Teror di Sebuah Gedung Stasiun TV Indonesia

Saya mulai sadar. Para reporter TV dan presenter wanita tidak pernah ada yang datang ke kantor mengenakan gaun pesta di hari kerja.

Teror di Sebuah Gedung Stasiun TV Indonesia MOJOK.CO

Ilustrasi Teror di Sebuah Gedung Stasiun TV Indonesia. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COPerempuan berambut panjang itu sering menampakkan diri kepada siapa saja yang sendirian di gedung kantor stasiun TV Indonesia. Senyumnya tak terlupakan.

Sudah cukup lama saya tidak menulis untuk rubrik Malam Jumat Mojok. Tetapi saya hampir tak pernah absen mengikuti rubrik ini setiap Kamis malam. Saya menikmati cerita-cerita misteri yang ditulis oleh anak-anak muda, yang rata-rata usianya masih separuh bahkan ada yang masih sepertiga dari usia saya. 

Tulisan-tulisan mereka membuktikan bahwa negeri ini tidak pernah kekurangan penulis kreatif dan imajinatif. Mereka mampu membawa pembaca ke wilayah yang kebanyakan orang tidak berani menjamahnya. Yang saya maksud adalah wilayah makhluk tak kasat mata, yang dimensinya sering beririsan dengan dimensi manusia. Salah satunya teror di sebuah stasiun TV Indonesia yang akan saya ceritakan.

Pengalaman saya ini terjadi di penghujung era Orde Baru menuju awal era reformasi. Saat itu, berbagai stasiun berita TV Indonesia yang ada di Jakarta sedang sibuk-sibuknya meliput dan memberitakan rangkaian unjuk rasa akbar para mahasiswa yang menduduki gedung DPR-RI. Ada juga soal kerusuhan rasial yang sangat masif di berbagai wilayah kota metropolitan. Hingga berakhir dengan lengsernya Bapak Presiden Soeharto. Saat itu saya masih bekerja di divisi pemberitaan salah satu stasiun TV Indonesia yang cukup terkemuka.

Bukan. Bukan tentang pengalaman saya memproduksi berita TV Indonesia yang akan saya ungkapkan. Pengalaman saya adalah dipeluk oleh sesosok makhluk menyerupai gadis cantik saat saya rehat di suatu ruangan yang biasa digunakan oleh para pemburu berita melepas lelah.

Siang ramai, malam mencekam

Saat itu, stasiun TV tempat saya bekerja belum memiliki gedung permanen. Oleh sebab itu, kami sering berpindah-pindah dari satu gedung ke gedung lainnya, dalam hitungan tahun. Dan, sebagai divisi yang relatif baru dibangun, divisi pemberitaan pernah menempati beberapa gedung yang terpisah dari divisi-divisi lainnya. Salah satunya adalah gedung yang akan saya ceritakan.

Gedung tersebut terdiri dari beberapa lantai. Divisi kami mengisi dua lantai paling atas yang selalu beroperasi sepanjang hari. Saat siang hari, gedung ini cukup ramai dengan kesibukan kerja. Selain stasiun TV kami, ada beberapa perusahaan lainnya yang menyewa tempat ini.  

Nah, saat malam hari, hanya divisi kami yang bekerja hingga pagi. Itu saja tidak seluruh karyawan divisi pemberitaan masuk, melainkan hanya sepersepuluh dari seluruh kekuatan divisi. Jika saat itu melewati gedung ini di malam hari, akan Anda melihat hanya dua lantai teratas yang lampunya selalu menyala. Sementara itu, lantai-lantai lain di bawahnya gelap gulita.

Jumlah karyawan stasiun TV yang bekerja di malam hari mungkin hanya sekitar 20 orang. Terdiri dari beberapa produser, beberapa editor visual, beberapa penata desain grafis, petugas perpustakaan, beberapa juru kamera studio, sepasukan petugas master control yang jumlahnya sekitar enam orang, serta sekitar dua tim pemburu berita malam (reporter dan juru kamera) yang bergantian datang dan pergi.

