MOJOK.CO – Dia duduk cukup lama bersama seseorang yang dia pikir adalah temannya, tanpa menyadari bahwa di sebelahnya hanya ada jin menyerupai manusia.
Guru Fisika kami tidak lagi hadir. Kelas ramai, semua sibuk mengobrol keras-keras. Aku mencolek Riana yang duduk di hadapanku agar dia menoleh dan kami berhadapan.
Riana terkenal punya segudang cerita seru untuk dibagikan, mulai dari yang lucu hingga yang seram. Aku berkata padanya, “Kemarin kamu bilang, ada cerita mengerikan. Kasih tahu, dong.”
Sedetik saja, dia langsung bersemangat. Kata Riana, kejadian ini menimpa saudara jauhnya yang bernama Budi. Riana bilang, Budi sudah kuliah dan sekarang sedang berada di tahun keduanya.
Peristiwa ini terjadinya baru minggu lalu, saat Budi diundang ke acara perayaan komunitas yang dia ikuti di kampus. Setelah melalui musyawarah panjang, komunitas Budi sepakat mengadakan acara bakar-bakar ikan bersama di rumah salah seorang dari mereka. Tentu saja, acara ini digadang-gadang bakal seru dan menyenangkan—sama sekali tak terpikir akan terjadi hal yang aneh, misalnya hal-hal seperti… jin menyerupai manusia.
Sampai di lokasi, seluruh anggota komunitas mulai berbagi tugas. Ada yang membersihkan ikan, menumis sayuran tambahan, membuat saus kecap, menyiapkan peralatan untuk bakaran, membuat minum, bahkan sekadar duduk-duduk dan bernyanyi untuk menghibur semua orang yang sedang bekerja.
“Budi masuk ke dapur dan membuat minuman untuk 30 orang kawannya,” kata Riana.
Selama Budi di dapur, ia bisa mendengar seluruh temannya berbincang sambil bekerja. Ia bahkan melihat dari balik jendela yang menghadap ke arah taman bahwa seorang temannya, Dino, sedang bermain gitar sambil tertawa-tawa dengan seseorang—tapi sayangnya, Budi tak bisa melihatnya dengan jelas karena tertutup badan Dino yang cukup gempal.
Setelah gelas terakhir diisi sirup jeruk, Budi mulai mengangkut gelas di atas baki dan bermaksud meletakkannya di atas meja di taman—di dekat Dino. Saat pintu taman dibuka, betapa kagetnya Budi ketika tiba-tiba Dino berteriak keras sekali.
“Loooooh!!! Heeeeeh!!!”
Dino menoleh ke sampingnya sekali, lalu kembali melihat Budi. Ia mengulangnya berkali-kali dengan raut muka ketakutan. Gelas di tangan Budi kini masih bergoyang-goyang karena tadi ia pun terkejut mendengar teriakan Dino.
“Apaan sih?!” seru Budi kesal, sambil meletakkan baki penuh gelas ke atas meja. Kali ini, dia berkacak pinggang pada Dino yang sudah pucat pasi.
“Ka-kamu kok di situ??? Kamu kok dateng dari dalem???”
Budi keheranan, “Ya daritadi aku di dapur, bikin minum. Kenapa, sih?”
Dino menelan ludah, “Ta-tadi… Daritadi aku di sini gitaran juga sama kamu.”
Semua orang yang masih bekerja di dalam maupun di sisi lain taman kini mulai berhenti dan mendengarkan.
“Ja-jadi tadi aku mau gitaran biar ada musik. Aku ambil gitar dan duduk di sini, terus ditemenin sama… kamu.”
“Tapi,” sahut Budi, “aku daritadi langsung masuk dapur untuk bikin minum. Sumpah.”
“Aku tadi sama Budi di dapur, kok. Tadi juga aku bantuin buka pintu dapur pas Budi keluar bawa minum,” celetuk Tari, salah seorang teman Budi yang tadi sibuk memotong seledri di dekat pintu dapur.
Dino kian pucat, apalagi setelah Fani—teman mereka yang sedang memasang alat bakaran di taman—berkata pula, “Tapi Dino juga nggak bohong. Tadi aku pun lihat Dino gitaran sama Budi. Tapi aku nggak terlalu merhatiin lagi karena sibuk masang ini.”
“Dan dia bertingkah persis seperti kamu,” tambah Dino yang masih kelihatan shock, “termasuk cara bicara, merespons, sampai bercanda garing yang kelewat absurd itu. Aku nggak tahu kalau dia… kalau dia… cuma jin menyerupai manusia.”
Orang-orang masih diam dan lama-lama suasana terasa sedikit mengerikan. Dino memutuskan untuk membereskan gitarnya dan mulai membantu Fani. Budi masih keheranan kenapa dari 30-an orang yang ada di sana, justru dirinyalah yang dipilih untuk diserupai oleh jin.
Riana mengakhiri ceritanya dengan ekspresi yang seakan-akan berkata “gimana-ngeri-kan”. Aku bergidik, membayangkan betapa takutnya aku kalau ada di posisi Dino.
“Sebentar, aku mau ke kamar mandi,” celetuk Riana. Bercerita rupanya membuatnya ingin menuntaskan hasrat ke toilet. Aku mengangguk dan masih mencerna cerita tadi di kepalaku.
Kenapa, ya, ada jin menyerupai manusia? Apa yang dicari oleh jin itu? Apakah Budi tanpa sengaja mengusik keberadaan jin tadi, sampai-sampai badannya ditiru dan menjadi kisah horor tanpa sengaja?
Riana kembali dari toilet. Wajahnya berseri-seri.
“Tebak, aku baru bertemu siapa?” ujarnya. Aku tidak menjawab, justru memberondongnya dengan pertanyaan, “Memangnya kenapa, sih, ada jin menyerupai manusia? Jangan-jangan Budi memang mengganggu mereka, ya?”
“Whoa, whoa, tunggu dulu, apa maksudmu?” Riana kebingungan. Ekspresinya berubah tak paham.
“Itu, loh, ceritamu yang tadi, soal jin menyerupai manusia yang Budi alami.”
Riana masih mengerjapkan matanya. Lalu katanya, “Aku tidak cerita apa-apa. Aku baru kembali dari toilet daritadi.”
“Kamu kan pamit ke toilet setelah selesai cerita,” kataku tak sabar, “jadi jangan…”
Omonganku terputus mendadak. Aku baru ingat bahwa sebelum aku mencolek Riana, aku sudah dipamiti Riana untuk pergi ke toilet. Aku tidak melihatnya datang kembali ke kelas, tapi tiba-tiba Riana sudah duduk kembali di kursinya.
“Kamu tidak bercerita? Soal Budi?”
Riana menggeleng dan berkata, “Aku bahkan tidak tahu Budi itu siapa. Jangan ngaco.”
Mendadak, siang itu jam sekolah terasa panjang bagiku. (A/K)