MOJOK.CO – Sebelum klimaks drama pengusiran setan oleh “orang pintar”, beberapa kejadian janggal sudah terjadi di sekitar Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu.
Ini kejadian nyata, yang terjadi di sebuah SMP di Kota Jogja. Selayaknya bangunan yang besar dan tidak ditinggali di malam hari, SMP ini memancarkan suasana janggal, terutama di pagi, petang, dan malam hari. Dulu, sebelum direnovasi secara besar-besaran, lapangan basket dan sepak bola di SMP ini terasa begitu mencekam ketika malam tiba.
Singkat kata, kampung di SMP ini berada selalu menggelar ronda keliling. Rutin, setiap malam, selalu ada warga yang meronda untuk mengambil jimpitan berupa uang koin. Biasanya, yang mengambil jimpitan terdiri dari dua hingga tiga orang. Mereka berjalan mengelilingi rumah-rumah di Rukun Tetangga (RT) tempat SMP tersebut berada.
Celakanya, salah satu jalan untuk mengelilingi RT tersebut harus melewati jalan di samping SMP. Jalan kampung yang diapit SMP dan persawahan ini lebarnya tiga meter lebih sedikit. Jika berjalan dari utara, maka pagar kawat SMP ada di sebelah kiri, sedangkan sawah ada di sebelah kanan. Nah, para peronda, biasanya berjalan dari utara untuk mengambil jimpitan, sehingga ketika berjalan selalu berdekatan dengan pagar kawat.
Suatu malam, ada dua warga yang berjalan menyusuri pagar kawat itu untuk mengambil jimpitan. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam lewat. Di sebelah dalam pagar kawat, manajemen SMP menanam pohon gladak. Saat itu, tinggi pohon sudah mencapai 2,5 meter. Ketika kedua peronda sedang berjalan perlahan, tiba-tiba keduanya dikagetkan dengan tumpahan pasir dari atas pohon gladak tersebut.
Keduanya disawuri pasir dari atas pohon. Bukannya lari, keduanya justru tertegun untuk beberapa saat. Penasaran, keduanya mendekati pohon yang dibatasi oleh pagar kawat. Ketika semakin dekat, keduanya bisa melihat batang utama dari pohon tersebut. Pandangan mereka menyelidik dari bawah sampai atas. Ketika mata para peronda sampai di bagian atas pohon, keduanya tidak melihat sesuatu yang aneh. Padahal, mereka sudah menyiapkan diri untuk dikagetkan oleh sosok astral di atas pohon. Ketika puas menyelidik pohon gladak itu, keduanya mundur beberapa langkah.
Tepat saat itu, sekali lagi, dari atas pohon, pasir dalam jumlah kira-kira empat genggaman orang dewasa tumpah ke arah kedua peronda. Tak mau aneh-aneh lagi dengan menyelidiki pohon gladak itu, keduanya ambil langkah seribu. Lari secepat mungkin menuju rumah di sebelah selatan SMP. Setelah berlari beberapa saat, mereka baru sadar bahwa kalau ingin kembali kumpul di pos ronda, keduanya harus melewati jalan yang sama.
Kejadian janggal yang kedua terjadi beberapa minggu kemudian. Kok ya kebetulan, kejadian ini menimpa salah satu peronda yang diganggu oleh “pasir” tersebut. Jadi, manajemen SMP menawarkan ke beberapa warga untuk kerja jaga malam tidur di SMP lantaran beberapa hari sebelumnya terjadi aksi pencurian.
Kita sebut saja beliau ini Pak Sastro. Meski pernah mengalami kejadian yang janggal, Pak Sastro bersedia ketika ditawari pekerjaan jaga malam di SMP tersebut. Pada dasarnya, Pak Sastro yang berparas tampan dengan badan penuh tato ini memang pemberani.
Ketika muda, beliau adalah salah satu gentho yang disegani di kampung tersebut. Meski gentho, pembawaan Pak Sastro terbilang halus, sopan, dan murah senyum. Beliau fasih menggunakan Bahasa Jawa Kromo Inggil ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.
Selama beberapa malam, Pak Sastro tidak mengalami “gangguan”, atau mungkin beliau segan bercerita kepada bapak saya yang kebetulan menjadi perantara SMP dengan Pak Sastro. Namun, kurang lebih satu minggu jaga malam, akhirnya Pak Sastro gatal juga untuk bercerita kalau dirinya pernah diganggu.
Jadi, ketika patroli malam, Pak Sastro harus melewati berisan pohon gladak yang ada di dalam halaman SMP. Berbekal sebuah senter di tangan kanan dan kretek di tangan kiri, Pak Sastro berjalan pelan mengawasi situasi sekitar. Iseng, beliau mengarahkan senter ke atas pohon gladak yang masih berukuran satu meter lebih sedikit.
