Final panahan kategori individu recurve umum putra jarak 70 meter berlangsung sengit. Babak shoot-off untuk menentukan pemenang tidak terhindarkan. Pendukung Dzar El Ghifar Zen atau El dari Wibawa Mukti Archery Bekasi yang duduk di tengah tribun Suppersoccer Arena (SSA), Kudus, pun ikut tegang.
Atlet yang didukung, El, tampak biasa saja di lapangan. Ekspresi dan gerak-geriknya memang seperti itu sejak babak eliminasi, tenang. Sementara lawannya, Anak Agung B.G. Prama dari Bepeka Archery Indonesia Jakarta, tampak beberapa kali menghela nafas panjang.
Babak shoot-off pun digelar. Cukup satu anak panah saja untuk memenangkan pertandingan. Saat anak panah pertama melesat, El mengenai target 9. Selisih satu poin lebih tinggi dibanding lawannya yang mengenai target 8. El menang. Senyum merekah di wajah atlet kelahiran 2008 itu. Sorak-sorai pendukungnya dan penonton memeriahkan suasana.

Berakhirnya laga final individu recurve umum putra sekaligus menutup MilkLife Archery Challenge (MLARC) KEJURNAS Antar Club 2025 yang berlangsung 9-19 Desember 2025 di SSA Kudus. Sebuah kompetisi panahan yang digagas Persatuan Panahan Indonesia (Perpani), Milklife, dan Djarum Foundation.
Kemenangan El pada kategori individu recurve umum putra memperbanyak medali yang diboyongnya pada kejurnas ini. Hari sebelumnya, Kamis, 18 Desember 2025, El terpantau berkali-kali naik podium.
Ada 4 medali yang terkalung di lehernya. Medali-medali itu adalah emas kualifikasi sesi pertama, perak kualifikasi sesi kedua, emas total kualifikasi, dan emas beregu. Dengan keberhasilannya di pertandingan final ini, dia memboyong total 5 medali.

Slipknot hingga Metallica menemani latihan panahan yang identik dengan ketenangan
Sudah hampir separuh hidup El habiskan untuk memanah. Perkenalan pertama dengan panahan berawal dari kelas 2 SD ketika masa libur sekolah. Pada saat itu dia melihat tetangganya bermain panahan.
“Saya lihat dan merasa ‘wah asyik nih’. Setelahnya saya tanya-tanya, besoknya cari-cari tempat belajar panahan,” ujar El ketika ditemui Mojok, Kamis (18/12/2025). Tidak terasa, kini sudah hampir 9 tahun El menekuni panahan.
Bohong kalau bilang tidak pernah bosan menekuni olahraga ini. Terlebih, latihan panahan ya “begitu-begitu” saja, membidik target sasaran berkali- kali dalam sehari.
Namun, El punya banyak siasat agar latihan tidak membosankan. Salah satunya, memanah sambil mendengarkan musik. Di saat latihan santai, dia kerap memutar musik metal dari speaker handphone-nya. Katanya, musik metal memberi aura tersendiri.
“Slipknot, Metallica,” jawabnya singkat ketika ditanya soal musik yang dijadikan playlist menemani latihan. Unik memang, dia malah merasa semakin semangat ketika mendengarkan musik yang “keras” untuk berlatih panahan yang identik dengan ketenangan dan fokus.
“Jadi capeknya (dari latihan) dapet dan maksimal, tapi fun juga,” kata dia.
Latihan dengan mendengarkan musik metal dia lakukan selama kurang lebih setahun terakhir. Sebelumnya, dia lebih banyak mendengarkan musik-musik populer yang sedang hits di kalangan anak muda zaman sekarang. Eh, setelah mencoba latihan dengan musik metal, dia malah nyaman.
Kebiasaan itu dilakukan El ketika latihan santai saja. Saat latihan intensif menjelang perlombaan, dia akan men-setting latihannya sesuai aturan perlombaan. Dengan kata lain, tanpa gadget dan tanpa musik.
Panahan tidak sekadar untuk kejar medali emas
Sebenarnya, menyabet medali emas bukanlah hal baru bagi El. Di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2025, dia memperoleh 3 medali emas. Prestasi ini mengantarkan kontingen Jawa Barat sebagai juara umum di cabor panahan.
Atlet kelahiran Bandung, 20 Desember 2008 ini tentu merasa senang atas pencapaiannya sejauh ini. Namun, dia tidak mau terlalu hanyut. Sebab, prinsip dia, masih ada emas-emas lain yang mesti dikejar esok hari. Jadi, biasa saja dan tidak mudah berpuas diri. Selain itu, wejangan orang tuanya turut menguatkan ketika berlaga.
“Tanding itu jangan kejar medali, tapi kejar nilai kita saat latihan,” terangnya.
Dia mengibaratkan perlombaan itu semacam ujian kenaikan kelas. Sementara latihan adalah ujian harian. Jadi, kalau harian nilainya 85 atau 90, ya setidaknya segitu ketika kenaikan kelas. Jangan pakai standar orang lain atau memaksakan 100.
Begitu pula dengan lomba panahan. Dengan kata lain, yang dilawan atlet sebenarnya tidak langsung lawan, melainkan dirinya sendiri terlebih dahulu. Melawan rasa takut hingga rasa berpuas diri.
El cenderung tidak banyak berpikir ketika bertanding. Dia tipe yang mantap saja dengan keputusan di lapangan. Toh keputusan-keputusan juga sebenarnya sudah dilatih ketika latihan.

