Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Sosok

Leani Ratri Oktila, Ratu Para-badminton Dunia dengan Tato Istimewa di Lengannya

Agung Purwandono oleh Agung Purwandono
31 Oktober 2025
A A
Ratu Para-Badminton Dunia Itu Bernama Leani Ratri Oktila MOJOK.CO

Ratu Para-Badminton Dunia Itu Bernama Leani Ratri Oktila. (Ilustrasi: Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Empat belas tahun silam, kecelakaan motor membuat kaki kiri Leani Ratri Oktila cedera parah yang membuatnya pincang seumur hidup. Kini, kaki itu juga yang membuatnya punya julukan sebagai, Ratu Para-badminton Dunia. 

***

Sejak dimulainya Polytron Indonesia Para Badminton International (PIPBI) 2025 yang berlangsung di Solo, 29 Oktober 2025, nama Leani Ratri Oktila langsung masuk daftar narasumber yang ingin saya wawancara. Statusnya sebagai Juara Dunia sekaligus peraih medali emas di dua pelaksanaan Paralimpiade—olimpiade untuk penyandang disabilitas—sudah cukup menjadi alasan untuk ngobrol dengannya.

Namun, sebuah tato di lengan kanannya membuat saya lebih penasaran dari sekadar proses ia mendapatkan medali emas Paralimpiade. Tato itu yang kemudian menjadi pembuka obrolan kami usai bersama Khalimatus Sadiyah mengalahkan pasangan India, Manashi Girischandra Joshi–Thulasimati Murugesan.

“Ini nama suami saya, Baharu Abdu. Kalau yang ini nama anak saya, Mujifrans Elvano Abdu,” katanya. Saya lantas bertanya tato di tangannya yang berbentuk lingkaran.

“Ini medali yang saya raih, yang warna gold itu medali emas, yang ini medali perak,” jelasnya. Tato itu belum lama. Ia buat setelah melahirkan anaknya di tahun 2022, atau setelah Paralimpiade 2020 yang berlangsung di Jepang.

Bagi perempuan yang saat ini memasuki usia 35 tahun, dua nama di tangannya bukan sekadar tato. Dua nama itu yang membuatnya terus bermain bulu tangkis.

Tato bertuliskan nama suami dan anak semata wayangnya punya makna tersendiri bagi Leani Ratri Oktila.
Tato bertuliskan nama suami dan anak semata wayangnya punya makna tersendiri bagi Leani Ratri Oktila. (Eko Susanto/Mojok.co)

Seorang kawan yang menopang kaki pincang

Nama pertama, Baharu Abdu, ia kenal sejak masih remaja. “Saya mengenalnya tahun 2006, saat masih aktif sebagai atlet di daerah. Dia sepak bola, saya bulu tangkis,” ujarnya.

Oktila bukan penyandang disabilitas sejak lahir. Sebuah kecelakaan di usia 21 tahun membuatnya menggantung raket. “Saat itu masa Pra-PON. Sudah nggak ada bayangan lagi untuk main bulu tangkis,” kata Oktila.

Karena kecelakaan tersebut, kaki kirinya memendek sekitar 7 sentimeter. Tentu saja jalannya pincang.

Masa-masa itu cukup berat bagi Oktila. Bulu tangkis sudah menjadi bagian hidupnya sejak kecil. “Saya 10 bersaudara. Badminton yang menyelamatkan saya lewat beasiswa. Sejak kecil, kalau nggak dapat beasiswa ya nggak bisa sekolah,” katanya.

Usai kakinya cedera, Oktila kemudian lebih fokus kuliah. Sampai suatu hari Baharu Abdu menyampaikan bahwa ia dan teman-teman rindu melihat Oktila bermain bulu tangkis lagi. Baharu lalu memberi tahu bahwa ada olahraga khusus untuk disabilitas, termasuk badminton.

Ia kemudian menemui pengurus National Paralympic Committee (NPC) Riau untuk mendapat arahan. Tahun 2012, ia mengikuti Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Pekanbaru. Ia berhasil meraih medali emas dan perak di Peparnas.

