Kisah Penerima Beasiswa S2 di Turki, Dari Orang Biasa hingga Memikat di Panggung Asia Tenggara

Kisah Penerima Beasiswa S2 di Turki, Dari Orang Biasa hingga Memikat di Panggung Asia Tenggara. MOJOK.CO

Ilustrasi - Fauzul Azhim, penerima beasiswa S2 di Turki yang berasal dari keluarga sederhana. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Fauzul Azhim beruntung bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah S2 di Turki. Dia tertarik mengatasi konflik di negara-negara Timur Tengah. Tujuannya kuliah, memang bukan hanya lulus langsung kerja, tapi membawa visi perdamaian dunia dengan Pancasila.

***

Ketertarikan Fauzul dengan negara Turki sudah muncul sejak tahun 2009. Saat itu pemberitaan di Indonesia ramai membicarakan situasi politik di Turki

Pidato Presiden Recep Tayyip Erdogan yang membela penduduk Palestina di Forum Ekonomi Dunia viral. Fauzul mulai mendalami isu tersebut hingga tertarik kuliah kuliah di Turki

Kesempatan itu terlihat ketika dia masih menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Dia mulai punya keinginan untuk kuliah di luar negeri dengan beasiswa.

Bukan dari keluarga kaya raya

Fauzul memang bukan berasal dari keluarga kaya, tapi pendidikan menjadi prioritas utama dalam keluarga. Ayah Fauzul adalah dosen swasta, sedangkan ibunya merupakan guru PNS. 

Gaji keduanya sebagai pengajar terbilang pas-pasan. Ayahnya sampai harus bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan Fauzul dan kedua adiknya.

Saat Fauzul TK, ayahnya pernah menjadi pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang, Jakarta Barat. Dia menemani ayahnya berdagang sembako dan duduk di atas gerobak.

Ayahnya juga pernah membuka usaha warung Telekom sampai kondisi ekonomi keluarganya membaik. Kini, mereka hanya fokus menjadi pengajar. 

Meski kondisi ekonomi keluarganya sudah stabil, Fauzul tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya karena mimpinya kuliah di luar negeri. Oleh karena itu, dia mulai mencari beasiswa S2.

“Adik pertama saya ada yang sudah S1, dan adik kedua saya masih SMA,” ujar Fauzul kepada Mojok, Rabu (6/11/2024).

Aktif kegiatan internasional sebelum dapat beasiswa S2

Fauzul masuk kuliah jurusan Hubungan Internasional S1 di UMY tahun 2015. Saat itu, dia bergabung dalam Student English Activities (SEA). 

Di sana, dia tidak hanya mengasah kemampuannya berbicara dalam Bahasa Inggris, tapi berkesempatan mengikuti acara di tingkat nasional dan internasional. 

Sangking tertariknya dengan kegiatan di SEA, Fauzul jadi jarang absen. Dia bahkan sering ditunjuk sebagai ketua panitia. Misalnya, ketua panitia kunjungan di kedutaan besar Amerika Serikat, Perancis, PT Dirgantara Indonesia, dan World Wildlife Fund (WWF).

Mendekati semester akhir kuliah, Fauzul mendapatkan kesempatan bekerja di International Relation Office Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) sebagai Sekretaris Biro. Tugasnya mengelola arsip-arsip yang sifatnya administratif. 

Pekerjaan itu rupanya menjadi gerbang bagi Fauzul memperoleh informasi beasiswa S2 ke luar negeri.

Cari beasiswa S2 untuk kuliah dan bertahan hidup

Ketika Fauzul kerja di UMJ, kampus tersebut mendapat kunjungan dari Turki. Pihak Turki mengundang seluruh pesantren-pesantren di beberapa kota di Indonesia. Mereka mengsosialisasikan program kerja sama antara universitas di Turki dengan Indonesia.

