Akhir Ramadan tinggal sebentar lagi. Beragam amalan ditingkatkan untuk menyambut Hari nan Fitri. Di Banyuwangi ada tradisi tadarus dengan Al Quran raksasa untuk berburu pahala di akhir puasa.
***
Lantai dasar Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi ramai oleh jemaah salat tarawih malam itu. Jarum jam dinding di pojok utara mimbar imam menunjukkan pukul 19.15 WIB, di luar mendung tampak bergelayut di langit. Namun, hal itu tak menyurutkan kekhusyukan para jemaah yang sedang melaksanakan salat tarawih di masjid yang berlokasi di Jalan Jend. Sudirman, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kota Banyuwangi.
Di luar puluhan kendaraan roda dua dan roda empat tampak berjajar rapi di pinggir jalan dalam kompleks masjid. Petugas keamanan dengan sigap mengatur hilir mudik penguna jalan. Meski salat tarawih sudah berjalan 12 rakaat, tetap ada saja jemaah yang baru masuk. Beberapa jemaah itu tampak menuju ke tempat penitipan barang untuk menyimpan tas mereka.
Pukul 19.36 WIB salat tarawih selesai, jemaah pun bergegas meninggalkan masjid setelah melaksanakan wirid, membaca doa dan niat puasa. Meski tidak keseluruhan jemaah pulang, ada saja yang memilih tetap tinggal di masjid tersebut. Saya menemui tujuh remaja yang justru menunggu di halaman masjid untuk menantikan waktu tadarusan.
Tepat pukul 19.44 WIB suara tadarus dari pengeras utama masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi menggema di seluruh sudut bangunan, saya dan para remaja itu menuju ke lantai dua masjid untuk kegiatan tadarusan, malam itu tampak lengang. Empat qari (pembaca Al Quran) berserta tujuh jemaah remaja yang bersama saya tampak takjub saat pertama berada di sekitaran Al Quran raksasa untuk kegiatan tadarusan.
Berbekal rasa penasaran
Malam itu 21 Ramadan 1443 H bertepatan dengan Sabtu 23 April 2022, saya bertemu I Wayan Balik Pastika, santri dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Situbondo, Jawa Timur. Pemuda asal Bali yang sedang bersama enam temannya itu lagi mampir kerumah koleganya di Kelurahan Kepatihan Kecamatan Kota Banyuwangi. Wayan Pastika sapaan akrabnya mengaku jelang hari raya Idul Fitri aktivitas pondoknya memang sudah libur.
Walakin sebelum melanjutkan pulang melalui penyebrangan ke Bali esok hari, ia memutuskan mampir ke rumah Khoirul Anam teman satu kamar di pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Situbondo. Wayan menyebut, sengaja untuk berkunjung ke Masjid Agung Baiturrahman selain untuk itikaf ia juga penasaran dengan Al Quran raksasa yang ia dengar ceritanya dari Anam saat di pondok.
“Saya penasaran sekali karena kata Anam Al Quran di Banyuwangi tingginya lebih dari 2 meter,” jelasnya mantab.
Wayan mengatakan sudah sejak ramadan tahun 2020 lalu ingin merasakan tadarus dengan Al Quran raksasa agar pahalanya lebih terasa. Namun lantaran pandemi upaya tersebut selalu gagal terealisasai, barulah Ramadan tahun ini ia merasa antusias saat berkesampatan untuk tarawih dan tadarusan di Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi. Maklum selama di Bali dan Jawa, Wayan mengaku baru pertama kali melihat Al Quran dengan ukuran seperti ini.
Kami pun bergegas menuju ke lantai dua, setibanya di sana, kami secara tertib memperhatikan qari yang membaca Al Quran tersebut. Dua orang membantu untuk membalik halaman saat perpindahan ke halaman selanjutnya berada di kanan dan kiri qari. Ada tiga kursi di depan Al Quran Raksasa tersebut, kursi utama di tengah untuk sang qari lalu sisi kanan dan kiri untuk yang membantu membuka lembar tiap lembar halaman Al Quran.
Wayan tampak tercengang saat melihat Al Quran raksasa tersebut secara dekat, kebetulan pihak takmir masjid mengizinkan untuk jemaah berada disekitaran Al Quran raksasa tersebut saat tadarusan berlangsung. “Bentuk Al Quran nya jauh lebih jelas dari pada biasanya, selain itu detail tulisannya identik seperti muhsyaf usmani,” kata santri yang masih menyelesaikan program tahfidz itu.
Tempat Al Quran berpindah-pindah
Berbeda dengan Wayan, Khoirul Anam yang merupakan warga di sekitaran Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi sejak tahun 2012 sudah melihat adanya Al Quran raksasa tersebut. Ia ingat betul kala itu diajak oleh sang ayah ketika bulan Ramadan, tempat pembacaan Al Quran raksasa belum permanen dan masih berpindah-pindah.
Saat itu, kenang Anam, Al Quran raksasa berada di lantai satu dekat dengan ruang perpustakaan masjid. Saat akan digunakan ketika Bulan Ramadan tiba maka takmir masjid akan menyediakan meja besar berukuran kurang lebih 2,5 x 1,5 meter guna memudahkan untuk meletakan Al Quran saat di baca. Namun seiring berjalannya waktu pihak masjid memilih mempermanenkan tempat Al Quran tersebut yang berada di lantai dua masjid.
