MOJOK.CO – Jalur Solo Purwodadi adalah “rimba lubang” yang berbahaya dan bus Rela jadi salah satu solusi. Meski ada bahaya mengintai di sana.
Sebelum punya sepeda motor sendiri, saya sering naik bus Rela untuk pulang ke kampung halaman. Tempat tinggal saya berada di salah satu daerah yang sangat terkenal dengan sebutan daerah wisata jengglongan sewu. Sebuah wisata rohani penguji kesabaran. Jalan yang berlubang dipenuhi genangan air.
Ada banyak celetukan ketika orang melewati jalur penguji kesabaran ini. Yang paling sering adalah refleks menyebut nama Tuhan. Setelah itu, sumpah serapah kepada pemerintah setempat.
Lain lagi dengan komentar teman-teman saya selepas melewati jalur Solo Purwodadi. Misalnya kayak gini:
“Kalau habis dari tempatmu, destinasi paling ideal bukan rumah, tapi dukun pijat. Badan sakit semua.”
Ada yang bilang gini:
“Pulang dari tempatmu, baut-baut motor memilih pensiun dini. Nggak kuat lagi.”
Jalur Solo Purwodadi yang berbahaya bagi pengendara sepeda motor
Mendengar ucapan teman yang seperti itu, mau tidak terima ya bagaimana. Memang begitu kondisi nyata di jalur Solo Purwodadi
Oleh sebab itu, saya selalu menyampaikan dua hal kalau ada teman mau “nekat” menembus jalur Solo Purwodadi demi main ke rumah. Pertama, takut mereka kecewa, saya selalu mengingatkan kalau jalanan menuju rumah itu jelek banget. Saya sendiri malas untuk pergi-pergi kalau lagi di kampung halaman. Kedua, jangan naik motor, mending naik bus saja. Salah satunya bus Rela jalur Solo Purwodadi.
Sudah sejak 2016 saya melaksanakan nasihat bijak ini, yaitu jangan naik motor kalau lewat jalur Solo Purwodadi karena memang nggak punya motor. Mending naik bus Rela untuk menerjang jalur yang menuntut kerelaan punggung kita dihajar lubang jalan yang membikin merinding itu. Setidaknya, kalau baik bus, badanmu nggak capek banget.
Saya serius, lho. Badan kamu bisa pegal linu selama satu minggu kalau nekat. Maka dari itu, bus Rela jalur Solo Purwodadi ini seperti jadi penyelamat.
Bus Rela pilihan nyaman, meski menyebalkan
Dulu, masa awal tinggal di Jogja, ketika mau pulang kampung, saya sudah tahu bahwa naik motor itu kurang disarankan. Makanya, meski harus naik bus Rela tengah malam, saya jalani saja.
Biasanya, perjalanan saya lakukan mulai pukul 00.00 dari Jogja. Sampai di Solo maksimal sekitar pukul dua dini hari. Setelah itu, naik bus Rela dari Solo menuju kota kelahiran, Purwodadi.
Bus Rela ini memang bisa menyelamatkan punggung kita dari potensi “syaraf kejepit” ketika menerjang lubang di jalur Solo Purwodadi. Namun, di sisi lain, nama “Rela” ini memang sudah sangat sesuai.
Bagaimana tidak, bus legendaris ini membuat setiap penumpang harus rela alias pasrah. Gimana nggak rela, coba saja bayangkan bus Rela ini biasanya mulai standby di Terminal Solo pukul dua dini hari. Meskipun penumpang sudah penuh, bus tak kunjung berangkat juga.
Bus baru akan lepas dari Terminal Solo antara pukul tiga atau empat pagi. Alasannya agak sulit diterima akal sehat saya. Katanya, biar sekali jalan, mengangkut banyak penumpang. Ingat ya, sekitar pukul dua dini hari itu, bus Rela sudah penuh. Mau menampung penumpang di mana lagi? Disuruh duduk di pentil ban belakang?
Bus yang selalu penuh dan sesak
Makanya, ketika bus Rela mulai mengaspal di jalur Solo Purwodadi, kondisinya di dalam pasti penuh dan sesak. Mau nggak mau, penumpang harus survive di kondisi ini. Jangan pernah merasa “bus selanjutnya siapa tahu lebih lega”. Bus Rela berikutnya juga sama penuhnya. Waktu keberangkatannya juga ngaret. So, ketimbang membuat waktu, lebih baik berjuang di dalam badan bus yang penuh.
Lantaran kondisi di dalam seperti itu, saran saya, jangan naik di siang hari. Lantaran bus Rela itu satu-satunya armada yang melewati jalur Solo Purwodadi, bus ini jadi laris. Kalau siang hari bisa kamu bayangkan betapa panas dan sesaknya di dalam.
Saya selalu bertemu wajah-wajah pejuang jalan raya, mencium aroma perjuangan ketika mengamati penumpang satu per satu. Panas, sesak, tidak ada AC, jendelanya kadang macet tidak bisa dibuka adalah kondisi yang harus diperjuangkan daripada bertemu “lubang-lubang ranjau” di jalur Solo ke Purwodadi.
Baca halaman selanjutnya