Honda Supra GTR Memang Produk Ide Aneh, Bebek Kopling yang Sekarang Nggak Populer Lagi

Honda Supra GTR Memang Produk Ide Aneh, Bebek Kopling yang Sekarang Nggak Populer Lagi MOJOK.CO

Honda Supra GTR Memang Produk Ide Aneh, Bebek Kopling yang Sekarang Nggak Populer Lagi MOJOK.CO

MOJOK.COHonda Supra GTR ini bukan produk gagal, tapi cuma hasil ide Honda yang agak aneh saja. Bebek kok kopling. Enak, tapi ya, aneh banget.

Saya sih yakin nama Honda Supra GTR terdengar lebih asing daripada Honda Supra X yang sudah melegenda sejak 1997. Paling akrabnya buat yang bener-bener tau motor. Supra GTR ini dianggap sebagai upgrade-nya Supra bertransmisi manual.

Padahal, dulu, Honda Supra GTR pernah dipandang sebagai pesaing sejatinya Jupiter MX King 150. Yah, tapi begitulah nasib motor yang nggak terlalu terkenal. Nggak banyak kelihatan mengaspal.

Honda sendiri secara resmi memperkenalkan Honda Supra GTR pada 2016 mengusung konsep “Grand Touring”. Motor ini memang di-branding sebagai motor bebek besar yang mampu diajak touring antarkota atau wisata alam.

Honda Supra GTR dilengkapi mesin 150cc DOHC dan transmisi kopling yang sama dengan CB150R atau Sonic 150. Nggak heram kalau feel-nya nggak jauh sama dua motor yang saya sebutkan sebelumnya.

Saya masih ingat ketika Honda Supra GTR diperkenalkan. Perbedaannya sama Honda Supra langsung kelihatan. Terutama di bagian body yang sedikit lebih besar ketimbang Honda Supra X 125. Body Honda Supra GTR ditunjang dengan ukuran bannya yang besar. Jadi kelihatan “laki banget”. Semacam bebek berotot. Kalau dimasak pasti alot.

Selain body, Honda Supra GTR juga di-branding sebagai motor Honda yang lebih modern. Pertama,  lampu LED yang sudah mulai banyak digunakan oleh semua pabrikan besar. Bagi saya pribadi, penggunaan LED ini jadi langkah perbaikan dari sisi penerangan produk Honda. Keren, sih, ketimbang pakai bohlam redup kayak lampu kamar mandi.

Kedua, speedometer digital yang mengombinasikan bentuk tachometer (pengukur putaran mesin) analog dengan odometer (pengukur jarak dan kecepatan) digital. Kembali, ini jadi langkah Honda mengikuti zaman.

Sayangnya, speedometer ini masih terasa nanggung bila dibandingkan CB yang sudah full digital. Namun, setidaknya, model ini membuat kita tidak lupa skill membaca speedo analog tentunya.

Ketiga,  rem cakram di kedua roda. Sudah barang tentu, rem jenis ini memiliki daya pengereman yang lebih kuat dibanding tromol dan cocok untuk motor cc besar.

Saya membeli Honda Supra GTR pada 2018. Saya langsung suka sama body motor yang beda sama produk Honda lainnya. Sudah lama saya pengin punya motor kopling. Belum bisa beli yang mahal, ya dilampiskan ke bebek kopling. Agak “aneh” mungkin, tapi ya bodo amat.

Selain itu, postor tubuh saya yang kerempeng memang jadi aneh kalau maksain naik CB atau Vixion. Saya khawatir orang akan kaget karena melihat ada ikan teri naik motor sport naked. Udah gitu kakinya nggak bisa napak ke aspal lagi. Sungguh pemandangan yang memalukan.

Nah, Honda Supra GTR ini lebih pas sama body saya. Kamu tahu, yang cocok dan nyaman itu biasanya bakal lebih langgeng ketimbang dipaksakan sama yang nggak cocok hanya demi gengsi. Cih.

Pemakaian di dalam kota, rasanya nggak jauh beda sama bebek lainnya. Perbedaannya baru terasa ketika motor ini saya bawa ke luar kota. Jalan raya yang menghubungkan Malang dan Surabaya cocok banget jadi arena menjajal kemampuan touring Honda Supra GTR.

Dan memang, rasanya enak banget untuk jarak jauh. Handling motor ini sangat stabil berkat setingan komstir dan ukuran bannya yang besar. Selain handling yang pas, kubikasi mesin 150cc turut menunjang performa saat diajak jarak jauh di mana performa tersebut benar-benar terasa ketika saya membawa motor ini ke Pemandian Air Panas Cangar di Batu, Malang.

Power yang dihasilkan Honda Supra GTR memang cukup besar. Cocok untuk melibas jalur tanjakan sedang. Tapi ingat, jangan paksa motor ini melibas jalur dengan tanjakan curam. Yah, mau gimana, motor ini tetap bebek yang kadang manja kalau udah capek jalan.

Keunggulan inilah yang banyak dijadikan referensi ketika hendak meminang motor tersebut. Selain itu, Honda Supra GTR memang gampang dimodif. Terutama jadi motor yang sepenuhnya diperuntukkan untuk touring. Dan jangan salah, ternyata motor ini juga cocok dimodif jadi motor racing. Boleh juga.

Ada kelebihan, ada kekurangan. Seperti bunyi pepatah Lowis Howes, “Setiap pencapaian, ada harga yang harus dibayar,” Honda Supra GTR punya kelemahan yang agak menyebalkan.

Kelemahan yang jelas kentara terletak pada aspek kenyamanan. Suspensi monoshock memang menjamin stabilitas ketika bermanuver. Namun, suspensi jenis ini tidak cocok untuk melewati polisi tidur.

Gaya pantul suspensi rasanya terlalu heboh ketika melewati polisi tidur. Kalau telat mengerem, badanmu serasa standing. Kelemahan ini banyak ditemui di motor sport lainnya yang menggunakan suspensi serupa. Tapi, sebetulnya, shock Honda Supra GTR bisa diatur, sih. Saya aja yang kadang malas melakukannya.

Selain suspensi, jok keras juga sering dikeluhkan oleh pemilik Honda Supra GTR. Ya memang, jok motor ini nggak selembut matik atau bebek normal. Jika mengendarainya lebih dari 1 jam, rasa pegalnya terasa banget.

Kelemahan ketiga adalah soal harga jualnya di pasar motor bekas. Respons pasar motor bekas mirip seperti yang terjadi kepada Jupiter MX. Nggak banyak peminatnya. Mungkin pada merasa aneh sama bebek kok kopling. Makanya, sekarang ini, pertarungan di atas aspal adalah pertarungan motor matik.

Yah, gimana ya. Saya sih setuju kalau Honda Supra GTR ini dianggap aneh. Ide bebek kopling memang bisa dianggap nyeleneh. Namun, ada satu rasa bangga punya motor ini, yaitu tampil beda. Dan ingat, ini produk Honda. Selain awet, onderdilnya juga terhitung murah tergantung perawatan.

Nggak terkenal nggak masalah, asal kamu berbeda. Dan yang berbeda, terkadang lebih spesial.

BACA JUGA Honda Supra dan Pria-pria Goblok yang Dekat dengan Kematian dan pengalaman seru bersama kendaraan lainnya di rubrik OTOMOJOK.

Exit mobile version