Jadi, posisi Pak Sastro tepat di bawah pohon tersebut. Ketika ia mengarahkan lampu senter ke bagian atas pohon, nampak seorang manusia dengan kulit hitam legam, berbadan begitu besar memeluk puncak batang pohon yang begitu kecil. Secara logika, digelayuti manusia dengan badan sedemikian besar, pucuk batang yang mungil itu pasti patah.
Kali ini, beliau tak mau menyelidik pohon gladak itu lebih lama. Dengan langkah pelan, keringat dingin mengucur membasahi punggung, dan jantung berdegup kencang, Pak Sastro masuk ke gedung sekolah. Di sana, ada satu temannya yang sedang asyik menonton televisi. Tak mau banyak berbicara, Pak Sastro langsung menelungkupkan badannya yang kurus ke atas kasur tipis dan mengerukupkan sarung menutupi badannya. Tidur, beliau pilih untuk melupakan sosok besar berkulit legam bergelayutan di batang yang begitu tipis.
Kejadian ketiga menimpa salah satu penghuni di SMP tersebut. Jadi, SMP tersebut punya tiga “pak bon”. Ketiga keluarga pak bon dibangunkan masing-masing satu rumah di bagian belakang SMP. Suatu malam, salah seorang keluarga pak bon tinggal sendirian karena suaminya sedang menghadiri keperluan di kampung sedangkan anaknya sedang berada di luar kota untuk sebuah pekerjaan.
Malam itu, sekitar pukul 12 malam lebih, sang ibu sedang menonton televisi. Tiba-tiba, ada suara ketukan di pintu. Volume televisi dikecilkan, telinga dibuka. Kembali, suara ketukan di pintu terdengar. Kali ini ada sebuah suara yang menyapa: “Permisiiii…” Suara sapa yang terdengar halus, melahirkan nuansa dingin yang tiba-tiba terasa di kulit.
Suara tersebut seperti suara laki-laki, namun sangat halus. Hampir mirip seperti suara wanita. Si ibu terpaku sesaat, menunggu apa yang akan terjadi kemudian. Tak lebih dari 10 detik, suara tersebut kembali menyapa: “Permisiiii…”
Tamu datang berkunjung itu lumrah saja. Namun, mengapa “tamu” malam itu sangat janggal? Karena jika sampai bisa mengetuk pintu rumah pak bon, maka “ia” punya kunci pintu gerbang SMP, yang mana hanya dimiliki pak bon saja. Sementara itu, dua pak bon lainnya punya warna suara yang sangat berbeda. Lagipula, jika bisa mengetuk pintu rumah pak bon, “ia” harus berjalan melewati tempat terbuka berpasir. Jika ada manusia yang berjalan di atas tempat terbuka berpasir itu, suara gemerisik kasar akan terdengar. Malam itu, si ibu menyetel volume televisi lirih saja. Sehingga, seharusnya suara gemerisik kasar itu akan terdengar.
Paham kalau dirinya tengah didatangi “sosok bersuara lembut”, si ibu buru-buru menaikkan volume televisi dan langsung merapal doa. Pagi harinya, si ibu bertanya kepada tetangga, sesama keluarga pak bon yang kebetulan rumahnya saling menempel. Malam itu, anak si tetangga belum tidur dan tengah mengerjakan tugas sekolah menggunakan laptop.
Si tetangga beserta anaknya menegaskan cerita si ibu. Mereka berdua juga mendengar salam dari “sosok bersuara lembut” itu. Untung saja, tidak ada yang menjawab salam dari “sosok bersuara lembut”. Konon, jika salam itu dijawab, “sosok bersuara lembut” itu akan masuk dan berdiam di dalam rumah karena merasa dipersilakan. Untung saja.
Tiga gangguan beruntun dalam waktu singkat itu sampai juga ke telinga manajemen SMP. Salah satu keluarga pak bon menyarankan untuk meminta bantuan “orang pintar” yang kebetulan masih bersaudara dengan dirinya. Tak butuh waktu lama, tawaran itu mendapat lampu hijau. Pengusiran setan akan dipasrahkan kepada “orang pintar” tersebut.
Selang dua setelah keputusan itu diambil, waktu hampir menunjukkan tengah malam, “orang pintar” yang akan kita beri nama Pak Gono itu datang. Pak Gono suka berpakaian necis dengan parfum yang menusuk hidung. Malam itu, ia hanya membawa hio atau dupa berukuran besar sebagai senjata mengusir setan.
Sebelum memulai aksi pengusiran setan, Pak Gono duduk bersila di atas tanah. Berdoa. Hio sudah ia nyalakan sebelumnya. Setelah cukup berdoa, Pak Gono berdiri dan mulai berjalan menyusuri tempat-tempat di segala penjuru SMP. Pak bon yang masih bersaudara dengan Pak Gono ikut juga berkeliling. Namun, ia diwanti-wanti untuk tidak jauh-jauh dari Pak Gono. Ini peringatan serius.