Leani Ratri Oktila, peraih medali emas Paralimpiade 2000 dan 2024 akan pensiun jika sudah ada atlet-atlet muda yang lebih baik darinya MOJOK.CO
Leani Ratri Oktila, peraih medali emas Paralimpiade 2000 dan 2024 akan pensiun jika sudah ada atlet-atlet muda yang lebih baik darinya. (Eko Susanto/Mojok.co)

Saudara-saudaranya kemudian tahu kalau Oktila ikut pertandingan. Awalnya mereka tidak setuju. Mereka menganggap Leani tidak “cacat”. Di bayangan mereka, penyandang disabilitas adalah mereka yang duduk di kursi roda, memakai tongkat, atau berjalan dengan alat bantu mencolok. Sementara Leani, meski kakinya cedera, tetap bisa berjalan dan beraktivitas.

Iklan

“Mereka kasihan ke saya, mereka pikir saya akan minder kalau gabung sama yang ‘cacat’,” ujar Oktila. 

Dari 10 bersaudara, semua suka badminton. Ia juga menjadi salah satu atlet kebanggaan keluarga. “Ayah saya tentara, dan cara mendidiknya memang keras. Kalau malas latihan, hukumannya bisa diminta lari 11 kilometer, atau disuruh berendam,” kenangnya.

Saudara-saudaranya semua bermain bulu tangkis. Bahkan saat ini, empat adiknya menjadi pelatih bulu tangkis di China. 

Sama seperti dulu, Leani Ratri Oktila selalu bawa pulang medali

Ketika keluarga belum mendukung, Baharu Abdu lah yang selalu hadir ketika ia bertanding. Sering kali ia diam-diam mengikuti kejuaraan tanpa sepengetahuan orang tuanya. Baru ketika pulang, ia menunjukkan medali itu ke ayahnya.

“Ayah terharu, dalam kondisi cacat saja saya pulang bawa medali,” katanya.

Meski kini sudah mendukung, hingga saat ini ayah dan ibunya tidak mau menonton langsung pertandingan Oktila. “Nggak tega katanya. Padahal saya sebagai atlet ya biasa saja,” ujarnya. Tapi selalu kini ia memberi kabar jika akan bertanding.

“Kemarin anak saya nonton. Terus telepon kakungnya, ‘Kakung, tadi mama menang lawan robot’,” kata Oktila tertawa. Ia memaklumi anaknya yang masih usia tiga tahun asal nyeplos karena melihat lawan ibunya menggunakan kaki palsu.

Ratri Oktalita meski sudah berusia 35 tahun masih sanggup turun di tiga nomer berbeda di PIBI 2025 MOJOK.CO
Ratri Oktalita meski sudah berusia 35 tahun masih sanggup turun di tiga nomer berbeda di PIBI 2025. (Eko Susanto/Mojok.co)

PIBI 2025 terselenggara atas kolaborasi Bakti Olahraga Djarum Foundation, Polytron, bersama BWF dan NPC Indonesia. Kejuaraan yang diikuti atlet dari 24 negara berlangsung di GOR Indoor Manahan Solo, 29 Oktober hingga 2 November 2025.

Ada 22 kategori yang dipertandingkan meliputi sektor tunggal putra dan putri masing-masing enam kategori, ganda putra empat kategori, ganda putri tiga kategori, dan ganda campuran tiga kategori dengan klasifikasi WH 1, WH 2, SL 3, SL 4, SU 5 dan SH 6.

Leani Ratri Oktila sendiri mengikuti tiga nomor yaitu Tunggal Putri SL 4, Ganda Putri SL 3 – SU 5 bersama Khalimatus Sadiyah, serta Ganda Campuran SL 3 – SU 5 berpasangan dengan Hikmat Ramdani.

Jadi Ratu Para-badminton di Indonesia, ASEAN, Asia, dan dunia

Usai menjadi juara di Peparnas, medali demi medali Oktila raih. Ia jadi langganan juara bukan hanya di kejuaraan nasional, tapi juga tingkat internasional. Kecelakaan yang membuat kaki kirinya lebih pendek justru membawanya pada puncak prestasi di para-badminton.

