Geliat Sambilegi Kidul Sleman, Kebun Singup Disulap Pertamina Jadi Sasana Jemparingan yang Untungkan Warga

Ilustrasi - Sasana Jemparingan Ambisena Sambilegi Kidul Sleman, upaya Pertamina lestarikan panahan tradisional. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Jemparingan atau panahan tradisional menjadi kebudayaan yang selama tujuh tahun terakhir bergeliat di Sambilegi Kidul, Sleman, Jogja. Praktik budaya yang kemudian juga menjadi jalan rezeki bagi warga setempat. Kolaborasi dengan Pertamina menjadi pembuka jalan.

***

Tiap pukul 16.00 WIB, Eko (pria menjelang 50-an tahun) pasti akan memacu motornya menuju Sasana Sambisena: sebuah arena untuk jemparingan atau panahan tradisional di Sambilegi Kidul, Sleman, Jogja.

Eko adalah salah satu anggota Paguyuban Jemparingan Sambisena. Tiap pagi dan sore ia pasti menyempatkan diri ke sasana di dekat makam Dusun Sambilegi Kidul itu. Untuk sekadar menyapu daun-daun gugur, memberi makan ikan, menyiram tanaman, atau menyiram tanah area sasana yang mengering.

“Beberapa bulan terakhir memang belum ada event jemparingan atau kunjungan tamu (wisatawan) ke Sasana Sambisena. Jadi memang agak sepi,” ujar Eko saat saya temui di sela-sela aktivitasnya menyiram tanaman dan tanah area sasana, Minggu (8/9/2024) sekitar pukul 16.00 WIB.

Kata Eko, latihan jemparingan atau panahan tradisional di Sasana Sambisena, Sambilegi Kidul, tersebut berlangsung rutin tiap Selasa sore. Pesertanya adalah anggota Paguyuban Jemparingan Sambisena yang mayoritas berisi orang dewasa.

 

Sasana Jemperangin Ambisena Sambilegi Kidul Sleman, Upaya Pertamina Lestarikan Panahan Tradisional MOJOK.CO
Sasana Jemparingan Ambisena. (Aly Reza/Mojok.co)

Ikut kompetisi panahan tradisional hingga ke Bali

Eko meminta saya menunggu kedatangan Parjo (49) selaku Ketua Paguyuban Jemparingan Sambisena untuk mendapat informasi lebih banyak. Sambil menunggu, Eko mempersilakan saya duduk-duduk di area pendopo.

Pendopo itu tak telalu besar. Terdapat sebuah ruangan untuk menyimpan alat-alat panahan tradisional. Di sana juga berderet beberapa piala yang pernah Paguyuban Jemparingan Sambisena, Sambilegi Kidul, peroleh saat mengikuti berbagai kompetisi panahan tradisional.

“Paling jauh ikut di Denpasar, Bali. Tahun 2019. Tapi kalau lomba-lomba jemparingan begitu, yang sering menang justru para srikandinya (kalangan ibu-ibu),” terang Eko saat melihat saya menatap lekat-lekat piala yang berjejer di sana.

Dokumentasi saat Paguyuban Jemparingan Ambisena unjuk kebolehan di sasana. (Dok. Parjo)

Menariknya, Eko dan anggota paguyuban yang lain mengaku berlatih panahan tradisional tersebut secara otodidak. Mereka tidak ada yang berangkat dari latar belakang pemanah profesional. Tidak ada pelatih juga. Mereka benar-benar berlatih mandiri.

“Termasuk membuat gendewa (alat panah), juga mandiri. Salah satu pembuatnya kan Pak Parjo,” jelas Eko.

Semula hanyalah kebun

Parjo, yang tampak baru bangun tidur, tak lama kemudian tiba di Sasana Jemparingan Sambisena, Sambilegi Kidul, Sleman. Ia lalu mengambil duduk di pendopo. Membersamai saya dan Eko.

Kata Parjo, Sasana Jemparingan Sambisena tersebut dulunya berupa kebun dusun. Penuh pepohonan, sesak oleh semak belukar, terkesan singup. Sampai akhirnya Pertamina melakukan pendampingan pada Sambilegi Kidul, Sleman, untuk mengembangkan sasana jemparingan. Selain untuk melestarikan panahan tradisional juga untuk memberi dampak ekonomi pada Sambilegi Kidul, Sleman.

“Paguyuban (Jemparingan Sambisena) sudah ada sejak 2017-an. Kalau sasananya ini baru 2021-an seingat saya,” ungkap Parjo dengan mata mengeriyap. Masih ada sisa kantuk di sana.

Area Sasana Jemparingan Ambisena. (Aly Reza/Mojok.co)

Menurut Parjo, sebelum ada Sasana Jemparingan Sambisena, terlebih dulu Pertamina memberi pendampingan dalam pengembangan UKM berupa angkringan yang dikelola oleh Kelompok Wanita Tani (KWT). Kemudian ada wacana untuk mengembangkan Sambilegi Kidul menjadi Kampung Wisata.

Dari situ lalu terbersit ide untuk memasukkan jemparingan atau panahan tradisional sebagai salah satu daya tawar dari Kampung Wisata tersebut. Pihak Pertamina pun akhirnya melakukan survei di Sambilegi Kidul. Kebun milik dusun lantas dipilih untuk dibabat dan diubah menjadi sasana.

“Setelah sasana ada dan Kampung Wisata jalan, ternyata prospek, mendatangkan tamu. Ya sudah akhirnya terus berlanjut pengelolaannya sampai sekarang,” terang Parjo.

