Gagal PNS dosen padahal tinggal selangkah
Dika lulus S1 Peternakan UGM dengan di IPK 3,2. Atas dorongan dari orangtua, Dika lalu melanjutkan S2 Peternakan UGM.
“S2 mulai fokus kuliah. Nggak sambil jualan. Karena saya pengin lulus secepatnya. Alhamdulillah lulus dengan IPK 3,8 selama 4 semester,” tutur Dika.
Tak hanya itu, dia juga memiliki publikasi internasional dengan judul “Perceptions and Economic Losses of Foot and Mouth Disease to Beef Cattle Farmers in Bantul Regency, Yogyakarta”.
Setelah lulus S2 Peternakan UGM, Dika sempat coba-coba mengikuti seleksi PNS untuk formasi dosen. Dika gagal di tahap SKB karena kalah perankingan.
Alhasil, Dika mulai berpikir untuk merintis usaha sendiri, sambil mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi PNS dosen di tahun depan. Sebab, bagaimanapun, menjadi dosen adalah cita-citanya dan orangtua. Jadi harus dia wujudkan.
“Karena kalau saya cuma jadi dosen, nanti pulang cuma bawa gaji. Kalau sambil bikin usaha, nggak cuma gaji, tapi ada sesuatu yang saya bangun,” ujar pemuda berbadan tegap dan kekar itu.
Toh untungnya, orangtua Dika support-support saja dengan pilihan sang anak merintis usaha bakso. Karena masih sejalan dengan usaha yang orangtuanya rintis.
Ilmu S2 Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) tetap berguna
Jangan salah. Kendati termanya jualan, tapi ilmu S1 hingga S2 di Peternakan UGM bagi Dika sangat terpakai.
“Terutama Untuk menentukan kualitas daging yang cocok buat bakso. Karena kan nggak semua bagian daging sapi itu bagus buat bakso,” terang Dika. “Begitu juga dalam memilih bahan-bahan lain.”
Ilmu bagaimana cara menyimpan daging yang Dika dapat dari Peternakan UGM pun sangat aplikatif dalam usaha warung baksonya.
“Itulah kenapa saya siapkan lemari es untuk mempertahankan kualitas daging. Jadi baksonya nggak di-display di depan. Karena kalau di-display dari pagi sampai malam, itu kan terjadi proses pembusukan,” beber Dika.
Lihat postingan ini di Instagram
Iklan
Dika memang benar-benar memperhatikan kualitas bakso yang dia jual.
Sejak dua bulan buka, bakso Bang Uyo miliknya memang jadi jujukan pembeli lantaran strategi promosi di media sosial, seperti melalui TikTok dan Instagram.
Akan tetapi, baginya, media sosial hanyalah alat untuk menarik massa. Yang paling penting adalah bagaimana konsumen puas, lalu kembali, atau bahkan turut merekomendasikan ke orang lain. Maka, kualitas produk harus benar-benar memuaskan.
Semakin tinggi pendidikan, cara pandangnya harusnya makin luas
“Semakin tinggi pendidikan seseorang, harusnya semakin luas cara pandangnya,” begitu cara lulusan S2 Peternakan UGM itu memaknai pendidikan tinggi.
Selama ini, ada kecenderungan lulusan S2, bahkan S1 sekalipun, merasa gengsi kalau tidak bekerja di instansi pemerintah atau perusahaan.

Sementara bagi Dika, harusnya lulusan perguruan tinggi itu memiliki pandangan luas terhadap dunia kerja. Bukannya malah membatasi diri. Seharusnya juga bisa membaca banyak peluang lain.
“Masuk BUMN misalnya, itu bagus. Tapi kalau rezekinya nggak di situ ya harus buka peluang lain. Kalau nggak nanti nggak kerja-kerja,” tegas Dika.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Tipu Orangtua Rp10 Juta buat Joki UTBK demi Kuliah Teknik Elektro, Berujung DO karena Kesulitan dan Jadi Sampah Keluarga atau liputan Muchamad Aly Reza lainnya di rubrik Liputan