Jumlah 20 orang mungkin cukup banyak jika menempati gedung yang tidak terlalu besar. Tetapi, 20 orang di dua lantai yang sangat luas, yang di siang hari biasa dipenuhi sekitar 200 karyawan, tentunya akan terasa senyap saat malam hari. Lantai-lantai lainnya yang sepi dan gelap menambah suasana semakin sunyi. Kami, yang sekitar 20 orang itu, juga bekerja di ruangan-ruangan terpisah. 

Teror yang sudah menjadi buah bibir

Saya sering mendengar cerita dari beberapa teman yang katanya pernah bertemu sesosok perempuan berambut panjang. Kesaksian mereka berbeda-beda. Ada yang mengaku melihatnya di lobi utama, ada juga yang melihatnya di tempat parkir rubanah (basement), di dalam studio siaran stasiun TV, ruang perpustakaan, toilet, dan tangga darurat.

Berbeda-beda pula kesaksian tentang baju yang dikenakan perempuan tersebut.  Ada yang bilang, sosok perempuan itu mengenakan gaun panjang berwarna putih, ada juga yang mengatakan bajunya berwarna merah, bahkan ada yang menyebutkan berwarna hijau.   

Hanya satu hal yang seragam, para saksi sama-sama mengatakan bahwa rambut perempuan tersebut terurai panjang dan lebat. Berdiri terpaku di salah satu sudut ruangan, dengan seringai tipis menghiasi bibirnya.

Kesaksian yang beragam itu menimbulkan sedikit tanya. Apakah sosok perempuan gaib tersebut jumlahnya lebih dari satu dan menghuni banyak ruangan? Atau, sebenarnya hanya satu tapi selalu berganti pakaian dan berpindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya? Pertanyaan ini baru terjawab setelah saya bertanya langsung kepada Pak Parto, petugas keamanan gedung, di mana stasiun TV saya bekerja berada, yang tergolong sangat senior. 

Saya tidak sempat bertanya sudah berapa lama Pak Parto bekerja sebagai satpam di gedung stasiun TV ini. Tetapi, dari gerak-geriknya yang sangat cekatan, terlihat jelas bahwa laki-laki setengah baya asal Jawa Tengah itu tampak sangat mengenal relung demi relung seluruh gedung. 

Tandanya, dia sudah cukup lama bekerja sebagai satpam di sini. Pengalaman ini membuatnya dipercaya sebagai satu-satunya satpam yang bertugas menjaga gedung setiap malam.

Pak Parto dan pintu lift yang selalu terbuka sendiri di lantai empat

Pekerjaan Pak Parto setiap malam adalah menyisir lantai demi lantai gedung yang sudah dalam keadaan gelap gulita. Dia selalu membawa sebuah lampu senter yang tak pernah lepas dari genggamannya. 

Kami, para pekerja malam yang sering bolak-balik turun-naik lift, sering berjumpa dengan Pak Parto di berbagai lantai ketika beliau masuk ke dalam lift di lantai-lantai tersebut. Sehingga, setiap pintu lift terbuka di salah satu lantai yang gelap dan senyap itu, sudah bisa dipastikan Pak Parto yang akan masuk ke dalam lift. 

Tetapi khusus di lantai empat, tidak selalu Pak Parto yang membuka pintu lift. Di lantai itu lift selalu berhenti, kemudian pintunya terbuka selama beberapa detik lalu tertutup sendiri. Seakan ada orang yang masuk ke dalam lift. Padahal tidak ada orang di sana. Bisa dibayangkan betapa mencekamnya suasana seperti itu bila hanya Anda sendiri yang berada di dalam lift, karena begitu pintu terbuka, pemandangan di luar lift benar-benar gelap gulita

Anehnya, kondisi tersebut hanya terjadi di malam hari. Di siang hari, lift beroperasi seperti biasa. Ketika hal tersebut saya tanyakan kepada Pak Parto, satpam senior itu menjawab singkat. “Saya sendiri nggak ngerti,” katanya sambil tersenyum.

