Bagi orang Jogja, layanan bus Trans Semarang beda 180 derajat dengan yang ada kota mereka. Ia lebih nyaman, aksesibel, dan murah. Berbeda dengan transportasi publik Jogja yang makin mengalami kemunduran.
***
Tahun baru saja berganti, tapi pemerintah sudah bikin gebrakan yang bikin geleng-geleng: memangkas anggaran APBN untuk transportasi publik. Imbasnya, layanan bus berhenti beroperasi secara serentak di berbagai daerah.
Termasuk layanan TemanBus di Jogja dan Surabaya, BISKITA, Trans Metro Dewata di Bali, dan Batik Solo Trans (BST) di Solo yang mengalami pengurangan armada.
Keputusan ini ramai mendapat kecaman, khususnya di media sosial. Warganet mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam menyediakan transportasi publik.
Para peneliti dan pegiat transportasi pun menyebut, kalau kebijakan ini kontraproduktif dengan visi mengajak masyarakat pindah ke transportasi publik. Logika yang idealnya pemerintah bangun, harusnya memperbanyak moda bukan malah menyuntik mati.
Selama ini, moda transportasi seperti TemanBus, Trans Metro Dewata dan BST disubsidi pemerintah melalui anggaran APBN. Saat 2025 tak lagi mendapat pengangaran, mau tak mau mereka harus berhenti mengaspal.
Transportasi publik di Semarang baik-baik saja
Elva (25) tetap bekerja meski kalendernya menunjukkan tanggal merah: 1 Januari 2025. Seperti hari-hari biasa, hari itu perempuan yang bekerja sebagai “buruh konten” ini sudah berada di halte Perum Ayodya, Kecamatan Gunungpati, untuk menunggu koridor VI bus Trans Semarang.
Meskipun banyak bus trans di berbagai wilayah berhenti beroperasi–imbas kebijakan pemerintah, tak demikian dengan transportasi publik di Semarang. Di sana, Trans Semarang tetap melayani para penumpang. Tak ada yang berubah.
“Aku kira karena nataru, ada penyesuaian jadwal. Tapi begitu cek medsos BRT (Trans Semarang), jam operasional masih normal,” kata Elva kepada Mojok, Rabu (1/1/2025).
Trans Semarang memang tak terdampak oleh kebijakan penghapusan subsidi pemerintah. Sebab, bus ini langsung dikelola oleh Badan Layanan Umum UPTD Dishub Kota Semarang, melalui APBD.
Trans Semarang paling bisa diandalkan
Elva sendiri menjadi pengguna setia Trans Semarang sejak menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada 2021 lalu. Perantau asal Sumatra ini mengaku tak bisa mengendarai sepeda motor, sehingga transportasi publik menjadi andalannya.
Untungnya, bagi mahasiswa, tarif Trans Semarang amat ringan, yakni cuma Rp1.000. Sebagai informasi, untuk penumpang golongan khusus seperti anak balita, pelajar, mahasiswa, dan penyandang disabilitas, tarif yang diberlakukan adalah Rp1.000. Golongan umum mendapat tarif lebih mahal: Rp4.000, sementara bagi lansia gratis.
Kalau melakukan pembayaran nontunai dengan menggunakan QRIS, mendapat diskon Rp500.
“Pas kuliah, aku bisa menghemat uang saku. Buat ngampus dan mobile kemana-mana, sehari aku nggak sampai habisin Rp5.000,” jelasnya.
Saat sudah lulus kuliah dan bekerja, kebiasaan itu berlanjut. Apalagi keberadaan halte tak jauh kosannya. Sementara antara kantor dan halte pemberhentian terakhirnya di Kecamatan Candisari, cuma berjarak 100 meter.
Baca halaman selanjutnya…
Layanan aksesibel
Satu hal yang Elva sukai dari Trans Semarang, dan sampai saat ini belum berubah: bus ini sangat aksesibel. Di manapun dia berada, Elva mengaku tak kesulitan menemukan halte. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk menunggu (headway) juga tak terlalu lama.
Menurut sebuah riset, rata-rata headway Trans Semarang adalah 7-10 menit untuk jalur-jalur yang ramai. Sementara itu, di jalur-jalur yang relatif sepi, waktu tunggunya 7-15 menit.
Bahkan, Pemkot Semarang tengah mewacanakan membangun jalur khusus Trans Semarang untuk memangkas waktu tunggu. Hal ini mirip dengan jalur khusus Trans Jakarta.
“Perkara mepet, atau sibuk banget sampai takut telat, ini ‘kan perkara manajemen waktu. Kalau aku sih jujur sangat puas, karena ya pakai Trans Semarang nyatanya cepet-cepet aja kok buat mobile kemana-mana,” ungkapnya.
Tak heran mengapa Trans Semarang punya headway yang amat rapat. Sebab, mereka memiliki 287 bus di delapan rute koridor serta empat rute angkutan pengumpan alias feeder. Bahkan, Trans Semarang juga melayani satu koridor layanan malam.
Trans Semarang 180 derajat dengan layanan Trans Jogja
Karena penasaran, sebelum kembali ke Jogja pada libur tahun baru kemarin, saya menyempatkan diri mencoba bus Trans Semarang. Dari kawasan Kota Lama, saya berencana mencoba beberapa rute.
Pertama, sekitar pukul 9.30 pagi, saya naik Koridor K4 rute Cangkiran-Tawang. Waktu tunggu kedatangan kira-kira 5 menit. Setelah membayar Rp3.500 via QRIS, saya akhirnya bisa membelah kemacetan Kota Semarang selama 10 menit, sebelum akhirnya turun di halte sekitaran Simpang Lima.
Dari halte Simpang Lima, saya beralih menggunakan Koridor K3B. Rute ini melayani jalur Candisari sampai Pelabuhan Tanjung Emas. Saya tak perlu membayar lagi. Setelah 3 menit menunggu, bus datang dan langsung membawa saya ke Halte RS Elizabeth di Tegalsari.
Setelah turun di halte tujuan, saya menunggu kira-kira 5 menit sebelum naik rute sebaliknya, yakni Koridor K3A. Dari halte tersebut, bus kembali membawa saya membelah kemacetan Kota Semarang. Sebenarnya, pemberhentian terakhir adalah di Pelabuhan Tanjung Emas. Tapi saya memilih turun di sekitaran Simpang Lima untuk kemudian beralih ke Koridor K4 (kali ini kembali membayar Rp4.000). Dari sana saya menuju ke Stasiun Tawang.
Trans Semarang sangat nyaman. Menurut obrolan dengan sang sopir, kecepatan bus stabil di angka 40-60 kilometer per jam. Berbeda dengan, misalnya, Trans Jogja yang terkenal karena ugal-ugalan.
Belum lagi kalau bicara soal headway. Sepengalaman saya, waktu tunggu Trans Jogja paling minimal adalah 30 menit. Bahkan ada yang sampai satu jam.
Belakangan, per 2025 Trans Jogja juga mulai memangkas jam operasional. Hal itu pun membuat waktu layanan menjadi lebih pendek. Jadi, kalau mau dibandingkan, ketika Trans Semarang terus berbenah, Trans Jogja malah jalan mundur.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Cerita Mahasiswa UNY yang Berdamai dengan Bapuk dan Ekstremnya Bus Trans Jogja atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan