Yahya Ibnu Ansyorri, anak berumur 11 tahun, pelajar kelas V SDN Aglik 1 Grabag, Kabupaten Purworejo ini adalah superhero. Ia mendapatkan penghargaan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purworejo atas keberaniannya menyelamatkan seorang anak yang tenggelam di Sungai Lereng.
***
Rabu 12 Januari 2022, sepeda motor Supra X 125 saya pacu agak kencang menuju Kecamatan Grabag, sekira 25 kilometer dari rumah. Setengah jam berkendara, sampailah di mulut gang di ujung Desa Aglik, seperti yang dicirikan oleh Mbah Salman. Tampak rumah sederhana berdinding batako di ujung gang, persis di tepi Sungai Lereng. Jembatan Sengoro hanya berjarak beberapa meter dari rumah itu.
Beberapa hari sebelumnya di grup WhatsApp Forum Kebencanaan Purworejo, saya melihat unggahan Kepala Pelaksana Budi Wibowo. Sebuah foto dengan keterangan pemberian penghargaan untuk yang Yahya Ibnu Ansyorri, anak berumur 11 tahun pelajar kelas V SDN Aglik 1 Grabag. Dari Mbah Salman, pegawai BPBD Purworejo, saya tahu kalau Yahya tinggal di Desa Aglik, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo.
Rumah yang saya yakini dibangun dari bantuan pemerintah itu tampak senyap, dingin, seperti tak berpenghuni. Tapi anggapan itu salah, Waginah (50) Sang Tuan Rumah, membuka pintu dan dengan ramah menerima saya.
“Saya baru pulang kerja nyetrika baju di Grabag, ini Yahya pergi main. Tadi pagi Yahya saya ingatkan untuk pulang saat azan asar, lalu berangkat mengaji,” kata Waginah menjelaskan aktivitas Yahya, pada siang menjelang sore itu pada Mojok.co.
Si Bungsu yang rajin ngaji
Yahya Ibnu Ansyorri merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Waginah dan suaminya Sunarto. Tapi sayangnya, kata Waginah, Yahya seperti kurang kasih sayang dari ayahnya yang pergi tanpa kabar ketika Si Bungsu itu masih kecil.
Akan tetapi, kondisi itulah yang membuat Yahya tumbuh menjadi anak periang. “Yahya selalu berpikiran positif terhadap bapaknya, ‘Mak bapak merantau ya, besok pulang bawa uang banyak’, itu yang selalu dikatakan anak saya ketika ingat bapaknya,” terangnya.
Yahya juga supel dan memiliki banyak teman, bahkan yang berusia lebih dua dari dia. Teman dan lingkungan inilah yang membentuk Yahya menjadi Anak Sungai. Yahya sudah menjajal dinginnya air Sungai Lereng sejak umur empat atau lima tahun. Mandi di sungai dengan anak remaja pun kerap ia lakoni.
“Kalau mandi dengan anak yang besar, Yahya kadang dikerjain, di-bully. Kalau sudah begitu, saya ingatkan Yahya, risiko mandi dengan orang dewasa ya siap-siap kena bully,” tuturnya.
Tapi Yahya tetap nekat, dan kenekatan itulah yang membuatnya menjadi perenang ulung pada usianya sekarang. Kenekatan berbuah ilmu yang baru saja digunakan untuk menyelamatkan nyawa anak manusia. Yahya menyelamatkan seorang anak yang nyaris tenggelam ketika mandi di Sungai Lereng, Purworejo.
Waginah begitu bersemangat menceritakan aksi heroik Yahya. Saya pun bersemangat mendengarnya dan berharap Yahya segera pulang untuk ditanya secara langsung tentang aksi yang dilakukannya pada suatu siang awal Desember 2021 itu.
Saya memutuskan menunggu di depan rumah sederhana itu. Berbincang dengan beberapa pemancing di bawah Jembatan Sengoro. Aliran Sungai Lereng di bawah jembatan itu begitu tenang. Tapi siapa sangka arus bawahnya begitu deras dan alirannya juga cukup dalam. Air tenang menghanyutkan.