Namun, tentang sosok perempuan aneh yang sering dilihat teman-teman stasiun TV, Pak Parto membenarkan. Benar bahwa ada sesosok makhluk gaib menyerupai perempuan berambut panjang. Dia sering berjalan-jalan dari satu lantai ke lantai lainnya. “Dia penghuni lama,” kata Pak Parto. “Orangnya baik, kok. Nggak bakal ganggu. Cuman mau kenalan.”

Lantaran hanya sekadar cerita teman-teman, penampakan perempuan gaib itu mulanya saya sikapi antara percaya dan tidak. Sebab selama berbulan-bulan saya bekerja di situ, saya tidak pernah bertemu dengan sosok tersebut. Sampai pada suatu hari, saya mengalami kejadian aneh di dalam mobil operasional.

Selepas liputan

Sebagai produser TV Indonesia yang bertugas menggawangi live siaran berita pagi pukul 05:30 hingga 07:00 WIB, saya bersama beberapa teman bekerja mulai jam tujuh malam hingga siaran berita pagi berakhir. Kami benar-benar menjadi manusia malam, yang datang ke kantor setelah matahari terbenam dan baru pulang ke rumah setelah matahari terbit sepenggalah. 

Kegiatan keseharian seperti itu terkadang membuat kami sering merasa terasing dari dunia luar. Untuk mengatasi rasa keterasingan ini, tak jarang kami juga ikut turun ke lapangan, meliput berita bersama teman-teman, meskipun bukan kewajiban. Kegiatan meliput berita di lapangan, selain memperluas cakrawala dan memperkaya wawasan, juga menjadi selingan bagi para produser berita pagi TV Indonesia, yang sehari-harinya hanya menerima, menyeleksi, dan menyunting berita di kantor.

Hari itu saya giliran libur. Jadi, saya tidak perlu begadang sampai pagi. Siangnya saya ikut meliput berita dan baru tiba di kantor selepas Magrib. Mungkin karena kurang tidur, saat itu saya merasa benar-benar sangat mengantuk. 

Ketika mobil operasional yang mengantar saya liputan sampai di tempat parkir kantor, saya meminta izin kepada pengemudi untuk tidur sebentar di mobil. Pengemudi menyerahkan kunci mobilnya kepada saya. Kepada juru kamera TV yang meliput bersama saya, saya minta untuk pergi duluan ke kantor. Saya pun merebahkan diri di kursi belakang.

Entah sudah berapa lama saya tertidur, saya mendusin. Di kursi depan sebelah kursi pengemudi, tampak sesosok perempuan berambut panjang, yang saya pikir adalah Neni, salah seorang reporter TV, teman saya. Di kursi pengemudi, terlihat sesosok laki-laki yang saya kenal sebagai Andre, teman saya yang bertugas sebagai editor visual. Keduanya tampak sedang memandang ke arah depan. Tidak ada obrolan satu sama lainnya.

Bertemu “si gondrong” di mobil operasional

Rambut Andre sangat gondrong, lebat dan keriting, menjurai ke belakang jok. Saya raih rambutnya sambil berkata, “Asik, ada yang nemenin gua.” Dia tidak berkomentar. Lantaran merasa ada yang menemani, saya melanjutkan tidur. 

Saya terbangun sekitar pukul 20:00. Jadi, hanya sekitar satu setengah jam saya tertidur. Tapi entah kenapa rasanya lama sekali karena tidur saya sangat nyenyak.  Neni dan Andre sudah tidak ada di mobil. Mungkin mereka sudah kembali ke kantor, pikir saya. Saya pun bersegera menuju kantor saya di lantai atas, untuk menulis berita hasil liputan saya yang akan ditayangkan untuk siaran TV berita pagi.

Usai menulis berita, saya menuju ruang editing untuk melakukan voice over (sulih suara). Di situ saya berjumpa dengan Andre yang sedang sibuk menyunting gambar.

“Dre, kok lu ninggalin gua sih,” ucap saya.

“Ninggalin di mana Bang?” ujar Andre.