“Saat ini penempatannya jauh lebih aman karena potensi Al Quran rusak saat diangkat dan di pindah-pindah jauh lebih kecil,” kata remaja yang agustus nanti genap berusia 14 tahun tersebut.
Anam menambahkan selama berada di masjid tersebut ia mengaku belum pernah tadarusan di bulan Ramadan menggunakan Al Quran raksasa. Sebab selalu ada tim yang dibentuk takmir masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi yang dikhususkan untuk membaca. Ia pun bingung saat Wayan memaksa untuk tadarusan menggunakan Al Quran raksasa, padahal ia sendiri belum pernah mencoba.
Sejak di pondok Wayan ini memang yang paling antusias untuk datang dan merasakan secara langsung bisa tadarusan di Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi dengan Al Quran raksasa. Namun dia belum tahu aturannya saat tadarus di sini. “Sejak awal datang di sini saja sudah menangih terus untuk tadarusan, padahal saya saja belum pernah yang warga asli,” terangnya.
Petugas qari merupakan orang pilihan
Sementara itu Ustaz Ahmad Rifai, Koordinator Majelis Semaan Al Quran Raksasa Masjid Agung Baiturrahman saat di temui Mojok.co di sela-sela tadarus menyampaikan tradisi itu sudah dimulai sejak 2010. Setiap harinya, Al Quran berukuran 2,1 x 1,4 meter dengan bobot empat kuintal itu dibaca rutin pada bulan suci Ramadan.
Menurut Ustaz Rifai, tugas qari hanya membaca saja, tanpa perlu membolak-balik lembaran kertas karena sudah ada dua orang petugas yang membolak-balik kertas (pengeblat). Waktu membacanya pun sehabis salat tarawih hingga pukul 22.00 WIB, sedangkan untuk cara membacanya, qari bisa duduk di kursi maupun berdiri menghadap Al Quran.
“Targetnya, setiap malam mereka membaca minimal tiga juz Al Quran. Saya akui biasanya Jemaah yang lancar membaca Al Quran ukuran biasa, belum tentu lancar ketika membaca Al Quran raksasa ini,” terangnya.
Ia menceritakan kadang ada juga jemaah masjid yang selepas salat isya hendak membaca Al Quran raksasa secara langsung. Namun pihaknya dengan sabar menjelaskan berkaitan dengan aturan yang diputuskan takmir di Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi lantaran qari sudah di tentukan oleh pihak masjid. Ada tujuh orang yang dipilih secara khusus untuk membaca Al Quran raksasa, dua orang diantaranya merupakan Hafiz atau penghafal Al Quran.
Para qari itu membaca Al Quran raksasa secara bergantian. Lalu ada beberapa hafiz yang menyimak atau meneliti bacaan dengan Al Quran agar tidak ada kesalahan pembacaan. “Mengingat ukurannya yang besar, maka untuk membacanya juga harus hati-hati, jadi jika ada Jemaah yang tetap ingin membaca secara langsung kami jelaskan secara baik-baik,” katanya.
Bagaimana mushaf Al Quran dibuat
Ustaz Rifai mengatakan, mushaf Al Quran tersebut dibuat dengan tulisan tangan oleh Kiai Abdul Karim. Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Bustanul Makmur, Genteng, Banyuwangi. Kertas yang digunakan pun didatangkan secara khusus dari negeri sakura Jepang dengan spesifikasi antirayap dan antijamur. Sedangkan proses pembuatan memakan waktu hingga lebih dari 7 bulan.
Kala itu, lanjut Ustaz Rifai, pada Ahad, 5 September 2010, bertepatan dengan hari ke-27 Ramadan, Al Quran raksasa itu resmi dikenalkan ke masyarakat Banyuwangi dan di wakafkan kepada Yayasan Masjid Agung Baiturahman Banyuwangi. Konon pembuatnya menghabiskan 50 dus spidol dan 40 dus tinta kualitas terbaik. Al Quran raksasa di Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi merupakan karya ketiga Kiai Abdul Karim yang menghabiskan biaya pembuatan paling mahal, sebesar Rp183 juta.
“Sejauh ini perawatan untuk Al Quran ini tidak menemui kesulitan lantaran kualitasnya yang terbaik,” terang pria asal Wadungdolah, Desa Tulungrejo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi itu.
Ustaz Rifai mengaku jika sebelumnya Al Quran raksasa tersebut sempat dijilid agar lebih awet untuk bahan kertasnya dan memudahkan perawatan. Namun saat direalisasikan justru malah sebaliknya, hal itu justru menyulitkan karena ketebalan Al Quran makin bertambah. Hingga akhirnya pihaknya mengembalikan ke bentuk semula.
Pihak Yayasan Masjid Agung Baiturahman Banyuwangi lalu membuatkan tempat permanen untuk Al Quran tersebut. Hingga akhirnya saat ini Al Quran raksasa ditempatkan di lantai dua tanpa pernah dipindah-pindah kembali. Bagi jemaah yang berkunjung ke masjid tetap bisa melihat karya Kiai Abdul Karim tersebut.
“Saat ini tahun ke-12 jalannya tradisi tadarus Al Quran Raksasa di Masjid Agung Baiturrahman berlangsung, semoga tradisi ini bisa tetap berjalan istiqomah sampai kapan pun,” pungkas Ustaz Rifai.
Reporter: Fareh Hariyanto
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Masjid Pathok Negara Plosokuning dan Megaproyek Keraton Jogja di Masa HB I dan liputan menarik lainnya di Susul.