Dukungan orang tua karena ikuti Rasulullah sampai rela bergadang ikuti pelatihan
Sementara ayah El, Adithya Zen (45) mendukung penuh minat anaknya. Terlebih ketika tahu alasan anaknya memanah karena ingin mengamalkan sunnah Rasulullah Saw. Sejak saat itu, dia merasa anaknya jangan sampai lepas dari olahraga ini.
Dia pun mendukung penuh olahraga anaknya. Bahkan, dia rela mengikuti pelatihan terkait panahan di Amerika. Seharusnya dia berangkat langsung ke negeri Paman Sam untuk itu, tapi karena pandemi, pelatihan dilakukan secara online. Karena perbedaan waktu, dia rela bergadang saat subuh untuk mengikuti pelatihan.
Dari pelatihan itu, Adhitya sudah mengantongi sertifikat level 3 dari level tertinggi 5. Sertifikat yang dimilikinya saat ini setara pelatih tingkat provinsi. Semua program yang diajarkan di pelatihan itu ayahnya coba terapkan ke El.
“Itu saya terapin ke anak saya, Alhamdulilah berdampak,” katanya ditemui Mojok.
Bagi orang tua, yang berat dari panahan itu justru mengarahkan anaknya antara prestasi dan akademik. Ini benar-benar dirasakan Adhitya ketika El duduk di kelas 3 SMP. Saat itu El masuk di Pelatihan Daerah (Pelatda) yang membuatnya hampir setahun tidak sekolah.
Sebenarnya dari El dan keluarga sendiri sudah mantap dengan jalan atlet yang ditempuh. Sebab, dalam dunia olahraga itu ada usia puncak yang jangan sampai terlewat yakni usia 16 atau 17 tahun hingga 25 tahun. Sementara mencari ilmu itu tidak ada batas umurnya. Itu mengapa El dan keluarga mantap menyeriusi panahan hingga “mengobarkan” sekolah.
“Alhamdulillah-nya lagi, El bisa membuktikannya,” kata Adithya.
Prestasi El memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain 3 medali emas di PON 2025, dia juga menyabit 2 medali emas di POPDA Jabar 2025 dan 1 medali emas di Kejurnas Junior 2025. Dengan segudang prestasi itu, dia berharap suatu saat nanti dipanggil untuk mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional di cabor panahan.
“Semoga bisa masuk timnas,” tutupnya.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.