“Ninggalin gua di mobil.”

“Mobil siapa?”

“Mobil operasional pegangan si Mulyo. Lu tadi istirahat di sana sama si Neni kan? Neni mana Neni?” tanya saya.

“Lu ngelindur kali Bang,” sahut Andre. “Dari sore tadi gua nggak ke mana-mana. Gua kerja di sini. Kalau gak percaya, tanya tuh temen-temen editor lainnya.”

Para editor visual lainnya membenarkan bahwa yang bersangkutan tidak pernah meninggalkan ruangan sejak pukul enam petang. Jadi, yang saya lihat tadi bukan Andre. Dan, yang perempuan, juga bukan Neni, karena dia sedang gilliran libur. 

Perlu diketahui bahwa divisi pemberitaan TV harus beroperasi selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari seminggu, alias tidak boleh ada liburnya. Oleh karenanya, kami libur secara bergantian, dua hari seminggu.

Ketika saya bercerita, teman-teman editor malah tertawa. “Ada yang mau kenalan kali Bang,” kata Andre. “Kenapa nggak sekalian ngobrol aja sama mereka, siapa tahu dapat ilmu.”

 “Makanya jangan suka tidur abis Magrib, Bang,” ujar salah satu editor lainnya. “Kan itu saatnya mereka keliaran.”

Ketika kantuk mulai menyerang

Sewaktu masih anak-anak hingga remaja, saya termasuk orang yang percaya bahwa para makhluk gaib hanya memperlihatkan diri menjelang matahari terbenam (Magrib) hingga Subuh. Tetapi, berdasarkan apa yang saya alami sejak memasuki usia dewasa, makhluk-makhluk gaib dari lain dimensi itu, ternyata bisa memperlihatkan diri kapan saja. Pokoknya suka-suka merekalah. Seperti yang pernah saya alami di kantor.

Hari itu, usai bertugas sebagai produser, sekitar pukul tujuh pagi, saya tidak langsung pulang. Saya sarapan dulu di warung makan di belakang kantor. Rencananya, baru akan pulang setelah sarapan. Namun rencana itu urung saya lakukan, karena akhirnya saya mengobrol dengan teman-teman reporter dan camera persons, baik laki-laki maupun perempuan. Satu per satu mereka berdatangan ke warung untuk sarapan sebelum berangkat ke lapangan.

Tidak terasa pagi kian merambat menjelang siang. Sekitar pukul sembilan saya mulai diserang kantuk yang luar biasa. Kalau saya paksakan pulang, pasti saya tertidur di tengah jalan. Padahal saya harus menyetir sendiri. Akhirnya saya putuskan untuk tidur di kantor dulu, setidaknya hingga saat makan siang.

Kantor kami memang menyediakan tempat istirahat, yang dilengkapi tempat tidur. Ada dua kamar. Satu kamar untuk laki-laki dan satu untuk perempuan. Kamar ini disediakan untuk para pemburu berita TV yang sudah meliput dari pagi hingga malam hari, dan memerlukan istirahat. Terkadang juga digunakan oleh kru master control dan tim produser pemberitaan pagi, seperti saya.

Sayangnya, hanya disediakan satu tempat tidur untuk satu orang. Oleh sebab itu, saya harus memastikan dulu apakah ada yang tidur di kamar tersebut. Kalau sudah ada, saya harus tidur di mobil, di tempat parkir yang pastinya gerah.

Saya beruntung hari itu. Tempat tidur kosong. Dan, sepertinya tidur saya sangat nyenyak karena saya tidak bermimpi. Saya terbangun dalam kondisi segar dengan posisi tubuh seperti saat mengawali tidur, yakni miring ke kanan.

Si cantik bergaun hijau

Tapi ada yang aneh. Saya merasa ada tubuh halus mendekap tubuh saya dengan tangan melingkar memeluk pinggang. Yang muncul dalam bayangan saya adalah ada seorang reporter TV dan presenter cantik yang diam-diam mengagumi saya. 

