UNU Yogyakarta Menjelma “Anomali” bagi NU Lewat “Under The Same Sun”

Pameran seni di Galeri Nusantara UNU Yogyakarta, anomali di tengah NU. (Dok. UNU Yogyakarta)

Uinversitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta baru saja menggelar pameran seni Galeri Nusantara edisi ketiga. Bertajuk “Under The Same Sun, pameran ini menjadi pameran seni dengan tema media baru pertama dalam gelaran Galeri Nusantara: mengeksplorasi hubungan antara manusia, seni, dan sains-teknologi.

Pameran seni “Under The Same Sun” resmi dibuka pada Sabtu (9/11/2024) dan bakal berlangsung hingga Jumat (15/12/2024) di Galeri Nusantara, Kampus Terpadu UNU Yogyakarta.

UNU Yogyakarta: pionir integrasi kampus dan galeri seni

Galeri Nusantara sendiri merupakan ruang apresiasi seni yang disediakan UNU Yogyakarta untuk memberikan akses seluas-luasnya bagi publik untuk menikmati karya seni.

Karya-karya seni disajikan secara atraktif di selasar, ruang, dan sudut-sudut Kampus Terpadu UNU Yogyakarta yang dibangun dengan konsep modern, inklusif, dan ramah lingkungan karena mengantongi sertifikat Bangunan Gedung Hijau (BGH).

Melalui Galeri Nusantara, UNU Yogyakarta menjadi pionir dalam mengintegrasikan kampus dengan galeri seni. Sebelum “Under the Same Sun”, dua pameran sebelumnya cenderung didominasi karya-karya lukisan.

Pameran perdana berjudul “Memoar 24/101” bertepatan dengan peringatan Harlah ke-101 Nahdlatul Ulama pada awal tahun 2024 lalu. Pameran dibuka oleh Presiden Joko Widodo yang hadir sekaligus untuk meresmikan Kampus Terpadu UNU Yogyakarta. “Memoar 24/101” menampilkan 60 karya dari 24 seniman.

Pameran kedua bertajuk “Indonesia 100%” yang mengetengahkan tema nasionalisme dan keberagaman budaya, sebab digelar dalam suasana peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI.

Menyajikan 99 karya dari 69 seniman, “Indonesia 100%” diperpanjang penyelenggaraannya karena tingginya antusiasme pengunjung. Lebih dari 11 ribu penikmat seni hadir dalam 1,5 bulan gelaran pameran ini.

“Galeri Nusantara diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi perguruan tinggi dan berbagai institusi untuk menjadikan ruang-ruang publik sebagai tempat untuk menampilkan dan mengapresiasi karya seni. Dengan begitu, seni tak lagi menjadi sesuatu yang eksklusif dan dapat dinikmati publik seluas-luasnya,” kata Rektor UNU Yogyakarta, Widya Priyahita

Perpaduan karya seni dan karya ilmiah

“Under The Same Sun” menampilkan 23 karya dari 14 seniman/kolektif seni yang berbasis kolaborasi lintas-disiplin di bidang seni dan teknologi. Karya-karya dalam pameran ini merupakan perpaduan antara karya seni dan karya ilmiah yang dikemas secara inovatif dan kreatif.

Pameran seni ini juga menjadi ruang refleksi dalam memandang hubungan manusia, alam, dan teknologi di hari ini.

Pameran seni di Galeri Nusantara UNU Yogyakarta, anomali di tengah NU MOJOK.CO
Suasana pameran seni Under The Same Sun. (Dok. UNU Yogyakarta)

Selain itu, pameran “Under The Same Sun” menjadi ruang temu bagi semua pihak yang menaruh perhatian pertemuan antara teknologi dan seni dari berbagai pihak. Seperti pemerintah, perguruan tinggi, industri, kelompok seniman dan komunitas pegiat teknologi.

Untuk itu, selama pameran berlangsung turut didukung dengan berbagai program. Ada seminan, workshop, dan pameran inovasi dari mahasiswa dan mitra kolaborasi.

UNU Yogyakarta ingin jadi “anomali” bagi NU

Rektor UNU Yogyakarta, Widya Priyahita menjelaskan, pameran “Under The Same Sun” yang mengetengahkan karya-karya inovasi teknologi dalam balutan seni selaras dengan komitmen UNU Yogyakarta dalam pengembangan bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).

“Sebagai kampus baru, kami terus fokus pada isu-isu STEM dan masa depan, seperti melalui transformasi digital di lingkup internal hingga persiapan program strategis seperti ICT – Blockchain Academy dan terutama Mohammed Bin Zayed (MBZ) College for Studies yang mempelajari bidang-bidang masa depan. Pameran ini sesuai dengan visi UNU Yogyakarta,” ujarnya di sela-sela pembukaan pameran seni tersebut.

Suasana pameran seni Under The Same Sun. (Dok. UNU Yogyakarta)

Sebagai kampus Nahdlatul Ulama (NU), Widya juga melihat pameran ini menjadi momen show case bagi NU dan UNU Yogyakarta yang memberi perhatian besar pada STEM dan perkembangannya seperti IoT hingga AI atau kecerdasan buatan.

“Melalui pameran ini, UNU Yogyakarta ingin menjadi anomali di lingkungan NU dan mengajak santri-santri NU untuk menggeluti STEM dan menghasilkan inovasi,” sambungnya.

