Ombak Pantai Parangtritis memang kerap menyeret wisatawan. Bagi tim SAR Parangtritis, masih ada banyak hal yang wisatawan salah pahami soal salah satu wisata andalan di Bantul, Jogja, itu.
***
Dalam waktu berdekatan di penghujung 2024, beberapa wistawan dilaporkan terseret ombak Pantai Parangtritis, Bantul.
Pada Kamis (26/12/2024), korbannya adalah tiga wisatawan asal Klaten, Jawa Tengah. Mereka rombongan keluarga. Awalnya, salah satu dari mereka bermain agak menjauh dari garis pantai: terus ke tengah, sehingga terseret ombak ke tengah.
Dua orang tersisa yang mencoba menolong pun justru ikut terseret. Beruntug tim SAR Parangtritis bergerak cepat. Ketiganya berhasil diselamatkan. Tidak ada korban jiwa.
Lalu pada Rabu, (1/1/2025). Momen tahun baru itu nyaris berujung nahas bagi tiga anak muda asal Kediri, Jawa Timur yang sedang bermain air di Pantai Parangtritis, Bantul.
Tiga pemuda itu bermain di area rip current yang memang sudah ditandai sebagai zona bahaya. Sialnya, ketiganya tidak mengetahui tanda bahaya itu, alhasil terbawa arus balik yang begitu deras.
Lagi-lagi, syukur, mereka tak luput dari pantauan tim SAR Parangtritis. Tim langsung sigap mengejar tiga korban yang nyaris terbawa ombak itu. Tidak ada korban jiwa.
Ribuan manusia di Pantai Parangtritis Bantul
Saya ke Pantai Parangtritis di Bantul pada Minggu (29/12/2024). Beberapa hari sebelum dan sesudah dua peristiwa di salah satu wisata andalan Bantul tersebut.
Peristiwa tiga wisatawan Klaten yang terseret ombak sebelumnya adalah pemicunya. Maka, saya ingin ikut tim SAR Parangtritis “bekerja”. Melihat peristiwa laka laut dari sudut pandang mereka.
Beruntung, Suranto selaku Wakil Komandan Regu (Danru) II menyambut baik niat saya. Dia mempersilakan saya ikut nimbrung mereka di shelter Regu II: shelter paling ujung Pantai Parangtritis, Bantul.
Lokasinya yang lebih tinggi memungkinkan saya memiliki jangkauan pandang yang lebih luas. Para wisatawan itu tampak seperti titik-titik warna-warni saking banyaknya.
Sejak pagi Jogja diguyur hujan. Hujan di pantai itu pun terbilang cukup deras. Tapi wisatawan nyatanya terus berdatangan ke destinasi wisata pantai Bantul tersebut.
Banyak juga dengan riang bermain air. Menikmati tubuhnya dibentur ombak. Kalau saya sendiri sebagai orang Pantura, rasanya ngeri kalau melihat ombak besar pantai selatan.
“Kalau musim liburan seperti Nataru begini, jumlahnya (wisatawan) bisa ribuan,” ujar Suranto.
“Petugas pun harus bekerja ekstra keras agar tidak luput,” imbuhnya.
Ada tiga pos jaga (sekaligus tiga regu) tim SAR yang tersebar dari ujung ke ujung Pantai Parangtritis, Bantul. Masing-masing regu berisi 10 sampai 15 petugas.
Di hari biasa, mereka akan terbagi dalam dua shift: pagi dan malam. Mengingat, Pantai Parangtritis buka 24 jam. Namun, di musim liburan, seluruh personel dikerahkan dengan beberapa penyesuaian.
Sialnya, masih banyak yang tidak peduli keselamatan
Setelah matanya awas menyisir wilayah tugasnya, Suranto memutuskan mengambil kunci Atv SAR Parangtritis. Dia mengajak saya patroli menyisir pantai.
Menyibak kerumunan manusia, Suranto berhenti di sejumlah titik, lalu meniup peluit yang sedari tadi menggantung di lehernya.
“Minggir, minggir,” teriak Suranto di sela meniup pluitnya, disertai isyarat tangan agar wisatawan yang dia maksud lekas menepi.
Satu-dua paham maksud Suranto. Lalu beranjak ke tepi, menuju daratan. Namun, terlalu banyak orang yang justru kebingungan. Tidak tahu salah mereka di mana.
“Udah nepi dulu, nepi dulu,” begitu samar terdengar ucapan wisatawan itu. Dengan langkah bingung, mereka berjalan ke darat.
“Karena mereka ini merasa tempat yang mereka gunakan main air aman. Nah, ini salah pahamnya banyak wisatawan,” jelas Suranto.
Dari patroli itu pula, saya akhirnya tahu, per wilayah regu juga disebar pos darurat persis di tepi pantai. Di sana berjaga satu atau dua orang. Agar kalau ada laka laut, jarak mereka ke korban tidak terlampau jauh.