Namun, saya tidak bisa menebak reporter atau presenter yang mana, karena reporter dan presenter wanita kami rata-rata cantik, sih. Saya pegang tangannya. Tangan gadis. Halus. Jari-jarinya ramping dengan kutek merah di setiap kukunya. Perlahan saya menoleh ke belakang. Gadis itu mengenakan gaun panjang pesta berwarna hijau tapi wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutupi sebagian rambutnya yang panjang.

Saya mulai sadar. Para reporter TV dan presenter wanita tidak pernah ada yang datang ke kantor mengenakan gaun pesta di hari kerja. Mereka biasa datang ke kantor dengan baju kerja. Bahkan ketika menyampaikan berita di studio. Meskipun disediakan wardrobe khusus untuk para presenter, wardrobe tersebut juga tetap bernuansa formal. Lalu siapa yang sedang memeluk saya ini?

Sedikit pun saya tidak berpikir bahwa gadis yang memeluk saya itu adalah makhluk dari dimensi lain. Ya karena hari masih siang dan kondisi di luar kamar cukup ramai dengan teman-teman yang sedang bekerja. Saya lalu mencoba membangunkan gadis itu.

Gadis itu bangun, lalu melayang di udara. Dia mengitari ruangan dengan suara berdesir, dan keluar menembus jendela yang tertutup rapat. Sebelum menembus jendela, dia sempat melirik ke arah saya sambil tersenyum.

Saat itulah saya baru teringat pada cerita tentang penampakan perempuan berambut panjang. Terkadang dia mengenakan gaun berwarna merah, putih, dan hijau di berbagai bagian kantor TV kami. Rupanya dia senang mendatangi karyawan yang sedang sendirian, tidak peduli pagi, siang atau malam.

Saat itu baru pukul sepuluh pagi. Jadi hanya sekitar satu jam saya tidur di ruang istirahat. Apakah selama itu pula perempuan berambut panjang itu memeluk saya?

Ingin berkomunikasi

Stasiun TV Indonesia tempat saya pernah bekerja sudah sejak 2006 memiliki gedung permanen. Gedungnya megah dan mewah, berdiri di salah satu pusat keramaian Jakarta. Sementara itu, gedung yang saya ceritakan di atas masih beroperasi. Masih ada perusahaan yang menyewa karena letaknya strategis. Saya hampir selalu melewati gedung ini setiap berangkat dari Tangerang menuju Jakarta, dan sebaliknya.

Sama seperti sewaktu saya bekerja di gedung ini dulu, suasana di siang hari tampak ramai penghuni. Hal ini terlihat dari banyaknya mobil yang terparkir di halamannya. 

Tetapi, di malam hari, bekas gedung kantor stasiun TV Indonesia itu gelap gulita. Sepertinya tidak ada lagi kantor yang beroperasi di malam hari. Pengalaman saya bersinggungan dengan gadis berambut panjang dan bergaun hijau di gedung tersebut, belum lama ini saya ceritakan kepada teman saya. Dia seorang habib muda yang dapat berkomunikasi dengan makhluk-makhluk gaib tanpa dibatasi ruang dan waktu.

“Gadis itu masih ada di sana sampai sekarang,” kata sang habib muda. “Dia memang penunggu tempat tersebut. Sosok makhluk yang cukup baik. Dia nggak bakal ganggu siapa pun. Hanya memperlihatkan diri pada orang-orang tertentu dan hanya ingin berkomunikasi. Mestinya ente sapa dia dan tanyakan keinginannya, siapa tahu ada hal penting yang ingin disampaikannya. Kalau ente kepingin ketemu dia lagi, ane anter deh ke sana.”

“Ente aja yang ke sana,” sahut saya kepada sang habib. “Ente kan tau ane penakut.”

Saya tidak mau membayangkan si gadis cantik itu melambai dari lantai atas bekas gedung kantor saya. Seram.

Penulis: Billy Soemawisastra

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Teror Hantu Penghuni Patung Loro Blonyo dan kisah mengagetkan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

Exit mobile version