Dari sana lah Fauzul tahu informasi soal beasiswa kuliah di Turki. Salah satu kampus yang menarik minatnya adalah Istanbul Sabahattin Universitesi (IZU). Dia pun mulai menyiapkan berbagai berkas untuk seleksi beasiswa S2 dan akhirnya diterima. 

Beasiswa itu dari kampus, mereka memfasilitasi tuition fee (uang kuliah tunggal)-nya saja,” kata dia.

Sementara itu, untuk menambah biaya hidup di Turki, Fauzan harus mencari dana tambahan ke lembaga zakat seperti Baznas. 

Mungkin ini jodoh juga karena skripsi saya tentang isu keamanan di Turki, setelah lulus S1 ada pertemuan antara Turki dan Indonesia itu, lalu saya diterima di IZU Turki,” kata dia.

Penerima beasiswa S2 yang mampu keliling ke 12 kota di Turki

Fauzul berangkat ke Turki tahun 2019. Dia merasa senang karena mendapatkan teman satu kamar yang satu frekuensi. Teman Fauzul ini juga orang Indonesia dan satu kelas dengannya. 

Di manapun mereka bertemu, keduanya akan membahas soal perkembangan politik nasional maupun internasional. Ketertarikannya tersebut membuat dia dipercayai sebagai Koordinator Public Relations Symposium di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia kawasan Amerika-Eropa.

Sebagai informasi, PPI Dunia merupakan organisasi pelajar asal Indonesia yang sedang belajar di luar negeri. Sejak tahun 2009, PPI Dunia telah mengadakan simposium untuk membahas peran pelajar Indonesia.

Pada tahun 2022, Fauzul mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PPI Turki. Dia harus berkampanye ke 12 kota di Turki dalam waktu 9 hari, sebab sistem pemilihannya adalah one man one vote.

“Saya dan tim sampai menyewa mobil keliling, bahkan salah satu spion mobil itu patah. Jadi saya keliling Turki hanya dengan satu spion. Alhamdulillah nggak ada di permasalahkan oleh polisi,” ucap penerima beasiswa S2 itu.

Singkat cerita, Fauzul berhasil terpilih sebagai Ketua Umum PPI Turki 2022. Padahal lawannya cukup tangguh. Salah satunya sudah menetap di Turki selama 9 tahun, jadi seharusnya memiliki grassroot yang kuat. 

“Kalau saya punya top figure yang kuat, dalam artian bisa merangkul figur-figur di atas,” kata Fauzul.

Terpilih menjadi Presiden Pemuda Asia Tenggara

Fauzul tak berhenti mengasah diri. Dia baru saja menjabat sebagai Presiden Pemuda Asia Tenggara dalam acara SEA Youth Summit 2024.

Sebagai informasi, acara itu dihadiri lebih dari 150 peserta dari 8 negara ASEAN dan 14 negara lainnya. Beberapa tokoh juga hadir dalam forum tersebut, salah satunya Duta Besar Filipina untuk Turki, Henry S. Bensurto, dan perwakilan Konsulat Jenderal Indonesia, Hardiyanto Kurniawan.

Forum itu membahas mengenai penguatan kemitraan strategis antara ASEAN dan Turki di bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan politik, serta pemberdayaan generasi muda sebagai agen perubahan untuk menciptakan perdamaian dunia yang berkelanjutan.

Salah satu gagasan Fauzul saat itu tentang perdamaian dunia dalam perspektif Pancasila. Menurutnya, nilai persatuan, keadilan sosial, dan musyawarah atau dialog, bisa menjadi resolusi konflik.

“Gagasan itu menarik perhatian masyarakat global. Mereka bilang ini baik sekali, semangatnya bagus, dan nilainya juga baik,” kata Fauzul.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Achmad Aly Reza

BACA JUGA: Pelamar Beasiswa Pendidikan Indonesia Kemendikbudristek Terlunta-lunta Dikhianati Hasil Seleksi

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version