Bahkan orang dewasa pun jarang yang mandi di bawah jembatan. Aktivitas mandi hanya dilakukan agak jauh di hulu jembatan, yang dasar sungainya lebih dangkal. Saya yakin Yahya benar-benar paham dengan Sungai Lereng. Tahu mana titik sungai yang terlarang untuk mandi.
Setengah jam lebih menunggu, tampak dari kejauhan anak kecil mengayuh sepeda MTB yang tampak kebesaran untuk tubuh seukuran anak itu. Semakin dekat, semakin jelas pula bahwa wajah anak itu mirip dengan foto yang diunggah di grup WA Forum Kebencanaan.
“Kamu dari mana, ibu muter-muter mencari,” kata Waginah.
“Main bola Mak, tadi habis ngaji di masjid, Yahya main bola,” jawab Yahya.
Waginah menjelaskan aktivitas Yahya setiap hari. Setelah pulang sekolah, Yahya beristirahat atau main sebentar, kemudian berangkat les privat pada seorang guru di desanya. Setelah itu, Yahya mengaji di masjid, dan ikut salat magrib berjemaah. “Kadang juga sampai salat isya berjamaah. Setelah itu belajar lagi di rumah atau nonton film kartun Upin Ipin di televisi dan film Naruto pakai HP,” ucapnya.
Selain aktivitas belajar, mengaji, dan bermain, Yahya juga kerap membantu Waginah mengantarkan baju setrikaan ke rumah pemiliknya. “Selain pembantu rumah tangga, saya juga kerja nyetrika baju. Kadang pelanggan datang mengantar baju ke rumah dan setelah selesai, Yahya yang mengembalikannya,” terangnya.
Aksi spontan lihat anak tak bisa berenang
Yahya adalah bocah yang temuwo atau pemikirannya lebih dewasa dibandingkan usianya. Lingkungan dan kerasnya kehidupan yang membuatnya berpikir untuk tidak merepotkan ibunya. Termasuk memiliki pemikiran untuk peduli dengan sesamanya.
Pemikiran yang tercermin dalam aksi spontannya menyelamatkan anak yang nyaris tenggelam di Sungai Lereng. Juga aksi peduli dengan mengingatkan anak yang ia selamatkan, beserta rombongannya, untuk tidak mandi di bagian sungai yang dalam dan berarus deras. Sayangnya, peringatan itu tidak dihiraukan, hingga akhirnya korban jiwa pun jatuh.
Yahya menceritakan kisahnya. Ketika itu, sepulang sekolah, Yahya melihat lima anak bermain di dermaga perahu wisata. “Saya lihat sepertinya mau mandi, dan saya kenal salah satunya yang bernama Bima, jadi saya mendekat,” katanya.
Benar saja, mereka turun mandi di sungai. Yahya hanya memperhatikan dari atas pohon petai cina yang tumbuh di tepi sungai, sambil sesekali mengingatkan anak-anak itu untuk tidak berenang terlalu ke tengah.
Ketika asyik mandi, tiba-tiba satu anak yang diketahui bernama Noval, mulai kepayahan. “Kelimanya memang tidak mahir berenang, jadi saat satu anak yang mereka panggil Noval, gelagapan timbul tenggelam, tidak ada yang bisa menolong. Empat anak yang lain berenang ke tepi,” tuturnya.
Melihat gelagat berbahaya itu, Yahya spontan melepas bajunya dan terjun dari atas pohon. Ia berenang menjangkau tubuh Noval yang nyaris hilang ditelan air. Berhasil! Yahya berhasil meraih tubuh kecil Noval dan membawanya ke tepi Sungai Lereng.
Noval selamat, meski harus menelan air keruh sungai itu. Yahya mengajak mereka menepi. “Setelah beristirahat sebentar, kami berpakaian, lalu berjalan ke arah jembatan. Saya kira mereka hendak pulang,” katanya.
Sepanjang jalan, Bima beberapa kali mengucapkan terima kasih dan memuji aksi heroik Yahya. Yahya tidak menggubrisnya. Yahya justru berulang kali mengingatkan rombongan anak asal Desa Patutrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo itu untuk tidak asal mandi di Sungai Lereng.
