Untuk Memenangkan Hidup, Jadilah seperti Jangan Gori Mojok.co
artikel

Untuk Memenangkan Hidup, Jadilah seperti Jangan Gori

Janganlah kamu menomorduakan jangan gori lagi.

MOJOK.CO – Saya tidak suka jangan gori atau yang biasa disebut dengan sayur nangka muda. Yang mana saya pikir ia bukan merupakan olahan terbaik dari nangka. Saya tidak menyukai jangan gori sama seperti saya tidak menyukai diri saya sendiri. Tapi, setidaknya saya tahu satu hal: dalam hidup yang hanya sekali, saya ingin menjadi seperti jangan gori.

Untuk memenangkan hidup yang bajingan, kita tidak perlu menjadi buah nangka segar. Atau buah nangka yang sudah dijadikan nagasari, kue utri, puding nangka, jus nangka, dan aneka olahan yang menyegarkan lainnya. Sayur gori terbuat dari buah nangka muda yang bahkan belum matang. Ia menemani hidup seseorang yang sedang pahit. Ia disayur oleh ibu yang tak mau anaknya kelaparan. Pun, ia diambil dari buah yang bahkan belum siap dipetik.

Mengapa saya ingin menjadi seperti jangan gori? Menurut saya, ia adalah olahan dari nangka yang paling medioker. Lha iya, di saat ada buah nangka yang segar, jus nangka, puding nangka, kenapa harus jauh-jauh ke jangan gori?

Sama seperti saya. Saya rasa saya dan jangan gori memiliki beberapa kesamaan. Saya bukan anak bapak dan ibu yang paling pintar. Bukan anak gadis yang cantik seperti anak para tetangga. Pun, tak memiliki prestasi maupun kebanggaan yang berarti.

Namun, satu hal yang membuat saya ingin seperti jangan gori: ia tak perlu menampilkan kemewahan dan keindahannya. Ia cukup menunjukkan bahwa ia selalu ada dan bisa diandalkan. Bahkan ketika buah nangka belum matang sekali pun, ia bisa hadir ke dunia yang penuh persaingan ini. Sama seperti ketika ingin memenangkan kehidupan di dunia, kita cukup menjadi jangan gori yang selalu ada.

Tak perlu muluk-muluk dan menjadi yang nomor satu

Bukankah hanya itu yang kita butuhkan dalam hidup? Tak perlu muluk-muluk. Kadang seseorang hanya perlu hadir untuk bisa dicintai. Seperti ibu yang setia menunggu di rumah dan mengirimkan foto-foto kucing tanpa perlu menanyakan kabar meski kita sedang tidak baik-baik saja. Namun, itu sudah lebih dari cukup. Tak perlu jadi aktor utama dalam kehidupan orang lain. Ya, lagi-lagi seperti jangan gori.

Saat pergi ke warteg, pun saat memilih masakan ibu, jangan gori selalu saya jadikan opsi terakhir. Tapi, ia yang paling baik menemani saya dalam jatuh bangun kehidupan. Ia tidak ke mana-mana. Saat saya punya uang lebih lalu pergi ke warteg dan memilih makanan yang enak, ia diam di sana. Saat saya tak punya uang dan tak tahu harus makan apa hari ini, ia selalu siap sedia. Kapan lagi ada yang sebaik jangan gori?

Saya kira, sekali dua kali manusia seharusnya menjelma sebagai jangan gori. It’s okay jadi manusia yang biasa-biasa saja dan tak lebih unggul dari yang lain seperti jangan gori. It’s okay saat kamu menjadi pilihan terakhir seseorang dalam hidup, seperti jangan gori yang bahkan kehadirannya tidak disadari manusia-manusia yang nongkrong di warteg.

Menjadi seperti jangan gori, itu berarti merasakan segalanya secara proporsional. Kalau kamu bukan yang terpilih saat dijejerkan dengan makanan lain di warteg, ya nggak apa-apa, wong kamu hanyalah jangan gori. Dan saat kamu akhirnya terpilih di antara rentetan makanan enak di sampingmu, kamu cuma bisa berpikir, “Oh, pembeli ini lagi kere rupanya.” Kan, enak kalau hidup kita jalani dengan seperti itu.

“Orang yang kalah hanyalah orang yang merasa dirinya kalah,” begitu cakap jangan gori tempo hari kala saya sedang nglokro di warteg, dihantam berbagai masalah dalam hidup.

“Tapi, kamu ini kan jangan, Gor?” tanya saya kepada jangan gori.

“Oh iya, maaf, saya lupa.” jawabnya.

Begitulah kebijaksanaan singkat yang sempat ia ungkapkan kepada saya sesaat sebelum ia dibuang oleh penjual warteg lantaran sudah basi.

Semakin dewasa semakin andal dalam urusan menerima

Jangan gori justru terasa makin enak kala sering dipanaskan. Tak berbeda dengan menjadi dewasa. Makin sering dihantam permasalahan dalam hidup, kita makin terbiasa melaluinya.

Melihat kepribadian jangan gori, saya jadi berkaca kepada diri sendiri. Kayaknya wujud saya ini cuma sekelas gori tapi gayanya sudah macam buah mahal seperti durian. Dihina sedikit sudah loyo. Padahal, saya dan jangan gori sama-sama bukan makhluk yang sempurna. Harusnya saya bisa belajar menyikapi hidup dari jangan gori.

Ah, ya sudah. Tidak semua orang bisa sebijak jangan gori dalam memaknai hidup. Pun, tidak ada yang sia-sia bahkan misal saya terlahir sebagai jangan gori. Seperti jangan gori, meski tidak selalu terlihat cemerlang dan memikat seperti sayur-mayur atau orang-orang di sekitar kita, setidaknya kita dapat memberi manfaat kepada orang-orang yang benar-benar membutuhkan kita.

Begitulah kisah jangan gori untuk memikat hati orang-orang dan memenangkan pertarungan dalam hidup. Semudah dengan tidak menganggap hidup ini sebagai sebuah perlombaan. Ia hanya perlu hadir, dan menjadi berharga di hadapan orang-orang yang menganggapnya berharga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *