Surabaya menjadi salah satu kota di Jawa Timur yang diusulkan menjadi kota anti korupsi. Sebuah capaian yang harusnya menjadi tamparan bagi tetangganya, Sidoarjo. Sudah 25 tahun kasus korupsi melekat pada Sidoarjo. Citra yang tentu sangat tidak layak dibiakkan terus-menerus.
***
Pemerintan Provinisi (Pemprov) Jawa Timur mengusulkan tiga daerah untuk menjadi percontohan kota/kabupaten anti korupsi. Antara lain Blitar, Jombang, dan Surabaya.
Usulan tersebut disampaikan oleh Pj Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Bobby Soemiarsono dalam Sosialisasi Program Percontohan Kab/Kota Antikorupsi di Ruang Rapat Hayam Wuruk Kantor Sekretariat Daerah Provinsi Jatim Lantai VIII, Senin (26/8/2024).
Kata Bobby, pemilihan ketiga daerah tersebut didasarkan pada nilai indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) dan Survei Penilaian Integritas (SPI).
Pada tahun 2023, nilai MCP Surabaya menduduki urutan pertama di Jatim mencapai 97%. Blitar ada di urutan kedua dengan nilai MCP 95,93%. Sementara urutan ketiga ditempati Jombang dengan nilai MCP 95%.
“Kita harapkan ketiga daerah ini bisa menjadi contoh sekaligus pionir bagi daerah percontohan anti korupsi di Indonesia,” ujar Bobby dalam keterangan tertulis yang Mojok kutip.
Ia tentu berharap 35 kota/kabupaten lain di Jawa Timur segera menyusul meningkatkan nilai MCP dan SPI masing-masing. Dengan begitu, daerah percontohan anti korupsi di Jatim semakin bertambah.
Surabaya harus penuhi beberapa kriteria
Sehari setelah sosialisasi tersebut, Senin (27/8/2024) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat (Ditpermas) melakukan observasi di Surabaya.
Proses observasi meliputi peninjauan sejumlah layanan publik di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang diawali sesi tanya jawab dengan para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berlangsung di Gedung Graha Sawunggaling.
“Ada beberapa kriteria yang harus kami nilai untuk menentukan apakah sebuah kabupaten/kota layak menjadi calon percontohan Anti-Korupsi,” ujar Ariz Dedy Arham selaku Plh Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI dalam laporan Humas Pemkot Surabaya.
Poin paling penting agar jadi contoh daerah bersih korupsi
Ariz menerangkan, MCP Surabaya memang tinggi, seperti disinggung di awal tulisan. Namun, itu bukan satu-satunya indikator. Sebab, ada indikator lain yang harus terpenuhi untuk menjadi kota/kabupaten percontohan anti korupsi, di antaranya Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Maturitas SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah), dan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Belum lagi, KPK harus mengumpulkan data-data dari kementerian/lembaga terkait. Menurut Ariz, setiap kementerian/lembaga memiliki program yang diterapkan di pemerintah kabupaten/kota.
“Yang paling penting adalah tidak ada kepala daerah atau kepala OPD yang tersangkut kasus pidana korupsi oleh aparat penegak hukum, baik itu Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK,” tegas Ariz.
Surabaya dalam kondisi aman
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya, Ikhsan menyampaikan, hasil observasi dari KPK menunjukkan kalau Surabaya dalam kondisi aman.
Sebab, dari enam indikator dengan 19 item yang dicek oleh KPK menunjukkan, tidak ditemukan masalah dari Kota Pahlawan. Ikhsan juga menyebut, selama proses observasi Pemkot Surabaya tidak menghadapi kendala.
Bahkan, menurutnya, proses observasi di Surabaya berjalan lebih cepat dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.
“Hal ini menunjukkan bahwa InsyaAllah di Kota Surabaya, dengan indikator yang ada, proses sudah sesuai dengan semua kriteria,” tutur Ikhsan sesaat setelah proses observasi tim KPK di lingkungan Pemkot Surabaya selesai.
Sidoarjo harus berkaca
Sebagai tetangga yang secara geografis sangat dekat dengan Surabaya, Pemkab Sidoarjo harusnya berkaca pada Kota Pahlawan yang tengah menyongsong menjadi percontohan kota anti korupsi. Sebab, Sidoarjo kini terstigma sebagai kabupaten paling korup di Jawa Timur.
Bagaimana tidak. Daerah berjuluk Kota Delta itu mencatatkan hattrick kasus korupsi yang menjerat bupatinya.
Kasus pertama menjerat Win Hendarso, Bupati Sidoarjo yang menjabat selama 10 tahun alias dua periode (2000-2010). Pada pertengan masa jabatannya (2005-2007), Win terjerat kasus korupsi dana kas desa sebesar Rp2,3 miliar.
Win Hendarso lalu didakwa hukuman penjara selama lima tahun dengan denda sebesar Rp200 juta. Ia dinyatakan bebas bersyarat pada 2017.
Kasus kedua menjerat Siful Ilah alias Gus Ipul yang juga menjabat selama dua periode sejak 2010. Pada 2020, di tengah masa jabatan periode keduanya, Gus Ipul ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap pengadaan infrastruktur senilai Rp660 juta. Ia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Namun, hasil banding membuat hukumannya berakhir pada 2022.
Terbaru adalah pada 2024 ini. Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi pemotongan dana insentif pajak Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo sebesar Rp2,7 miliar.
Saya iseng mengetik “masyarakat Sidoarjo ingin bupati jujur”. Hasilnya, sudah sejak lama masyarakat Sidoarjo mendambakan sosok pemimpin yang jujur dan bersih dari korupsi. Sudah 25 tahun sejak tahun 2000, Sidoarjo masih terperosok dalam kubangan kasus korupsi.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News