MOJOK.CO – Rumah keponakan saya berada sangat dekat dengan lokasi Tragedi Bintaro. Dan di sana, misteri fenomena luka cakar gaib itu berawal.
Lagi-lagi keponakan saya. Empat tahun yang lalu, saya pernah menceritakan proses terbukanya mata batin keponakan saya ini dan tayang di Mojok. Proses tersebut membuatnya sering melihat setan gosong. Kali ini, dia mengalami lagi sebuah pengalaman yang sampai saat ini belum berakhir.
Saya belum bisa memastikan secara pasti apakah 2 fenomena yang terjadi ini saling berkaitan dan memiliki ujung yang sama atau tidak. Fenomena pertama adalah cakar gaib yang selama 6 bulan terakhir menghantui keponakan saya. Sementara itu, fenomena kedua adalah gangguan yang “rutin” muncul di rumahnya.
Jadi, rumah keponakan saya ini ada di Jakarta Selatan. Tepatnya di kawasan Bintaro. Dan, ya, benar, berada sangat dekat dengan lokasi Tragedi Bintaro yang terjadi pada 1987. Lokasi ini membuat rumah keponakan saya menjadi singup. Supaya lebih jelas, mari, izinkan saya menceritakan fenomena yang belum menemukan jawaban ini.
Rumah dengan atmosfer kurang nyaman di dekat lokasi Tragedi Bintaro
Sejak peristiwa setan gosong 4 tahun yang lalu, keponakan saya tidak pernah lagi bercerita tentang bentuk atau pengalaman berjumpa setan. Mungkin dia mulai menjauhi dunia persetanan. Atau malah sebaliknya, setan-setan yang justru enggan mendekatinya.
Namun, dugaan saya ternyata keliru. Ketika ibunya, yang tak lain kakak sepupu saya, berkunjung ke Jogja, ada cerita lagi. Jadi, setiap bangun tidur, keponakan saya selalu mengeluh. Bukan karena enggan pergi ke sekolah, melainkan sebuah luka cakaran melintang di lengan kanannya.
Dan benar, kejadian ini terjadi di rumahnya, di dekat lokasi Tragedi Bintaro, Jakarta Selatan. Supaya pembaca bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas, saya akan menceritakan kondisi rumah tersebut.
Pembaca yang baik, sebenarnya, bagi masyarakat Jawa, kata singup tidak melulu berkaitan dengan suasana horor sebuah bangunan. Kata ini merujuk kepada sebuah kondisi tertentu. Jadi, kata singup merujuk ke ‘ketiadaan angin yang masuk ke rumah meskipun rumah tersebut memiliki banyak ventilasi’. Rasa-rasanya, udara di dalam rumah tidak pernah berganti atau tidak ada sirkulasi.
Nah, muncul sebuah kepercayaan bahwa bangunan yang singup adalah lokasi yang “nyaman” bagi sosok tak kasat mata untuk hinggap, bahkan tinggal di sana. Kondisi ini bisa membuat orang baru menjadi tidak nyaman.
Begitulah kondisi rumah keponakan saya yang berada di dekat lokasi Tragedi Bintaro. Jaraknya memang sangat dekat. Mungkin cuma sepelemparan batu saja.
Gangguan yang “rutin” muncul
Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, bahwa bangunan yang singup menjadi lokasi yang menyenangkan untuk sosok-sosok tak kasat mata. Kata simbah saya, “mereka” yang mampir dan tinggal di dalam rumah di dekat lokasi Tragedi Bintaro ini punya “misi tertentu”. Mereka hanya ingin meninggalkan legacy.
Maksudnya, mereka ingin kita, manusia di zaman ini, untuk selalu mengingat para korban Tragedi Bintaro. Jangan sampai melupakan sahabat, karib, dan saudara yang sudah mendahului kita menuju alam lain. Karena salah satu rasa sakit paling menyiksa adalah ketika kita dilupakan.
Nah, karena mereka tidak “membawa” niat jahat, gangguan yang muncul terasa seperti sebuah keisengan. Misalnya, suatu kali sepupu saya hendak menyikat gigi di wastafel. Tiba-tiba pinggang kanannya seperti ditowel.
Suatu kali, budhe saya membasuh muka. Setelah selesai, dia kemudian menghadap cermin. Saat itu, dia melihat ada rambut milik orang lain yang muncul di belakangnya. Kejadian seperti itu sering terjadi.
Konon, anggota tubuh korban Tragedi Bintaro banyak yang berceceran. Entah itu jari kaki, jari tangan, bahkan mata. Dan, itulah yang menghantui beberapa rumah untuk sekadar mengetuk pintu. Bahkan, kejadian itu masih terjadi hingga detik ini.
Luka gaib karena cakaran
Setelah pembaca mendapatkan gambaran rumah di dekat lokasi Tragedi Bintaro dan situasinya, mari membicarakan keponakan saya. Ingat, sampai saat ini, keluarga saya belum menemukan jawaban apakah luka gaib karena cakaran ini mempunyai keterkaitan dengan kondisi rumah atau tidak.
Jadi, pada mulanya adalah ketika keponakan saya bangun tidur. Selepas bangun, dia melakukan rutinitas seperti biasa. Mulai dari cuci muka, gosok gigi di wastafel, kemudian buang air di kamar mandi.