Turis mancanegara datang untuk coba panahan tradisional

Sejak sasana jemparingan tersebut beroperasi berbarengan dengan Kampung Wisata Sambilegi Kidul, Parjo mengaku sasananya memang tak luput dari jujukan. Memang tidak mesti tiap bulan ada pengunjung. Tapi setiap ada kunjungan biasanya rombongan wisatawan luar daerah, antara 50 sampai 80 orang.

“Kami kan sistemnya paketan, Mas. Jadi kerjasama sama pihak travel. Pihak travel memasukkan Sambilegi Kidul sebagai salah satu daftar kunjungan. Terus kami jamu di sini,” kata Parjo.

Dari 50 atau 80 wisatawan yang berkunjung, 10 di antaranya biasanya tertarik untuk mencoba jemparingan. Sementara sisanya akan menikmati suguhan lain dari Sambilegi Kidul yang dipusatkan di area sasana. Ada kuliner (angkringan), pertunjukan seni gejog lesung (menabuh lesung), hingga atraksi tari.

“Turis luar negeri pun ada yang datang. Pernah ada dari Maroko, Jepang, Selandia Baru, Ekuador juga ada,” timpal Eko melengkapi keterangan Parjo.

Bukti para turis mancanegara itu benar-benar pernah berkunjung adalah foto-foto yang terpampang di beberapa sudut Sasana Jemparingan Ambisena.

Dampak ekonomi dan ucapan terimakasih pada Pertamina

Parjo menyebut sasana pemberian Pertamina tersebut sedikit banyak memberi dampak ekonomi bagi warga Sambilegi Kidul.

Bagi Parjo, dampak siginfikan terasa pada angkringan yang dikelola oleh KWT. Sebab, pemasukannya bersifat harian: hampir setiap hari ada pengunjung di angkringan tersebut.

“Kalau jemparingan itu ya sifatnya per event aja. Misal ada event atau waktu ada kunjungan wisatawan, nah itu baru ada (uang) yang masuk,” jelas Parjo.

“Jadi ya terimakasih lah sama Pertamina,” sambungnya.

Selain persoalan ekonomi, keberadaan Sasana Sambisena di satu sisi juga meningkatkan popularitas Sambilegi Kidul, Sleman, dalam jagad jemparingan. Kata Parjo, Sasana Sambisena menjadi arena untuk menggelar berbagai event panahan tradisional.

Hal itu juga membuka jalan bagi Paguyuban Jemparingan Sambisena untuk ikut berkompetisi dalam event-event jemparingan di luar daerah. Ndilalah, paguyuban yang Parjo pimpin itu kerap menorehkan prestasi dalam berbagai event tersebut.

Deretan piala yang pernah Paguyuban Jemparingan Ambisena raih. (Aly Reza/Mojok.co)

“Kami kalau minta fasilitas apa ke Pertamina untuk ngembangin sasana ini pasti dibantu. Yang paling baru ini kan pengadaan rumput di sasana. Ini sudah kami gali dan tata (tanahnya), tinggal nunggu pemasangan rumputnya,” sambung Eko dalam jeda obrolan antara saya dan Parjo.

Masih kata Eko, wacananya kebun area bawah Sasana Jemparingan Sambisena juga tengah diproyeksikan menjadi sasana tambahan. Semua tinggal menunggu waktu.

Anak-anak belum terpikat pegang busur panah

Sore ketika saya, Parjo, dan Eko berbincang itu, persis di sebelah Sasana Jemparingan Sambisena tengah riuh anak-anak dan pemuda Sambilegi Kidul, Sleman, bermain voli.

Kata Parjo, lapangan voli itu baru dibuat belum lama ini atas inisiasi warga setempat. Kini lokasi tersebut menjadi fasilitas publik favorit anak-anak dan pemuda dusun.

“Sayangnya anak-anak memang belum ada yang tertarik pada panahan tradisional,” ungkap Parjo.

Itu cukup menjelaskan kenapa 30-an anggota Paguyuban Jemparingan Sambisena hanya berisi orang-orang dewasa.

“Kendala lain, kami kan memang bukan pemanah profesional. Cuma sekadar bisa. Jadi nggak cukup bisa ngajar. Selain itu persoalan waktu juga. Kami dari pagi sampai sore punya kerjaan masing-masing,” timpal Eko.

Baik Eko maupun Parjo sependapat, mereka punya harapan agar anak-anak Sambilegi Kidul, Sleman, mendapat pendampingan soal jemparingan. Mengingat, panahan tradisional saat ini sudah cukup lekat dengan Sambilegi Kidul. Sehingga sayang saja jika tidak ada penerusnya.

Harapan tersebut Parjo dan Eko langitkan persis saat azan Magrib berkumandang. Penanda waktu salat sekaligus penanda kalau sudah waktunya saya berpamitan. Karena menyongsong malam, Parjo dan Eko masih ada keperluan lain di rumah masing-masing.

Kepedulian Pertamina pada kebudayaan

Sudah bertahun-tahun Pertamina memiliki perhatian khusus pada program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL)/Corporate Social Responsibility (CSR). Pendampingan dalam sektor kebudayaan, dalam hal ini adalah jemparingan di Sambilegi Kidul, bukan yang pertama.

Pertamina sudah melakukan pendampingan di sektor kebudayaan di beberapa daerah. Merangkum dari laman resmi Pertamina, beberapa di antaranya:

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA: Tak Sia-Sia Lepas Gaji PNS Demi Kembangkan Panahan Tradisional, Bawa Anak-Anak Surabaya ke Turnamen Nasional hingga Internasional

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version