Jualan makanan di toko online alias marketplace jadi pilihan usai resign dari perusahaan meski banyak saingan, tapi ada trik dari pebisnis Jogja agar bisnis online makanan tersebut bisa bertahan dan bahkan memiliki ratusan karyawan.
***
Agatha (29) berani mengklaim produk makanan yang ia jual di toko online sebagai pionir di Indonesia. Yakni produk olahan iga mercon (iga pedas) yang ia beri nama Bolo Sego.
Saya bertemu Agatha pada Kamis (27/6/2024), dalam sebuah acara di Roaster & Bear Restaurant, Jogja.
Menariknya, pemuda asli Jogja itu merintis bisnis makanan onlineb iga mercon Bolo Sego ketika kondisi ekonomi tengah ambruk-ambruknya.
“Kami buka pada 2020, itu saat pandemi Covid-19,” ujar pebisnis Jogja tersebut waktu itu.
Memilih resign dari perusahaan
Sebelum nyemplung ke bisnis bisnis makanan di toko online, Agatha sebenernya bekerja terlebih dulu di sebuah perusahaan dengan nama besar di Jogja. Ia masuk di divisi marketing.
Pekerjaan itu ia ambil setelah lulus—dari salah satu kampus swasta Jogja—pada 2016. Bekerja di sebuah perusahaan tentu menjadi posisi yang diincar oleh banyak sarjana. Akan tetapi, lambat laun pebisnis Jogja itu mulai berpikir bagaimana ia bisa mengembangkan bisnis sendiri.
Oleh karena itu, ia memilih resign dari perusahaan Jogja tersebut. Lalu pada 2020, ia kemudian membaca peluang pada bisnis iga mercon untuk ia jual di toko online.
“Pandemi saat itu memang banyak bisnis ambruk. Tapi bisnis makanan nggak terdampak waktu, justru permintaan makin tinggi,” ungkap Agatha.
“Kalau ide iga mercon itu ya karena aku lihatnya belum ada orang jualan iga tapi kemasan,” jelas pebisnis Jogja tersebut. Itulah kenapa Agatha berani mengkalim produknya sebagai produk iga mercon pionir di Indonesia.
Untuk diketahui, bisnis makanan iga mercon Bolo Sego awalnya adalah toko online yang menjual iga pedas siap santap dalam kemasan. Seiring waktu, produk dan bisnis Agatha tersebut terus berkembang.
Bisnis makanan di toko online dengan ratusan karyawan
Kata Agatha, saat ini ia memiliki dua restoran dan satu toko Bolo Sego di Jogja.
Sebelumnya, Agatha melihat bahwa pembelian di toko online alias marketplace terus meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, seiring pandemi yang mereda, ia memutuskan untuk membuka restoran.
“Alhamdulillah resto pun ramai terus. Sering juga restonya dibooking. Didatangin turis-turis juga sering,” beber Agatha.
Dari jualan makanan di toko online, bisnis Bolo Sego milik Agatha hingga 2024 ini punya ratusan karyawan.
Banyak saingan tapi tetap berkembang
Agatha lalu mengamati, berjalan dari 2020 hingga 2024, bisnis makanan iga mercon miliknya ternyata makin banyak pesaing. Dengan model yang sama, bahkan dengan menu yang sama pula.
Tentu ada sedikit rasa resah. Namun, Agatha masih optimistis kalau iga mercon yang ia jual memiliki peminat yang lebih tinggi dari para pesaingnya di toko online.
“Aku percaya kualitas sih. Kalau kualitas, rasa, dan pelayanan ke customer terus dijaga ya mereka pasti milihnya ke iga mercon Bolo Sego,” tutur Agatha.
Bermula dari iga mercon, Bolo Sego lalu mengembangkan menu hingga lahir beberapa varian. Misalnya koyor, cumi, rendang, ayam, ceker, hingga gudeg. Pokoknya dengan balutan “mercon” alias pedas.
Itu menu yang dijual di toko online. Kata Agatha, untuk di restoran menunya bisa lebih banyak dan variatif. Menyesuaikan tren kuliner yang tengah diminati pasar.
“Bolo Sego juga nggak pakai pengawet. Menu kemasan bisa bertahan sepuluh hari di suhu ruang, kalau masuk freezer bisa kuat sebulan,” jelas Agatha.
Dalam pengiriman pun Agatha memilih ekspedisi dengan jaminan paling cepat. Agar customer tidak menunggu terlalu lama. Apalagi jika sampai basi di jalan.
“Harga baik di toko online maupun restoran itu di angka Rp60 ribu sampai Rp100 ribu. Restoran bukanya jam Sembilan pagi sampai jam sepuluh malam,” terang Agatha.
Trik bisnis online makanan di marketplace agar makin berkembang
Selain menjaga kualitas (seperti uraian di atas), Agatha dengan senang hati membagikan trik yang ia pakai agar bisnis online bisa terus berkembang. Yakni dengan menggunakan sistem affiliate marketing: menjual produk pakai jasa affiliator.
“Dengan melibatkan para affiliator, kami dapat menjangkau lebih banyak pelanggan potensial dengan cara yang lebih engaging. Hasilnya, kami melihat ada peningkatan dalam jumlah pembelian dari tahun ke tahun,” ungkap Agatha. Ratusan karyawan di Iga Mercon Bolo Sego milik Agatha sebagian besar merupakan affiliator.
Sistem affiliate marketing tersebut Agatha pelajari dari Ninja Xpress. Sebuah perusahaan jasa ekspedisi yang memang memiliki program Suara UKM Negeri untuk membantu UKM-UMK di berbagai daerah agar lebih berkembang dan menjangkau pasar yang lebih luas.
“Karena lewat affiliator, harga menjadi lebih murah. Pastinya itu bakal menarik minat konsumen,” ujar Ribka Pratiwi selaku Head of PR Ninja Xpress yang saya temui lebih dulu sebelum pertemuan dengan Agatha.
“Budget pembeli belanja melalui affiliate marketing bisa 40 persen lebih kecil ketimbang saat membeli langsung dari penjual,” tambahnya.
Menurut riset yang dilakukan oleh Ninja Xpress, tingkat kepercayaan konsumen pada affiliate marketing pun terbilang tinggi. Presentasenya: 66 persen percaya, 17 persen sangat percaya, dan 17 persen berada pada posisi percaya dan tidak percaya.
Model affiliate marketing itulah yang kiranya bisa menjadi rekomendasi bagi yang tengah mengembangkan bisnis online agar bisa berkembang dan pasarnya makin luas. Di samping tentu soal menjaga kualitas dan pelayanan. Dua trik itulah yang perlu diperhatikan oleh para calon pebisnis-pebisnis baru.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA: 4 Renungan jika Ingin Jadi Driver Ojol, Pekerjaan Sampingan yang Tak Semudah Bayangan
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News