Melihat kembali hubungan manusia, teknologi, dan alam

Kurator “Under the Same Sun”, Ignatia Nilu menjelaskan, sejak hadirnya teknologi IoT (Internet of Things), kolaborasi lintas disiplin ilmu menjadi semakin terbuka. Bidang GLAM (Galleries, Libraries, Archives, Museums) dan STEM yang sebelumnya bekerja dengan pendekatan yang berbeda, kini mulai saling berinteraksi dan bertukar ide.

“Kedua bidang itu menciptakan sinergi baru yang menggabungkan kreativitas imajinatif dengan metodologi ilmiah yang keta,” papar Nilu.

“Penggunaan teknologi seperti mesin dan komputasi kini menjadi elemen sentral dalam berbagai kegiatan manusia sehari-hari,” imbuhnya.

Suasana pameran seni Under The Same Sun. (Dok. UNU Yogyakarta)

Pameran bertama art and science pun menciptakan ruang di mana ide-ide ini dapat dieksplorasi lebih jauh. Ini menjadi platform penting bagi kolaborasi antara sektor-sektor berbeda, mulai dari pemangku kepentingan hingga para inovator muda.

“Pameran ini mendukung pengembangan gagasan dan karya yang berdampak tidak hanya pada dunia akademik, tetapi juga industri dan masyarakat luas,” kata Nilu.

Sebagai refleksi dari dunia yang semakin terotomatisasi dan terkoneksi, menurut dia, pameran ini juga berfungsi sebagai wadah untuk melihat kembali hubungan manusia dengan teknologi dan alam.

“Dalam konteks pasca-antropose, pameran ini mengajak kita merenungkan masa depan di mana manusia, alam, dan teknologi hidup dalam keseimbangan,” imbuhnya.

Terlepas dari kekhawatiran akan distopia teknologi, Nilu menambahkan, pameran ini menawarkan pandangan optimis tentang bagaimana manusia dapat hidup harmonis dengan alam, di bawah langit dan matahari yang sama, bahkan di era pasca-internet dan revolusi automasi.

“Dengan demikian, pameran ini bukan hanya soal eksplorasi artistik atau ilmiah semata, tetapi juga pernyataan penting tentang masa depan manusia, alam, dan teknologi,” tandas Nilu.

Upaya menuju titik perjumpaan

MIVUBI, salah satu kolektif seni partisipan pameran ini, mengapresiasi pameran “Under The Same Sun” di Galeri Nusantara UNU Yogyakarta yang melibatkan mereka untuk memberi makna pentingnya hubungan antara seni dan sains.

“Keterhubungan seni dan berbagai macam medium, khususnya sains ini, sudah selaras dengan
zaman, dengan kondisi kita saat ini,” ujarnya.

Di pameran ini, mereka menampilkan karya terbaru berjudul “Reconnected Access Memory (RAM): Deactiviating Activism Edition”, edisi ketiga karya RAM Museum yang pertama kali dihadirkan pada 2020.

Digawangi Riyan Kresnandi, MIVUBI mengunakan ikon game Minecraft sebagai medium berkarya dan kali ini menyajikannya untuk beragam mode permainan virtual. Namun, permainan ini merangkum potret ketidakadilan atas orang-orang yang meminta keadilan.

Suasana pameran seni Under The Same Sun. (Dok. UNU Yogyakarta)

MIVUBI pun melihat, pameran seni yang digelar di UNU Yogyakarta ini menjadi momen yang unik dan menarik.

“Tidak hanya pertemuan antara lintas disiplin, tapi juga pertemuan antara institusi formal dengan institusi yang sifatnya informal, seperti seniman, sehingga menghadirkan sebuah peristiwa yang segar,” tuturnya.

Sementara seniman Paul Kiram melihat ada pergerakan kesadaran menuju sinergi berkelanjutan dalam eksplorasi artistik dan pencapaian sains. Hal ini menjadi daya dorong untuk menyikapi berbagai kemungkinan yang akan datang.

Di pameran ini, Paul menampilkan 6 karya instalasi berbasis mekanika gerak.

“Saya berharap kolaborasi tidak hanya menampilkan posisi gagasan, tapi juga sinergi dari berbagai bidang, peran, pandangan, yang selalu memiliki titik perjumpanan dari berbagai subjek dan objek,” ungkap Paul.

“Pameran “Under The Same Sun” adalah upaya untuk menjadi titik perjumpaan itu,” tambah seniman yang baru saja menggelar pameran tunggal Museum Masa Depan itu. Data Karya dan Artist

23 karya, 14 seniman

Secara keseluruhan, pameran “Under The Same Sun” di Galeri Nusantara UNU Yogyakarta menghadirkan 23 karya. Terdiri dari 13 instalasi, 6 mapping/projection, dan 4 prototype.

Sebanyak 14 artist yang didominasi seniman muda berbasis media baru berpartisipasi di pameran ini. Mereka terdiri dari 9 individu dan 5 kelompok, yaitu:

1. Eldwin Pradipta
2. Fani Cahya Putra
3. HONF (The House of Natural Fiber)
4. Infografis Kronik Seni Media Indonesia 1976-2024 (Kontributor : Akbar Yumni, Ignatia Nilu, Rizky
Lazuardi)
5. Ismoyo Adhi
6. Jeffi Manzani
7. Jonas Sestakresna & RATA Studio (Bali) Copyright Museum dan Cagar Budaya Borobudur
8. Lintang Radittya
9. MIVUBI
10. Nona Yoanishara
11. Pande Wardina
12. Paul Kiram
13. Stechoq x UNU x TEMPA
14. Utami Atasia Ishii

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Rekaman Kekerasan dalam Patung-patung Dolorosa Sinaga

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version