Stadion Benteng Tangerang menjadi salah satu stadion legendaris di Indonesia. Stadion yang saat ini bernama Stadion Benteng Reborn tersebut tak cuma meninggalkan jejak kejayaan klub. Tapi juga meninggalkan jejak kelam tawuran yang terus dikenang hingga sekarang.
***
Ngomongin tentang sepak bola nasional memang tak lepas dari tawuran dan kerusuhan. Stadion Benteng salah satu yang menjadi saksi. Purnomo (32), pria yang lahir dan tumbuh di tengah panasnya gejolak sepakbola di Tangerang punya kenangan kuat saat ia terlibat dalam lingkaran panas tersebut.
“Syukurlah sekarang nggak ada rivalitas yang kayak dulu. Karena sepakbola harusnya menyatukan, damai, bisa dinikmati bareng-bareng,” ujar pria asli Tangerang tersebut saat kami berbincang-bincang di Akademi Bahagia EA, Sabtu (8/6/2024) pagi WIB.
Purnomo sudah akrab dengan sepakbola Tengareng sejak ia masih SMP. Sebagai orang Kabupaten Tangerang, tentu ia mendukung Persita. Ia kerap kali ikut nribun di Stadion Benteng untuk menyaksikan klub kebanggaannya tersebut berlaga di Liga Indonesia.
Ingatan Purnomo merekam jelas tawuran demi tawuran yang pernah terjadi di Stadion Benteng Tangerang. Ia juga kerap terlibat baku pukul setiap kerusuhan terjadi.
Stadion Benteng Tangerang medan kerusuhan
Ada dua klub yang “menjadikan” Stadio Benteng Tangerang sebagai medan kerusuhan, yakni Persita Tangerang dan Persikota Tangerang. Klub serumpun yang menjadi rival alias musuh bebuyutan.
Melansir dari laman resmi Persita, klub berjuluk Pendekar Cisadane tersebut sebenarnya lahir pada 19 April 1940. Namun, keberadaannya baru diakui secara resmi oleh PSSI pada 9 September 1953 (Lahir lebih dulu ketimbang Persikota).
Lalu pada 1995, satu tahun setelah berdirinya Kota Tangerang (1993), lahirlah klub perwakilan Kota Tangerang bernama Persikota. Kedua klub Tangerang tersebut sama-sama bermarkas di Stadion Benteng.
“Jadi setiap laga derby (Persita vs Persikota) sudah pasti keos itu mah. Pasti tawuran,” ungkap Purnomo. Bahkan, dalam ingatan Purnomo, laga derby kelewat sering menimbulkan korban jiwa. Ia kenal beberapa rekannya sesama suporter Persita yang meregang nyawa di Stadion Benteng Tangerang.
“Benar-benar panas itu (perseteruan suporter Persita vs Persikota). Kebawa juga di luar stadion,” sambung pria yang saat ini bekerja di Jogja tersebut.
Tentu tak hanya korban jiwa atau luka-luka. Kerusuhan di Stadion Benteng pastinya juga menyisakan berbagai kerusakan fasilitas stadion.
Saling cegat selepas pertandingan hingga fatwa haram MUI
Perseteruan antara suporter Persita vs Persikota tak hanya terjadi di laga derby. Bahkan saat dua klub tak saling bertemu pun kerusuhan tetap niscaya terjadi.
“Misalnya, kalau Persita main sama klub mana gitu, pas jalan ke stadion langsung tuh anak-anak Persikota nyegat. Anak-anak Persita dipukulin. Begitu juga sebaliknya,” terang Purnomo.
Akibat sering jadi medan tawuran suporter, pada musim 2012/2013 Stadion Benteng Tangerang tak boleh lagi menjadi venue pertandingan.
Pihak Kepolisian tak memberi izin. Bahkan sempat ada Fatwa MUI yang mengaharamkan sepakbola di Stadion Benteng gara-gara kerusuhan dan perseteruan antar suporter yang berlarut-laruti
“Gara-gara itu akhirnya main di stadion luar kota terus. Itu yang pada akhirnya bikin suporter kapok. Ya daripada nggak boleh berkandang di kota sendiri, mending damai lah,” kata Purnomo.
Bertahun-tahun setelah kejadian tersebut, antara Benteng Viola (suporter Persita) dan Benteng Mania (suporter Persikota) memilih mangkhiri “perang”. Memilih saling dukung satu sama lain.
Keputusan tersebut juga didasari atas kesadaran bahwa sudah tidak masanya lagi sepakbola menjadi medan pertumpahan darah. Sepakbola harus jadi simbol persatuan dan bisa dinikmati bersama-sama.
“Sekarang kalau Persita main, ada juga suporter Persikota yang ikut nonton. Mendukung. Sebaliknya juga begitu,” terang Purnomo.
Jangan rusak lagi Stadion Benteng Tangerang!
Stadion Benteng Tangerang dibangun pada 1987 dan peresmiannya berlangsung pada 11 Januari 1989. Lalu menjadi saksi gelaran laga-laga bergengsi sepakbola nasional, kerusuhan tanpa henti, hingga akhirnya mendapat fatwa haram MUI pada 2021.
Sejak saat itu, Stadion Benteng Tangerang sempat terbengkalai cukup lama. Tak ada aktivitas olahraga di sana. Bangunan berangsur rusak, semak belukar menyelimuti setiap sudut stadion hingga terlihat suram.
Pada 2020, Stadion Benteng Tangerang akhirnya direvitalisasi yang kemudian beralih nama menjadi Stadion Banteng Reborn.
Jika dulu jadi medan kerusuhan, stadion tersebut kini menjadi saksi persatuan dua rival. Seperti yang Purnomo singgung sebelumnya: kalau Persikota main di Stadion Benteng Reborn, ada saja suporter Persita nonton. Pun ketika Persita main di Indomilk Arena, ada saja suporter Persikota yang turut datang mendukung.
Situasi indah yang membuat Purnomo berpikir, kenapa nggak dari dulu saja ya seperti itu? Kenapa harus nunggu nyawa berjatuhan dulu untuk sebuah perseteruan yang sia-sia belaka. Ia benar-benar menyesalkan masa-masa kelam itu.
Dalam proses revitalisasi itu, Arief R. Wismansyah selaku Wakil Wali Kota Tangerang masa itu benar-benar berharap agar masyarakat Kota Tangerang menjaga kondusivitas stadion. Stadion sudah diperbaiki sebaik mungkin untuk kenyamanan bersama, maka sudah sepatutnya dijaga bersama juga.
“Kita harus sama-sama menjaga dan merawat seluruh fasilitas publik yang telah dibangun oleh Pemkot Tangerang. Sehingga, seluruh masyarakat Kota Tangerang dapat menikmatinya,” ujar Arief dalam keterangan di laman resmi Tangerangkota.go.id.
Harapan serupa juga datang dari Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Tangerang waktu itu, Tatang Sutisna, yang juga terlibat dalam proses revitalisasi Stadion Benteng Reborn.
“Jangan dirusak, jangan dicoret-coret. Kita gunakan bersama-sama, kita jaga dan banggakan aset Kota Tangerang ini secara bersama-sama. Jadikan kebangkitan Stadion Benteng menjadi kebangkitan dunia sepakbola Tangerang,” tekannya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.