Setelah keluar dari kamar mandi, entah kenapa, dia lalu menyingsingkan lengan kaosnya. Mungkin dia merasa gerah. Maklum, rumah di dekat lokasi Tragedi Bintaro itu memang gerah ketika matahari mulai naik. Dan, saat itu, dia menemukan luka melintang dari atas ke bawah sepanjang lengan kanan.
Sejenak dia bingung. Sependek ingatannya, dia tak pernah menggaruk lengannya hingga sepanjang itu. Toh, kalau urusan menggaruk, biasanya sebentar. Dan itu pun karena digigit nyamuk. Akan tetapi, yang ini lain. Dia segera memanggil bundanya.
“Bun, lihat deh,” dia menunjukkan luka di lengan kanan ke bundanya.
Bundanya memeriksa dengan teliti. Kemudian, dia membuat hipotesa.
“Ah, ini pasti kamu ngelindur, trus garuk-garuk, kan? Udah dikasih minyak aja. Perih dikit, tapi manjur.”
Bundanya mengira anaknya hanya ngelindur. Makanya, keponakan saya ini tak sadar menggaruk-garukkan tangan kiri ke lengan kanannya.
Anehnya, ketika hendak mengoleskan minyak obat, bekas luka itu sudah hilang. Saat itu, dia dan bundanya tidak berpikir yang aneh-aneh. Barangkali memang bekasnya mudah hilang.
Tidak normal
Setelah kejadian pagi itu, semuanya berjalan “dengan normal” di rumah di dekat lokasi Tragedi Bintaro itu. Yah, normal dengan segala gangguan yang ada.
Bekas luka cakaran itu tidak muncul selama 3 bulan. Ya, 3 bulan kemudian, peristiwa yang sama terjadi lagi.
Dia bangun pagi seperti biasa. Kemudian, dia juga melakukan rutinitas yang sama. Dan, di lengan kanannya, luka goresan itu muncul lagi. Namun, kali ini warnanya lebih merah, lebih gelap.
Kaget, dia langsung memanggil bundanya. Cekatan, bundanya memotret luka goresan itu dengan kamera hape. Sayang, ketika saya meminta, foto tersebut sudah hilang.
Setelah memotret, keponakan saya segera ke kamar mandi dan membasuh luka gores memanjang itu. Dia mengaku tidak merasa perih. Namun, bekas luka itu seperti hendak mengeluarkan darah. Dan, lagi-lagi, ketika hendak mengoleskan minyak obat, lukanya menghilang tanpa bekas.
Kejadian ini ternyata berulang hingga 4 kali. Terakhir terjadi pada akhir Januari 2024 lalu. Sayangnya, keponakan saya belum mengetahui maksud dari cakar gaib tersebut. Dia juga enggan, atau lebih tepatnya belum mau, mengabarkan kejadian ini kepada guru spiritualnya.
Ada beberapa hal kenapa dia belum mau melakukannya. Pertama, dia tak pernah merasa kesakitan. Kedua, goresan itu selalu hilang ketika hendak dibersihkan dengan minyak atau pembersih luka. Ketiga, dia masih ingin mencari tahu sendiri siapa yang melakukan dan ada maksud apa.
Lagipula, semua yang terjadi di rumah di dekat lokasi Tragedi Bintaro itu sudah “seperti normal”. Mungkin, saat itu, keponakan saya masih berpikir santai.
Mitos cakar gaib
Sependek pengetahuan saya, bekas luka karena cakar gaib itu membawa sebuah tanda atau peringatan. Peringatan itu bisa bentuknya negatif atau positif. Namun, yang pasti, tanda atau peringatan itu berkaitan dengan masa depan.
Saat ini, saya belum tahu apa yang akan terjadi kepada keponakan saya. Toh selama hal tersebut terjadi, dia tidak merasa melakukan sesuatu abnormal. Misalnya, tidak sengaja menginjak nisan, kencing sembarangan, atau sejenisnya.
Dia hanya merasa heran dengan dirinya. Sebab, dia mulai bangun tepat pukul 4 pagi. Sesuatu yang jarang terjadi selama hidupnya.
“Oh, ya, barangkali kamu disuruh tahajud. Toh, bentar lagi mencari universitas.”
Kebetulan, keponakan saya hendak mencari universitas pada pertengahan 2024 nanti. Lalu, apakah cakar gaib itu sebagai penanda bahwa dia akan diterima di kampus yang punya riwayat dengan cakar? Atau daerah yang lekat dengan cakar harimau?
Entahlah. Saya tak mau berandai-andai. Keponakan saya juga begitu. Yang pasti, kalau sampai ada kejadian lagi menjelang Ramadan, rasa-rasanya dia harus pergi menemui ke guru spiritualnya.
Karena bekas luka cakar itu tidak “senormal” fenomena di rumah dekat lokasi Tragedi Bintaro. Luka itu seperti menyimpan sesuatu.
Penulis: Moddie Alvianto W.
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Lagi Hafalan Alquran, eh Ditemani Pocong! dan kisah aneh lainnya di rubrik MALAM JUMAT.