Yang orang salah pahami dari Pantai Parangtritis Bantul
Setelah berpatroli, Suranto lalu mengajak saya rehat di pos pusat. Sembari ngiyup agar tak basah-basah amat. Hujan belum kunjung berhenti.
“Orang sering tidak peduli dengan istilah rip current atau ekor palung, atau kalau istilah mBantul, lebeng namanya,” kata Suranto sesaat setelah menyandarkan punggungnya di sebuah kursi. Saya mengambil duduk di hadapannya untuk menyimak.
Rip current adalah arus balik yang terkonsentrasi pada sebuah jalur sempit, yang memecah zona empasan gelombang hingga melewati batas zona gelombang pecah. Itu secara ilmiah.
Suranto mencoba menjelaskan dengan bahasa sederhana: yakni fenomena ketika ada satu titik yang memiliki perbedaan mencolok dengan sekitarnya. Disebut fenomena karena munculnya bisa sewaktu-waktu. Secara kasat pun ciri-cirinya terlihat jelas.
“Misalnya ombaknya tidak berbuih putih. Airnya cenderung lebih gelap dari air di sekitarnya. Jadi memang kelihatan, dia kayak kotak sendiri berwarna keruh, terus kanan kirinya masih biru,” jelas Suranto.
“Biasanya permukaan airnya tenang. Tapi jangan salah, permukaan tenang itu sinyal bahaya. Karena di bawahnya ada arus balik yang kenceng banget. Itu kalau orang masuk, susah buat melawan arusnya,” lanjutnya.
Beberapa wisatawan yang sebelumnya “disemprit” Suranto itu ya karena bermain-main di zona itu. Sangat bahaya. Sementara mereka tidak menyadari potensi bahaya itu sendiri.
Selain itu, ada juga wisatawan yang bermain di zona berpasir miring. Kata Suranto, gelombang yang naik memiliki tarikan atau arus balik yang sangat kuat sehingga bisa menyeret orang ke tengah.
Bahaya yang kasat mata
Kemudian, hindari lokasi yang menjadi titik temu antara air sungai dan air laut.
Di Pantai Parangtritis, Bantul, ada banyak sungai-sungai kecil yang terbentuk. Itu sangat menggoda bagi wisatawan untuk bermain air di sana. Padahal, tarikan arus balik gelombang yang masuk ke sana terbilang kuat.
“Maka, kami (tim SAR) permudah dengan tanda. Kami kasih bendera tanda bahaya di zona rawan laka. Di sudut-sudut pantai juga kami kasih papan imbauan mana batas aman bagi wisatawan,” terang Suranto.
Secara berulang-ulang, dari menara speaker juga diumumkan imbauan kepada wisatawan. Selebihnya, tinggal wisatawan mau mengindahkan imbauan-imbauan tersebut atau tidak.
Selain tanda-tanda bahaya di atas, sering kali wisatawan memang cenderung membahayakan diri sendiri. Misalnya dengan terus berenang ke tengah. Sementara semakin ke tengah, maka besar potensi tubuhnya dihempas ombak besar.
“Imbauan dan edukasi mitigasi laka laut di Pantai Parangtritis Bantul juga dilakukan melalui media sosial kami, di TikTok dan Instagram @sarparangtritis_,” tambah Suranto.
Semenarik itu
Usai rehat sejenak di pos pusat, Suranto mengajak saya kembali ke shelter pos 2. Kami naik atv lagi sambil menyisir pantai. Butuh kesabaran memang, karena ada saja orang yang nekat bermain di tanda bahaya.
Tapi bagaimanapun, sudah tugas Suranto dan kawan-kawan tim SAR Parangtritis untuk terus mengingatkan pengunjung wisata di Bantul tersebut.
“Pokoknya di setiap shelter itu sudah stand by pelampung, papan surfing, atv, perahu karet. Jadi penanganannya bisa cepet,” beber Suranto.
View this post on Instagram
Atv lalu terparkir di samping shelter pos 2. Saya dan Suranto naik, kembali duduk memantau. Hujan berangsur mereda. Para wisatawan tampak makin riuh menjelang sore. Yang nyemplung ke air makin banyak.
Memang semenarik itulah Pantai Parangtritis sebagai salah satu destinsi wisata andalan Bantul. Ya menarik kunjungan wisatawan, ya menarik wisatawan ke tengah lautan. Kadang kala, hal-hal mengerikan memang tersembunyi di balik yang indah-indah.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Tak Menemukan Ketenangan di Pantai Parangkusumo Jogja, Ingin Dengar Deru Ombak Malah Terganggu Deru Mobil Jeep, Mau Nikmati Tepi Pantai Takut Tertabrak atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.