluruh pelosok kabupaten. Dengan kondisi demikian, antrian SPBU panjang adalah keniscayaan dan harga bensin mahal di pelosok desa menjadi kondisi yang tak bisa dihindari.
Baca halaman selanjutnya
Honda Supra X 125 dipilih warga pelosok desa karena irit bahan bakar…