Pasar Kembang alias Sarkem menjadi pilihan banyak orang yang ingin ‘berwisata lendir’ di Kota Jogja. Gang yang lokasinya tak jauh dari Jalan Malioboro ini tak pernah sepi. Namun, dahulu di Alun-Alun Utara Jogja, hanya beberapa jengkal dari muka keraton, ada tempat prostitusi serupa Sarkem yang tarif jasanya lebih murah.
***
Dua batang rokok dan setengah gelas kopi sudah saya habiskan pagi itu, Kamis (13/6/2024). Setengah jam saya harus menunggu, sebelum akhirnya Hamzah* (48) tiba dan dengan ramah langsung menawari saya menu makanan yang ia jual di sana.
Kedatangan saya pagi itu tentu bukan untuk makan. Sehari sebelumnya, saya menulis liputan berjudul “Jejak Prostitusi di Alun-Alun Utara Jogja“. Berbekal informasi dari narasumber, saya pun terhubung dengan Hamzah, yang kini berprofesi sebagai penjual makanan di Pasar Sentul, Pakualaman, Kota Jogja.
Menurut kesaksian beberapa teman-temannya, Hamzah merupakan salah satu orang yang tahu cerita soal prostitusi di Alun-Alun Utara Jogja. Sebab, dulu, dia turut menyewakan tenda remang-remang sebagai tempat esek-esek di sana.
“Lima tahun lebih lah, Mas, saya dulu bantu-bantu jualan di alun-alun. Ya kayaknya nggak cuma saya yang tahu soal itu, karena kan dulu alun-alun memang terkenal sama yang ‘begituan’,” jelasnya pagi itu.
Tenda remang-remang di Alun-Alun Utara Jogja
Pada tahun 1998, Hamzah datang ke Jogja. Saat itu, salah seorang saudaranya memintanya buat ikut bantu-bantu usaha jualan di Alun-Alun Utara Jogja.
Saudaranya, sudah sejak tahun 1980-an buka usaha semacam angkringan di Jogja. Lokasinya pindah-pindah. Kebetulan sejak beberapa tahun terakhir, ia pindah ke alun-alun utara dan sangat ramai pembeli. Makanya, Hamzah diminta ke Jogja buat membantu.
Saat awal-awal datang, Hamzah sudah dikasih tahu untuk “jangan kaget”, karena di alun-alun utara ada hal lain yang mungkin bakal bikin dia tercengang.
“Mungkin biar nggak kaget ya, Mas, jadi saudara langsung ngasih tahu kalau di sana kami nyediain tenda begitu buat ‘main’. Gelap-gelapan di belakang warung,” kata Hamzah.
“Kayak gini saja lah. Sekarang kan banyak orang nyewain tikar di tempat-tempat wisata, nah dulu tenda yang disewain,” sambungnya.
Alhasil, Hamzah pun langsung tahu kalau di Alun-Alun Utara ada tempat prostitusi selain Sarkem. Namun, ia diminta buat diam-diam saja karena tempat esek-esek di sana ilegal, beda dengan Sarkem yang berizin.
“Kalau ketahuan nyewain tenda buat begituan kita bisa disemprit petugas. Nggak boleh lagi jualan di sana,” ujarnya.
Tarifnya lebih murah ketimbang Sarkem
Hamzah tak memungkiri, prostitusi di Alun-Alun Utara Jogja waktu itu adalah daya tarik tersendiri. Buktinya, nyaris setiap malam tenda remang-remang yang dia sewakan tak pernah sepi.
Ia tak sepenuhnya ingat, dulu para PSK maupun pelanggan harus membayar berapa untuk menyewa tenda berukuran 3×4 meter itu buat sekali main. Yang jelas, dalam sehari, jumlahnya bisa hampir setengah dari penghasilan jualan angkringannya.
Menurut Hamzah, alasan esek-esek di alun-alun utara ramai peminatnya karena memang tarifnya yang lebih murah. Setidaknya itu cerita yang dia dapat dari beberapa teman yang pernah memakai jasa di sana.
“Wah kalau saya nggak berani, Mas, coba-coba gituan,” ungkapnya sambil tertawa. “Kalau kata teman-teman yang sudah pernah coba sih, setengah tarif di Sarkem begitu. ‘Awake dewe ra perlu ning Sarkem iki, Ham, kene luwih murah’,” ungkapnya, menirukan kalimat teman-temannya.
Hal serupa juga diungkapkan Poniyal (60), tukang becak yang sudah 40 tahun narik penumpang di Alun-Alun Utara Jogja. Lelaki asli Jogja ini tak tahu pasti sejak kapan prostitusi mulai muncul di tempat itu.
Namun, yang dia pahami, beberapa PSK-nya adalah orang-orang dari Sarkem. Beberapa penumpang yang dia antar pun juga mengaku kalau mereka gagal deal di Sarkem, makanya coba-coba cari di alun-alun.
“Mungkin karena jadi ramai, awalnya satu dua orang, yang lain malah ikut-ikutan ke sini,” kata Poniyal, yang berbincang sambil mengantar saya berkeliling alun-alun utara, Rabu (12/6/2024).
Prostitusi intip kelamin dari kolong meja
Poniyal juga menceritakan, hal unik lain yang membedakan prostitusi Alun-Alun Utara Jogja dengan Sarkem adalah bentuk dan cara transaksinya. Kata dia, ada prostitusi intip kelamin yang alat transaksinya pakai korek api kayu.
Caranya, menurut Poniyal, para perempuan pekerja seks mendatangi calon pelanggan dan menawarkan korek api. Nantinya, lelaki tadi akan menentukan berapa batang korek api yang bakal dibeli. Setelah deal, barulah eksekusi.
“Si lelaki masuk ke bawah meja. Nah, dia ngintipin vagina perempuan itu pakai cahaya korek api, Mas. Jadi makin banyak korek yang dia beli, makan lama juga di ngintipnya,” kata Poniyal.
Sayangnya, sejak 2013 lalu, Dinas Ketertiban Umum Jogja membongkar tenda-tenda yang dicuriga sebagai sarang prostitusi terselubung ini. Jejaknya pun hilang sampai sekarang. Orang-orang tahunya kalau wisata lendir di Jogja hanyalah Sarkem.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Cerita Prostitusi Jasa Intip Kemaluan di Alun-Alun Utara Jogja, Korek Api Jadi Alat Transaksi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News