Di panggung ASEAN Para Games untuk para-badminton, Leani Ratri Oktila tampil sebagai penguasa. Pada Singapura 2015, ia menyapu bersih tiga emas dari nomor tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran. Dua tahun berselang, di Kuala Lumpur 2017, prestasi yang sama ia ulang dengan mudah. Keperkasaannya berlanjut di Asian Para Games: emas di Incheon 2014 (ganda campuran), emas ganda putri dan ganda campuran di Jakarta 2018, lalu dua emas yang kembali ia rebut di Hangzhou 2022. Pada tiap edisinya, ia pun selalu menambah koleksi medali perak dan perunggu.

Leani Ratri Oktalia akan terus menekuni bulu tangkis selama masih mampu. MOJOK.CO
Leani Ratri Oktalia masih punya impiah meraih medali emas tunggal putri di Paralimpiade. (Eko Susanto/Mojok.co)

Sorot dunia semakin tertuju padanya ketika tampil di Paralimpiade. Di Tokyo 2020, ia meraih dua emas—ganda putri dan ganda campuran—serta satu perak tunggal putri. Empat tahun kemudian, di Paris 2024, ia kembali menempatkan Indonesia di puncak lewat emas ganda campuran dan perak tunggal putri. Konsistensi prestasi inilah yang membuat Leani layak menyandang julukan “Ratu Para-Badminton Dunia.”

“Ah, itu julukan dari teman-teman saja,” kata Oktila merendah.

Bukan hanya rekan-rekannya. Badminton World Federation (BWF) menganugerahkan Best Female Para Badminton Player pada 2018–2019, 2020–2021, serta 2023–2024 (bersama pasangan ganda campurannya, Hikmat Ramdani).

Rencana pensiun yang batal karena cintanya dengan para-badminton

Paralimpiade Tokyo 2020—yang berlangsung September 2021 karena pandemi COVID-19—Oktila merencanakan itu sebagai panggung terakhirnya. Ia ingin mewujudkan mimpi lain: menjadi seorang ibu.

Satu bulan setelah kembali dari Tokyo, ia dinyatakan hamil. Berat badannya melonjak hingga 103 kilogram.

“Saya sudah nggak kepikiran untuk main bulu tangkis lagi. Tapi pelatih, ketua umum, hingga rekan-rekan sesama atlet terus mendorong agar saya tidak meninggalkan para-badminton,” katanya.

Dukungan itu membuatnya urung pensiun.

“Dua bulan setelah saya melahirkan, saya ikut kejuaraan dunia di Jepang. Saat itu pulang bawa medali perunggu,” ujarnya, tertawa.

Sejak bergabung di Pelatnas yang dipusatkan di Solo, Oktila memilih tinggal di kota tersebut. Selain menjadi “Ratu Para-Badminton Dunia”, ia juga kakak bagi para penerusnya.

Ia tahu betul bagaimana diskriminasi dan rasa rendah diri membayangi atlet disabilitas muda, bahkan sejak pertama tampil di tempat umum.

“Banyak yang masih jalan menunduk dan menyembunyikan kondisi fisiknya,” ujarnya.

“Saya selalu cerewet ke mereka. Jangan minder, tunjukkan saja,” katanya.

Di luar lapangan, ia aktif menyapa anak-anak disabilitas dan orang tua yang ditemuinya di mana pun. Media sosial pun ia jadikan pintu menemukan bakat:

“Banyak anak semangat, tapi lingkungannya belum mendukung. Kadang ada orang tua yang menutupi kondisi anaknya yang disabilitas,” ujarnya. Seringkali ketika ia bertemu dengan anak disabilitas ia akan bertanya, apakah sudah berolahraga atau belum. Biasanya ia sarankan untuk menghubungi NPC di daerah tersebut. Agar diarahkan, olahraga apa yang cocok.

Bulu tangkis atau badminton menjadi bagian hidup dari Leani Ratri Oktila. (Eko Susanto.Mojok.co)

Ia juga mendorong atlet untuk melanjutkan pendidikan. “Pendidikan itu bikin saya percaya diri. Dari sekolah sampai sekarang S3, semua beasiswa. Jadi asal ada kemauan, ya bisa.” Menurutnya pemerintah saat ini memberikan fasilitas yang jauh lebih nyaman. Ia kadang jengkel jika mendengar atlet muda mengeluh soal makanan atau latihan yang melelahkan. “Ini sudah lebih dari cukup. Kita dapat pekerjaan dari hobi, dibayar negara, dapat apresiasi. Kenapa nggak dimanfaatkan dengan baik?” katanya, tegas.

Sebagai gambaran, dalam Paralimpiade Paris 2024, Presiden Joko Widodo memberikan bonus dan apresiasi kepada para atlet Indonesia yang meraih prestasi. Kontingen Indonesia meraih 14 medali yang terdiri 1 emas, 8 perak, dan 5 perunggu. 

Sebagai bentuk penghargaan, pemerintah menyiapkan bonus Rp6 miliar untuk peraih emas, Rp2,75 miliar untuk peraih perak, serta Rp1,65 miliar untuk peraih perunggu. Atlet yang belum meraih medali tetap memperoleh apresiasi sebesar Rp250 juta. 

Leani Ratri Oktila bersama Hikmat Ramdani adalah satu-satunya pasangan atlet yang meraih medali emas. Oktila juga meraih medali perak untuk kategori tunggal putri para-badminton di Paralimpiade Paris 2024..

Mengejar mimpi terakhir, medali emas tunggal putri Paralimpiade 2028

Oktila sadar, waktunya sebagai pemain tidak akan panjang. Tapi sebelum menepi, ia ingin memastikan kursinya sudah terisi generasi yang lebih muda dan lebih siap. “Kalau sudah ada penggantinya, saya akan mundur dengan senang hati.”

Namun ada satu mimpi yang belum terwujud: emas tunggal putri Paralimpiade 2028 Los Angeles, Amerika Serikat. “Tapi tantangannya, keinginan makin besar, umur bertambah, dan badan makin lebar,” katanya tertawa.

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Muchamad Aly Reza

 

BACA JUGA: Saya Imigran, Muslim, dan Difabel yang Hidup di Negara Diskriminatif. Tapi Allah dan Badminton Menemani Perjalanan Hidup Saya

Terakhir diperbarui pada 2 November 2025 oleh

Tags: Badmintonbakti olahraga djarum foundationbulu tangkispara badmintonPIPBI
Agung Purwandono

Agung Purwandono

Jurnalis di Mojok.co, suka bercocok tanam.

Artikel Terkait

Suka Duka Jadi Pelatih Atlet Para-badminton: Dari Pemain yang Ngambek,  hingga Iming-iming Hadiah dari Kantong Sendiri MOJOK.CO
Sosok

Suka Duka Pelatih Atlet Para-badminton: Dari Pemain yang Ngambek, hingga Iming-iming Hadiah dari Kocek Pribadi

4 November 2025
Fisioterapi: Tangan-Tangan di Belakang Layar yang Jadi Kunci Prestasi Atlet Para-Badminton.MOJOK.CO
Ragam

Pijatan Berhadiah Kemenangan: Tangan-Tangan di Belakang Layar yang Jadi Kunci Prestasi Atlet Para-Badminton

3 November 2025
Subhan dan Rina Marlina: 2 anak kampung yang mendunia berkat bulu tangkis difabel (para-badminton) MOJOK.CO
Sosok

Subhan dan Rina Marlina: 2 Anak Kampung yang Mendunia, Tapi Tiap Naik Pesawat Masih Nggak Nyangka

2 November 2025
Qonitah Ikhtiar Syakuroh, atlet para badminton (bulu tangkis difabel) asal Kulon Progo Jogja sang penderes medali emas MOJOK.CO
Sosok

Ketangguhan dalam Nama “Qonitah Ikhtiar Syakuroh”, Dari Raket Rp40 Ribuan dan Ejekan Cara Berjalan Jadi Penderes Emas

2 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
UGM MBG Mojok.co

Gadjah Mada Intellectual Club Kritisi Program MBG yang Menyedot Anggaran Pendidikan

28 November 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.