Batang hio besar itu Pak Gono genggam dengan tangan kanan. Asap dupa membumbung, mengawal langkah perlahan Pak Gono. Awalnya beliau hanya berjalan perlahan saja, seperti membaca situasi. Lama-kelamaan, Pak Gono mempercepat langkahnya hingga akhir berlari. Ia seperti kesetanan, seperti mengejar pencopet picisan di sebuah pasar.
Pak Gono sudah tidak muda lagi. Penglihatannya sudah berkurang, bahkan sedikit bermasalah. Namun, malam itu, dengan pencahayaan yang minim, beliau bisa berlari begitu cepat, lincah. Pak Gono bahkan bisa mengubah arah lari dengan seketika tanpa terantuk batu. Jika di dunia sepak bola, Pak Gono ini tiba-tiba menjelma menjadi Lionel Messi.
Ketika ditanya kenapa berlari, Pa Gono menjelaskan bahwa ia tengah menggiring cukup banyak makhluk astral itu ke satu sudut di ujung lapangan basket sebelah utara. Pada suatu kesempatan, pak bon yang menemaninya berlari-larian melihat Pak Gono berhenti di dekat lapangan sepak bola. Pak Gono membuat gerakan merangkul dari sebelah sisi tubuh.
Pak bon itu berani bersumpah bahwa Pak Gono tidak merangkul siapa-siapa. Namun, ketika hio dipukulkan ke “sosok tak terlihat” itu, suara “Buk! Buk! Buk!” jelas terdengar. Seolah-olah, batang hio itu membentur tubuh konkret. “Ada yang nakal, tidak mau digiring. Ya saya tangkap dan marahi saja!” Kata Pak Gono menjelaskan.
Kawanan setan yang digiring oleh Pak Gono itu “dikumpulkan” di ujung utara lapangan basket. Pak bon lantas diminta menjauh saja. Tanpa pikir panjang, karena takut juga, pak bon memilih menunggu di rumah saja sambil mengawasi dari jauh drama pengusiran setan itu. Oya, lapangan basket dan sepak bola masih satu kompleks dengan deretan rumah pak bon. Jadi, kejadian di atas lapangan basket itu terlihat dengan jelas dari rumah pak bon.
Pak bon tersebut, setelah duduk di depan rumah, menyaksikan dengan jelas Pak Gono seperti seorang pelatih sepak bola yang sedang memberikan instruksi kepada anak asuhnya ketika latihan. Pak Gono menunjuk-nunjuk, memberi pengarahan kepada “kawanan setan”. Jadi, dari jauh, Pak Gono seperti sedang berlatih teater, berlatih reading naskah seorang diri. Bisa dibayangkan?
Setelah puas “memberi instruksi”, Pak Gono berjalan gontai menuju rumah pak bon. Wajahnya terlihat tua dan lelah setelah menyelesaikan drama pengusiran setan. Kamu tahu, drama pengusiran setan itu dimulai sekitar pukul 12 lewat dan selesai menjelang subuh. Jadi, Pak Gono berlari-larian selama kurang lebih lima jam tanpa jeda. Dari mana beliau mendapatkan stamina super melebihi Cristiano Ronaldo? Kamu pasti bisa membayangkan jawabannya.
Bahkan, ketika duduk di samping pak bon sambil menyeruput teh hangat, Pak Gono mengaku sempat takut juga menghadapi begitu banyak makhluk astral dengan wajah yang rusak sedemikian rupa. Ada juga kawanan makhluk astral tradisional yang biasa muncul di film-film horror Indonesia. Silakan sebut satu per satu. Kemungkinan ada semua.
Pak Gono sendiri menyampaikan bahwa saat itu, para makhluk sudah dipindahkan ke beberapa tempat di luar kompleks SMP. Untuk “para penunggu” yang sudah lama berdiam di situ tidak diusir jauh-jauh, melainkan wilayah jelajahnya dibatasi hanya di dalam lapangan sepak bola saja. Mungkin sekarang mereka sedang menggelar Liga Champions alam ghoib.
Begitulah drama pengusiran setan di sebuah kompleks SMP. Pak Gono sendiri juga membuat sebuah pagar tak kasat mata yang, insyaallah, masih kuat sampai saat ini.
Tujuannya supaya para kawanan tidak kembali masuk ke gedung sekolah dan mengganggu kegiatan belajar mengajar. Anak-anak SMP zaman sekarang sudah dipusingkan dengan kurikulum, pelajaran yang semakin sulit, dan Iqbaal Ramadhan yang membuat kecewa saat fotonya mencium vokalis band barunya tersebar di media sosial.
Nah, jika gangguan sudah mulai terasa, kamu bisa berharap drama serupa akan kembali terjadi. Mau nonton bareng?