Terutama tidak mandi di bawah Jembatan Sengoro. “Arusnya deras dan cukup dalam, lebih dalam dibandingkan dengan dasar sungai di dermaga perahu wisata,” ujarnya.
Yahya sampai rumah dan mereka pun berpisah. Yahya mandi, ganti pakaian, dan bersiap berangkat les. Sementara lima anak itu, berjalan beriringan menuju bawah Jembatan Sengoro. Ternyata mereka mandi di bawah jembatan dan terjadilah musibah yang sangat fatal.
“Saat saya berangkat, sekilas lihat mereka ada di bawah jembatan, tapi saya tidak memperhatikan apakah mereka mandi atau tidak. Ternyata mereka mandi,” tuturnya.
Yahya mengetahui hal itu saat bertemu Noval di tepi sungai, dekat rumah guru lesnya, sekitar lima puluh meter di hilir jembatan. “Saya kaget lihat Noval naik dari sungai lalu bertanya, ‘Weruh Bima pora?’. Saya bingung, saya lihat ke sungai, tidak ada siapa-siapa, sedangkan tiga anak rombongan mereka, tampak mondar-mandir di seberang sungai,” ungkapnya.
Dalam bimbang, Yahya tetap meneruskan langkahnya ke rumah guru lesnya. Tak lama kemudian, tersiar kabar bahwa Bima hanyut dan tenggelam. Noval dan tiga teman mainnya baru bicara ketika ditanya sejumlah warga.
Mereka mengatakan jika Bima dan Noval bermain gedebok pisang yang hanyut. Keduanya berpegangan gedebok supaya mengambang. Sayangnya, pegangan tangan Bima terlepas hingga arus deras Sungai Lereng menyeret tubuh cilik itu ke dasarnya. Sementara Noval yang tetap memeluk erat gedebok, berhasil menepi sampai berpapasan dengan Yahya. Desa Aglik dan Patutrejo, di Purworejo pun geger.
Puluhan warga turun ke sungai untuk mencari dan berharap menyelamatkan Bima. Tapi segala upaya itu gagal ketika Sang Bocah ditemukan sudah tak bernyawa di kedalaman sungai.
Yahya mengaku kaget dan sedih atas kejadian yang menimpa Bima. Tapi Yahya tidak bisa berbuat apa-apa karena ketika kejadian, ia tidak berada di dekat Bima dan kawan-kawannya. “Padahal sudah saya ingatkan, ternyata mereka tetap mandi di bawah jembatan. Kalau saja saat kejadian saya di sana, pasti turun menolong,” tegasnya.
Nasi sudah menjadi bubur. Peristiwa memilukan itu sudah suratan takdir Tuhan. Tapi, di mata saya, para relawan SAR di Purworejo, juga pastinya Noval, Yahya tetaplah pahlawan beneran. Mau bergulat menyelamatkan nyawa Noval, anak yang sama sekali belum pernah ia kenal.
Pahlawan dunia nyata yang stratanya jauh di atas Superman, Spiderman, Batman, atau man-man lainnya. Ingat, sederet pahlawan Paman Sam itu cuma goresan imajiner komikus Detective Comics (DC Comics) dan Marvel Comics, sedangkan Yahya ada bagian dari realitas kehidupan.
Jawaban Yahya yang siap menolong seandainya tahu Bima bakal tenggelam, semakin menegaskan jiwa besarnya. Barangkali penggemar film Naruto Shippuden ini, berharap jika jurus menggandakan diri Kage Bunshin No Jutsu atau Jurus Seribu Bayangan milik Naruto benar-benar ada dan ia kuasai.
Yahya menggandakan diri, lalu bayangan berkemampuan renang setara dengan tubuh aslinya itu mendampingi anak-anak yang mandi di Sungai Lereng atau sungai-sungai lain di Kabupaten Purworejo. Menjadi penyelamat ketika ada dari mereka yang tidak bisa berenang. Sementara Yahya asli tetap berangkat les, mengaji, dan membantu ibu mengantar pakaian yang sudah disetrika ke rumah pemiliknya.
Reporter : Sarwo Sembada
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Pohon Durian Raksasa di Purworejo, Nenek Parini dan Robert Kiyosaki dan liputan menarik lainnya di Susul.